Sumber foto: sindonews

Bea Masuk Sepatu Senilai Rp10 Juta Melebihi Rp31,8 Juta, DJBC Buka Suara

Tanggal: 27 Apr 2024 09:15 wib.
Sebuah kontroversi muncul setelah seorang pengguna TikTok dengan nama akun @.radhikaalthaf membagikan video yang menghebohkan publik tentang pengalaman membayar bea masuk sebesar Rp 31,8 juta untuk sepatu senilai Rp 10,3 juta. Video tersebut menjadi perbincangan hangat di media sosial dan menimbulkan pertanyaan tentang kebijakan dalam perhitungan bea masuk yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

Dalam video tersebut, @.radhikaalthaf mengungkapkan keraguan atas rumus perhitungan bea masuk yang dikenakan kepadanya. Menurutnya, seharusnya bea masuk yang harus dibayarnya hanya sebesar Rp 5,8 juta, bukan Rp 31,8 juta sebagaimana yang ditagihkan oleh DJBC. Perbedaan yang signifikan antara nilai sepatu dengan bea masuk yang harus dibayarnya menjadi sorotan penting dalam polemik ini.

Menyikapi hal tersebut, DJBC pun memberikan penjelasan resmi terkait permasalahan ini. Menurut DJBC, beban bea masuk sebesar Rp 31,8 juta tersebut tidak semata-mata merupakan pajak impor dari nilai sepatu yang dibeli. Di balik angka tersebut, terdapat pengenaan sanksi administrasi berupa denda akibat ketidaksesuaian informasi dari perusahaan jasa pengiriman yang digunakan oleh pembeli sepatu, yaitu DHL.

Diketahui bahwa DHL memberikan informasi nilai pabean (CIF) sebesar US$ 35.37 atau setara dengan Rp 562.736 kepada DJBC. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan oleh DJBC, nilai pabean sebenarnya atas barang tersebut adalah US$ 553.61 atau sekitar Rp 8.807.935.

Berdasarkan penjelasan Bea Cukai melalui akun resmi mereka, ketidaksesuaian informasi yang disampaikan oleh perusahaan jasa pengiriman tersebut menimbulkan sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2023 Pasal 28 Bagian Kelima, Pasal 28 Ayat 3. Hal ini kemudian menjadi faktor utama dalam penentuan bea masuk yang harus dibayar oleh @.radhikaalthaf.

Sebagai akibatnya, rincian bea masuk dan pajak impor atas produk sepatu tersebut menurut perhitungan DJBC menjadi sangat besar. DJBC menegaskan bahwa bea masuk yang diberatkan kepada @.radhikaalthaf sebesar Rp 31,8 juta lebih dari lima kali lipat lipat dari bea masuk yang seharusnya dia bayar, akibat dari sanksi administrasi dan perhitungan yang melibatkan nilai pabean yang salah dari perusahaan jasa pengiriman.

Kasus ini memunculkan perdebatan luas terkait transparansi dan kebijakan dalam perhitungan pajak impor, terutama terkait dengan sanksi administrasi yang dijatuhkan atas ketidaksesuaian informasi nilai pabean. Tidak hanya sekadar memengaruhi individu tertentu, namun juga menimbulkan pertanyaan mendalam tentang keadilan dan prosedur yang diterapkan dalam pengenaan pajak dan bea masuk di Indonesia.

Adanya perbedaan pendapat dan ketidakpuasan dari pihak-pihak terkait dengan perhitungan bea masuk ini menunjukkan perlunya transparansi yang lebih besar dalam proses impor barang, khususnya terkait dengan perhitungan pajak dan pengenaan sanksi administrasi. Lebih dari itu, pemerintah juga diharapkan untuk memberikan penjelasan yang lebih komprehensif kepada masyarakat terkait dengan faktor-faktor apa saja yang menjadi pertimbangan dalam pembuatan peraturan-peraturan terkait pajak dan bea masuk.

Sebagai langkah awal dalam memperbaiki isu-ini, pihak terkait seperti DJBC diharapkan untuk meningkatkan akses informasi dan memberikan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat tentang prosedur dan perhitungan pajak impor. Transparansi dan akuntabilitas yang meningkat dapat membantu mengurangi ketidakpastian dan ketidakpuasan yang muncul dalam masyarakat terkait dengan kebijakan bea masuk dan pajak impor.

Di sisi lain, para pelaku usaha dan pembeli dalam negeri juga diharapkan untuk lebih cermat dalam memahami prosedur dan ketentuan terkait bea masuk dan pajak impor. Mengetahui aturan yang berlaku akan membantu menghindari kesalahan yang dapat berujung pada sanksi administrasi yang merugikan, seperti yang dialami oleh @.radhikaalthaf dalam pembelian sepatunya.

Kasus ini juga menjadi momentum bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi mendalam terhadap sistem dan mekanisme perhitungan bea masuk dan pajak impor di Indonesia. Diperlukan upaya konkret untuk memastikan bahwa peraturan-peraturan yang ada tidak hanya memberikan kepastian hukum bagi para pelaku usaha dan masyarakat, tetapi juga menjaga keadilan dan keseimbangan antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat dalam hal pembayaran bea masuk dan pajak impor.

Dengan langkah-langkah yang tepat dan upaya bersama dari berbagai pihak, diharapkan bahwa kasus serupa dapat dihindari di masa depan, dan sistem perpajakan di Indonesia dapat berjalan dengan lebih efisien, transparan, dan adil untuk semua pihak yang terlibat.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved