Batik Nitik dan Sasirangan: Warisan Budaya Menjadi Kekayaan Ekonomi
Tanggal: 14 Jun 2024 18:25 wib.
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) berusaha untuk memajukan ekonomi masyarakat di setiap daerah. Salah satu upayanya adalah dengan memberikan dukungan perlindungan hukum terhadap produk khas wilayah tersebut.
Perlindungan hukum indikasi geografis memberikan perlindungan terhadap reputasi dan mutu produk yang unik serta memberikan nilai tambah di mata konsumen. Hal ini tercermin pada pengalaman dua produsen produk indikasi geografis lokal, yaitu Batik Tulis Nitik Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Kain Sasirangan Kalimantan Selatan.
Meskipun batik secara umum telah dikenal di mancanegara, Batik Tulis Nitik memiliki motif khas Yogyakarta yang telah dikembangkan sejak era Sultan Hamengkubuwono VII. Batik ini memiliki ciri khas pada motif nitik yang menyerupai bujur sangkar yang terdapat pada setiap kain, diikuti dengan proses pembuatannya yang sangat khas dan disukai oleh produsen luar negeri.
Cara pembuatan Batik Tulis Nitik yang dilakukan dengan cara menitik bukan diseret seperti pembuatan batik pada umumnya, serta alat canting yang khusus yaitu Canting Nitik, menjadi ciri utama yang membedakan Batik Tulis Nitik dengan batik lainnya. Rusli Hidayat, Perwakilan Paguyuban Batik Tulis Nitik DIY menjelaskan hal ini pada acara Forum Indikasi Geografis (IG) Nasional, Temu Bisnis, dan Apresiasi Insan Kekayaan Intelektual (KI) Tahun 2024.
Sejak terdaftar sebagai IG pada 2020, Batik Tulis Nitik tidak hanya menjadi bagian dari kreasi busana dan warisan budaya Indonesia, tetapi juga telah mendapat pengakuan internasional. Namun, meningkatnya popularitas batik ini juga membawa dampak yang tidak menyenangkan bagi para produsennya.
Perlindungan hukum indikasi geografis memainkan peran penting dalam mempertahankan keaslian dan keunikan produk, serta melindungi para produsen lokal dari praktik pembajakan dan perampasan hak kekayaan intelektual. Selain itu, ketika produk-produk seperti Batik Tulis Nitik dan Kain Sasirangan dilindungi dengan baik, hal ini juga membuka peluang bagi pengembangan industri kreatif lokal dan meningkatkan daya saing produk dalam pasar global.
Dalam konteks ini, perlindungan hukum indikasi geografis bukan hanya sekedar menjaga keaslian produk, tetapi juga sebagai alat untuk memajukan ekonomi lokal. Dengan kualitas dan keaslian yang terjamin, produk-produk tersebut dapat memperluas pasarnya ke mancanegara dan meningkatkan pendapatan bagi masyarakat di daerah asalnya.
Di samping Batik Tulis Nitik, Kain Sasirangan yang berasal dari Kalimantan Selatan juga merupakan contoh sukses dari upaya perlindungan hukum indikasi geografis dalam mendukung perekonomian lokal. Kain Sasirangan adalah kain tenun dengan teknik pewarnaan motif tertentu yang berasal dari daerah tertentu di Kalimantan Selatan.
Dalam diskusi yang sama, Heru Susetyo, seorang pengusaha Kain Sasirangan, juga turut berbicara tentang pengalaman produknya setelah mendapatkan perlindungan hukum. Dengan status indikasi geografis yang diberikan pada Kain Sasirangan, produknya semakin dikenal dan diminati baik di dalam maupun di luar negeri.
Perlindungan hukum indikasi geografis memberikan kepastian hukum bagi para produsen lokal, melindungi mereka dari persaingan yang tidak sehat, dan membuka peluang untuk meningkatkan ekonomi masyarakat setempat. Dengan begitu, upaya memajukan ekonomi masyarakat melalui perlindungan hukum produk khas lokal terbukti efektif dalam mendorong pengembangan industri kreatif dan meningkatkan daya saing produk di pasar global.
Dalam hal ini, peran pemerintah sangatlah penting dalam memberikan dukungan dan perlindungan hukum bagi produk-produk indikasi geografis. Selain itu, sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya perlindungan hukum terhadap produk khas daerah juga perlu terus ditingkatkan.