Sumber foto: Google

Bapanas Soroti Kasus Beras Oplosan, Kerugian Bisa Capai Rp 99 Triliun

Tanggal: 25 Jul 2025 17:57 wib.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, baru-baru ini mengungkapkan fakta mengejutkan mengenai praktik beras oplosan yang sangat merugikan konsumen. Dikatakannya, potensi kerugian bagi konsumen akibat dari penipuan ini bisa mencapai angka fantastis, yaitu sebesar Rp 99 triliun per tahun. Hal ini menjadi perhatian penting di tengah trend peningkatan produksi beras dalam negeri, yang seharusnya memberi dampak positif terhadap harga.Dalam keterangannya di Jakarta pada tanggal 24 Juli 2025, Arief menjelaskan dengan sederhana tentang praktik tersebut. Ia mencontohkan, "Jika harga beras medium dipatok sekitar Rp 12 ribu per kilogram, tetapi dipasarkan sebagai beras premium dengan harga Rp 15 ribu, maka ada selisih Rp 3.000 per kilogram yang dimanfaatkan oleh pelaku usaha tidak bertanggung jawab." Ini menciptakan keuntungan yang tidak sah bagi mereka yang terlibat dalam praktik pengoplosan beras.Lebih lanjut, Arief juga menyampaikan bahwa pada panen raya bulan April lalu, produksi beras dalam negeri mengalami surplus antara 3 hingga 4 juta ton. "Maka dari itu, sangat tidak masuk akal jika harga beras meningkat. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, ditemukan adanya praktik pengoplosan di lapangan," tambahnya.Arief menekankan bahwa beras yang dijual kepada masyarakat harus memenuhi kesesuaian antara kemasan dan mutu produk. Menurutnya, "Jika beras yang dijual tidak sesuai dengan yang tercantum pada label, maka itu sama saja dengan penipuan." Hal ini menunjukkan betapa pentingnya integritas dalam proses distribusi pangan, terutama beras sebagai salah satu komoditas utama di Indonesia.Fenomena beras oplosan ini muncul di tengah tren peningkatan produksi beras nasional, yang justru tidak diimbangi dengan stabilitas harga di pasar. Mengacu pada investigasi dari Kementerian Pertanian (Kementan), ditemukan adanya ketidaksesuaian antara isi beras dan label kemasan, yang semakin memperburuk situasi.Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras di Indonesia pada semester I 2025 diproyeksikan mencapai 24,96 juta ton. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada periode yang sama, yaitu sebesar 21,88 juta ton, maka terdapat surplus sebesar 3,08 juta ton. "Ini menunjukkan bahwa produksi beras kita cukup baik," ucap Arief.Melihat perkembangan lebih lanjut, Arief memperkirakan bahwa untuk tahun 2025, total produksi beras sampai bulan Agustus bisa mencapai 24,96 juta ton, sedangkan total konsumsi beras dalam periode yang sama diprediksi sebesar 20,66 juta ton. Dengan data ini, diperkirakan akan ada surplus produksi beras mencapai 4,3 juta ton antara Januari hingga Agustus.Arief mengingatkan para pelaku usaha perberasan untuk benar-benar memperhatikan aspek akurasi pada kemasan produk. Ia menuturkan, “Sebetulnya tidak ada alasan bagi berat beras yang dijual berkurang dari yang tertera pada label. Jika tertera 5 kilogram, seharusnya tidak jauh dari angka itu, bisa sedikit lebih, misalnya 5,05 kilogram, karena toleransinya biasanya satu per mil."Selain itu, Arief juga menambahkan bahwa kadar air yang baik untuk beras premium dan medium harus berada di angka 14 persen. Jika kadar air beras berada di bawah standar tersebut, maka beras itu berpotensi mengalami masalah selama penyimpanan dan distribusi. "Saat ini, kami fokus untuk memperbaiki kembali sistem kami dengan berlandaskan pada standar mutu yang ada," jelas beliau.Situasi ini menjadi perhatian lebih bagi konsumen yang mengandalkan beras sebagai sumber utama karbohidrat dalam kehidupan sehari-hari. Sangat penting bagi konsumen untuk lebih kritis dalam memilih produk beras yang mereka beli, guna menghindari penipuan dan memastikan mereka mendapatkan produk yang sesuai dengan mutu dan kualitas yang dijanjikan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved