Bank Indonesia Dorong Pertumbuhan KPR: Insentif Likuiditas dan Penurunan Suku Bunga Acuan
Tanggal: 30 Mei 2025 22:57 wib.
Jakarta, Indonesia – Bank Indonesia (BI) terus berupaya mendorong pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Indonesia. Hal ini didasari oleh fakta bahwa pangsa pasar KPR terhadap total kredit nasional masih relatif rendah, sehingga ruang untuk pertumbuhan dinilai masih terbuka lebar. Per Maret 2025, pangsa pasar KPR hanya mencapai 10,16 persen dari total kredit. Selain itu, rasio KPR terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih relatif rendah, yakni 5,08 persen pada 2023, jauh di bawah negara lain seperti India (10,09 persen) dan Thailand (15,16 persen).
Asisten Gubernur BI sekaligus Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Solikin M Juhro, menyatakan bahwa sebagai bank sentral, BI mendukung pertumbuhan KPR melalui kebijakan makroprudensial. Salah satunya adalah melalui penerapan insentif Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM) untuk sektor properti.
Pada 1 April 2025 lalu, BI telah meningkatkan besaran insentif KLM dari maksimal 4 persen menjadi maksimal 5 persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK), dengan fokus kenaikan insentif difokuskan untuk sektor perumahan. "Per 1 April 2025, BI telah melakukan penguatan kembali atas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial, yakni dengan meningkatkan besaran insentif," ujarnya kepada Kompas.com beberapa waktu lalu.
Insentif KLM ini tidak hanya diberikan kepada sektor properti seperti real estate, perumahan rakyat, dan konstruksi, tetapi juga disalurkan kepada sektor-sektor prioritas lainnya seperti pertanian, perdagangan dan manufaktur, transportasi, pergudangan, pariwisata dan ekonomi kreatif, serta UMKM, Ultra Mikro, dan hijau.
Realisasi Insentif dan Penurunan Suku Bunga Acuan
Hingga minggu kedua April 2025, BI telah memberikan insentif KLM sebesar Rp 370,6 triliun, meningkat sebesar Rp 78,3 triliun dari minggu keempat Maret 2025 yang sebesar Rp 292,3 triliun. Khusus sektor perumahan, insentif KLM meningkat sebesar Rp 84 triliun dari minggu keempat Maret 2025 seiring dengan implementasi penguatan KLM pada 1 April 2025.
Adapun insentif KLM diberikan masing-masing kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp 161,7 triliun, Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) sebesar Rp 167,4 triliun, Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebesar Rp 35,7 triliun, dan Kantor Cabang Bank Asing (KCBA) sebesar Rp 5,8 triliun.
Selain itu, BI juga tengah berupaya mendorong pertumbuhan kredit termasuk KPR untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, pada Rapat Dewan Gubernur BI Mei 2025, BI menurunkan suku bunga acuannya (BI rate) sebesar 25 basis poin dari 5,75 persen menjadi 5,5 persen. Dengan penurunan BI rate ini, diharapkan bank-bank dapat segera menurunkan suku bunga kreditnya, termasuk KPR, agar permintaan masyarakat akan KPR menjadi meningkat.
“Ke depan, BI akan terus mencermati perkembangan dan outlook ekonomi global dan domestik, serta ruang penurunan BI rate lebih lanjut dengan tetap mempertimbangkan stabilitas nilai tukar rupiah, prospek inflasi, dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi,” ucap Solikin.
Transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK)
Meski perlindungan konsumen KPR bukan menjadi wewenang BI, namun BI berupaya memperkuat publikasi asesmen transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga kredit berdasarkan sektor prioritas yang menjadi cakupan KLM.
Dengan ini, para pejuang KPR akan lebih mudah mendapatkan informasi terkait perkembangan SBDK perbankan dan suku bunga kredit yang ditawarkan oleh bank-bank. Publikasi serupa merupakan praktik internasional yang sering dijumpai, seperti di Malaysia (External Benchmark Rate), India (Loan Prime Rate), dan China (Base Rate).
“Ke depan, ruang peningkatan KPR masih terbuka sehingga pangsa KPR diharapkan dapat terus ditingkatkan. Backlog sektor perumahan juga masih cukup besar sehingga perlu terus didukung,” pungkas Solikin. Upaya BI ini diharapkan dapat memberikan angin segar bagi sektor perumahan dan masyarakat yang ingin memiliki hunian