Sumber foto: Goggle

Bank Bangkrut di Indonesia Meningkat Bertambah Jadi 12 di Tahun 2024

Tanggal: 22 Jul 2024 13:54 wib.
Jumlah bank yang bangkrut di Indonesia pada tahun 2024 mengalami lonjakan yang signifikan, mencapai tiga kali lipat lipat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini menimbulkan respons dari berbagai pihak, termasuk regulator dan asosiasi terkait. 

Sebagaimana dilaporkan, sebanyak 12 bank telah menyatakan bangkrut dan kehilangan izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga paruh pertama tahun 2024. Semua bank yang terkena dampak kebangkrutan ini merupakan Bank Perekonomian Rakyat (BPR).

Peningkatan yang cukup drastis dari 4 bank bangkrut pada 2023 menjadi 12 bank pada 2024 memberikan peringatan serius bagi pihak terkait di industri perbankan. Selama beberapa tahun terakhir, rata-rata terdapat tujuh hingga delapan bank yang mengalami kebangkrutan di Indonesia. Jika dilihat dari data sejak 2005, total terdapat 134 bank yang telah bangkrut di Tanah Air, dimana sebagian besar merupakan BPR.

Berikut adalah daftar bank yang menyatakan kebangkrutan sepanjang tahun 2024: 
1. BPR Bank Jepara Artha (Perseroda)
2. PT BPR Dananta
3. BPRS Saka Dana Mulia
4. BPR Bali Artha Anugrah
5. BPR Sembilan Mutiara
6. BPR Aceh Utara
7. PT BPR EDCCASH
8. Perumda BPR Bank Purworejo
9. PT BPR Bank Pasar Bhakti
10. PT BPR Usaha Madani Karya Mulia
11. BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda)
12. Koperasi BPR Wijaya Kusuma 

Terhadap lonjakan jumlah bank bangkrut, yang kesemuanya merupakan BPR, OJK merespons dengan menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 9 Tahun 2024 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah. Regulasi ini berlaku sejak awal Juli 2024.

POJK tersebut memiliki beberapa poin penting, di antaranya mengatur kewajiban bagi BPR dan BPRS untuk menerapkan tata kelola yang baik dalam seluruh aspek kegiatan usaha mereka. Selain itu, terdapat pula ketentuan mengenai penerapan strategi anti kecurangan yang efektif. Hal ini meliputi langkah-langkah pencegahan, deteksi, investigasi, pelaporan, sanksi, serta pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut, yang diatur dalam POJK sebagai upaya untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.

Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, menjelaskan bahwa aturan ini diterbitkan sebagai respons atas hasil pengawasan yang menunjukkan bahwa kegagalan dalam penerapan tata kelola yang baik seringkali menjadi penyebab utama kebangkrutan. 

Selain OJK, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga turut serta dalam menangani kebangkrutan bank. Setelah izin usaha bank dicabut oleh OJK, LPS bertugas untuk menjalankan proses likuidasi bank yang bangkrut dan mengklaim simpanan nasabah. Menurut Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, simpanan nasabah di bank yang bangkrut tersebut dijamin aman. Ia juga menyebutkan bahwa LPS telah berhasil mengklaim dan membayar dana nasabah senilai Rp2,23 triliun dari tahun 2005 hingga awal 2024.

Tahun ini, anggaran yang diperlukan oleh LPS untuk memenuhi klaim simpanan nasabah di bank bangkrut telah mencukupi. Hal ini didukung oleh aset LPS yang mencapai Rp224,66 triliun dan diperkirakan akan terus bertambah hingga akhir tahun. LPS sendiri mendapatkan sumber dana dari modal awal pemerintah, kontribusi kepesertaan yang dibayarkan saat bank menjadi peserta, premi penjaminan yang dibayarkan bank setiap semester, dan hasil investasi.

Selain itu, Asosiasi juga memberikan respons terhadap peningkatan jumlah bank bangkrut. Ketua Umum Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo), Tedy Alamsyah, menyatakan bahwa BPR yang dicabut izinnya bukan disebabkan oleh masalah bisnis, namun karena adanya tindakan kelalaian atau kecurangan. Hal ini merupakan penyebab prihatin bagi seluruh pelaku industri. Dia menegaskan pentingnya tata kelola dan manajemen risiko yang baik, mengingat bisnis bank memiliki peran penting sebagai lembaga yang mengelola dana masyarakat.

Tedy Alamsyah juga menyampaikan bahwa Asosiasi terus berupaya untuk memastikan bahwa implementasi tata kelola di seluruh BPR didukung dengan peningkatan kompetensi bagi pengurus, baik Dewan Komisaris maupun Direksi, serta seluruh pejabat eksekutif dan karyawan. Hal ini diharapkan dapat meminimalisir kejadian kebangkrutan di masa depan.

Respon dari regulator, LPS, dan asosiasi ini menunjukkan keseriusan dalam menanggapi lonjakan jumlah bank bangkrut di Indonesia, serta upaya dalam pencegahan kejadian serupa yang akan datang. Diharapkan dengan langkah-langkah ini, industri perbankan di Indonesia dapat menemukan solusi yang tepat untuk meminimalisir risiko kebangkrutan bank yang dapat berdampak pada keamanan dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved