Aturan Terbaru Penagihan Debt Collector: Apa yang Boleh dan Tidak Boleh?
Tanggal: 15 Jul 2024 12:30 wib.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan aturan terbaru untuk penagih utang atau debt collector dari pinjaman online (pinjol) peer-to-peer (P2P) melalui peta jalan Lembaga Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPPBBTI). Aturan tersebut mengisyaratkan perubahan signifikan dalam tata cara penagihan utang pengguna pinjaman online.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman, setiap penyelenggara wajib menjelaskan prosedur pengembalian dana kepada debitur atau nasabahnya. Selain itu, aturan itu juga menetapkan ketentuan dan etika dalam proses penagihan. Ini merupakan langkah yang diambil untuk memberikan perlindungan lebih lanjut kepada debitur dan nasabah pinjaman online.
Aturan baru ini juga melarang penyelenggara P2P lending untuk menggunakan ancaman, bentuk intimidasi, dan hal-hal negatif lainnya dalam proses penagihan, termasuk unsur SARA. Selain itu, waktu penagihan juga telah diatur, dengan batas waktu terakhir pukul 20.00 waktu setempat. Hal ini menunjukkan upaya OJK untuk memberikan keterbukaan dan perlindungan lebih terhadap debitur atau nasabah dalam proses penagihan utang.
Selain denda keterlambatan yang telah diatur, aturan baru juga membatasi jumlah platform pinjaman online yang dapat diakses oleh debitur menjadi maksimal tiga. Hal ini bertujuan untuk mencegah akumulasi utang yang tidak terkendali, dan memastikan bahwa debitur memperhatikan kemampuan untuk membayar kembali pinjaman.
Di sisi lain, perubahan tersebut juga terkait dengan amanat Undang-Undang No.4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sistem Perbankan (UU PPSK). Pasal 306 UU PPSK memberikan sanksi hukum bagi pelaku usaha sektor keuangan (PUSK) yang melakukan pelanggaran dalam penagihan, mulai dari pidana penjara hingga denda yang cukup besar. Hal ini merupakan dorongan kuat bagi penyelenggara P2P lending untuk mematuhi aturan yang telah ditetapkan.
Aturan terbaru ini juga menetapkan kontrol yang lebih ketat terhadap besaran bunga dan biaya lain yang dapat dikenakan oleh penyelenggara P2P lending. OJK telah membatasi bunga pinjol menjadi sebesar 0,1% hingga 0,3% per hari untuk memastikan bahwa debitur tidak terbebani oleh beban bunga yang terlalu tinggi.
Selain itu, denda keterlambatan juga diatur, dengan persyaratan yang berbeda antara sektor produktif dan sektor konsumtif. Hal ini menunjukkan upaya OJK untuk menyesuaikan aturan dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing sektor, sehingga perlindungan bagi debitur dapat dijamin secara lebih efektif.
Ketentuan lain yang diatur dalam aturan baru ini meliputi larangan penggunaan ancaman, intimidasi, dan hal-hal negatif lainnya dalam proses penagihan, termasuk unsur SARA. Kontak darurat juga tidak boleh digunakan untuk kepentingan penagihan, melainkan hanya untuk mengkonfirmasi keberadaan debitur apabila tidak dapat dihubungi. Selain itu, penyelenggara pinjaman online juga wajib memfasilitasi mitigasi risiko, contohnya dengan asuransi, bagi debitur yang menggunakan layanan mereka.
Aturan-aturan ini diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi debitur atau nasabah pinjaman online, serta mendorong praktik bisnis yang lebih etis dan bertanggung jawab dari penyelenggara P2P lending. Dengan demikian, debitur dapat merasa lebih aman dan terlindungi dalam menggunakan layanan pinjaman online.
Dalam menyikapi aturan baru ini, penyelenggara P2P lending diharapkan untuk mematuhi setiap ketentuan yang telah diatur oleh OJK. Selain itu, kepatuhan terhadap aturan tersebut juga akan memastikan bahwa praktik bisnis penyelenggara P2P lending dapat berjalan secara transparan, etis, dan bertanggung jawab.