Aturan Baru Komdigi: Gratis Ongkir Dibatasi 3 Hari, UMKM dan Konsumen Bereaks
Tanggal: 19 Mei 2025 09:55 wib.
Tampang.com | Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) resmi menerapkan pembatasan layanan gratis ongkir yang selama ini menjadi andalan promosi platform e-commerce. Berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Digital (Permen Komdigi) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Layanan Pos Komersial, fitur gratis ongkir dari penyelenggara jasa kurir kini hanya diperbolehkan berlangsung maksimal 3 hari dalam sebulan, jika menyebabkan tarif berada di bawah biaya pokok layanan.
Kebijakan ini menuai pro dan kontra dari berbagai pihak, terutama pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), konsumen, hingga asosiasi e-commerce. Pemerintah beralasan bahwa langkah ini diambil demi menciptakan persaingan usaha yang sehat dan menjaga keberlangsungan sektor logistik nasional.
Apa yang Diatur dalam Permen Komdigi Nomor 8 Tahun 2025?
Dalam Pasal 45 ayat 4 disebutkan bahwa potongan harga yang membuat tarif layanan pos berada di bawah biaya pokok hanya boleh dilakukan untuk kurun waktu paling lama 3 hari dalam sebulan. Artinya, diskon ongkir yang terlalu agresif dan menekan harga operasional kurir dilarang secara berkelanjutan.
Gunawan Hutagalung, Direktur Pos dan Penyiaran Komdigi, menyampaikan bahwa regulasi ini bertujuan sebagai mekanisme perlindungan industri (safeguard) agar ekosistem e-commerce dan logistik bisa tumbuh sehat dan adil. “Kita ingin menjaga agar persaingan di industri ini tidak mematikan pemain lain, terutama jasa logistik non-internal,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta.
Namun, menurut Gunawan, pembatasan ini hanya berlaku pada skema subsidi ongkir dari penyedia layanan kurir, bukan promosi internal dari e-commerce. Bila perusahaan e-commerce ingin memperpanjang durasi subsidi ongkir lebih dari 3 hari, mereka bisa mengajukan evaluasi resmi ke Komdigi.
Klarifikasi Terbaru: E-commerce Tetap Bisa Promosi Gratis Ongkir
Menanggapi polemik yang muncul, Dirjen Ekosistem Digital Komdigi, Edwin Hidayat Abdullah, memberikan penegasan bahwa aturan ini tidak mengatur promosi gratis ongkir dari e-commerce. Yang diatur hanyalah potongan biaya pengiriman yang diberikan langsung oleh perusahaan kurir di aplikasi atau loket mereka.
“Kalau gratis ongkir berasal dari promosi atau subsidi pihak e-commerce, itu bukan ranah kami. Yang dibatasi adalah potongan harga ongkir oleh kurir yang membuat tarifnya di bawah biaya operasional,” jelas Edwin.
Respon dari Pelaku UMKM dan Konsumen
Kebijakan ini mendapat respons negatif dari pelaku UMKM. Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumandiri), Hermawati Setyorinny, mengaku kecewa lantaran tidak dilibatkan dalam penyusunan regulasi yang sangat berdampak pada penjualan mereka.
“Ongkir gratis itu daya tarik utama bagi konsumen. Kalau dibatasi, apalagi di saat daya beli masyarakat menurun, otomatis omzet kami juga akan ikut turun,” kata Hermawati.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga menyuarakan kekhawatiran serupa. Sekjen YLKI, Rio Priambodo, menilai bahwa pembatasan ini berpotensi menurunkan daya beli masyarakat terhadap belanja online. Ia mendorong pemerintah untuk melakukan sosialisasi menyeluruh dan pendekatan langsung kepada konsumen, agar dampaknya bisa diminimalisir.
Suara dari Asosiasi E-commerce
Ketua Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA), Hilmi Adrianto, menyatakan bahwa kebijakan ini harus disertai dengan kejelasan teknis, seperti bagaimana biaya pokok dihitung dan parameter evaluasi yang digunakan.
“Program gratis ongkir adalah strategi promosi yang terbukti efektif, khususnya dalam menjangkau konsumen di luar kota besar. Kami berharap pelaksanaan aturan ini tetap berpihak pada keberlanjutan ekosistem digital, serta melibatkan dialog terbuka dengan semua pemangku kepentingan,” ujar Hilmi.
idEA juga telah bergabung dalam tim pelaksana (task force) bersama pemerintah untuk memastikan implementasi kebijakan dilakukan secara adil, transparan, dan mendukung inovasi.