Sumber foto: Canva

Apa Itu Middle Income Trap dalam Perekonomian Negara?

Tanggal: 28 Agu 2025 14:00 wib.
Istilah middle income trap atau "jebakan pendapatan menengah" sering terdengar dalam diskusi ekonomi, terutama saat membahas masa depan sebuah negara berkembang. Fenomena ini menggambarkan sebuah kondisi di mana sebuah negara berhasil beralih dari status negara miskin ke negara berpendapatan menengah, namun kemudian kehilangan momentum pertumbuhan dan gagal mencapai status negara berpendapatan tinggi. Mereka terjebak, tidak bisa lagi bersaing dengan negara miskin yang punya upah lebih murah, namun juga tidak bisa menandingi negara maju yang unggul dalam inovasi dan teknologi.

Perjalanan Menuju Jebakan

Perjalanan sebuah negara menuju middle income trap biasanya diawali dengan fase pertumbuhan ekonomi yang pesat. Fase ini didorong oleh beberapa faktor kunci. Pertama, adanya keunggulan upah tenaga kerja yang rendah. Negara-negara ini menarik investasi asing yang mencari biaya produksi murah, terutama dalam sektor industri manufaktur. Kedua, adanya ekspansi sektor manufaktur yang intensif dan berorientasi ekspor, seperti tekstil, produk elektronik dasar, dan perakitan. Ketiga, memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah, seperti batu bara, minyak, atau gas. Keempat, adanya bonus demografi, di mana jumlah penduduk usia produktif sangat besar, menyediakan tenaga kerja yang melimpah.

Kombinasi faktor-faktor ini memungkinkan negara-negara tersebut untuk bersaing di pasar global dan mencapai tingkat pendapatan menengah dalam waktu relatif singkat. Namun, seiring waktu, keunggulan ini mulai memudar. Upah buruh naik, tidak lagi semurah di negara-negara miskin. Sementara itu, ketergantungan pada sumber daya alam membuat mereka rentan terhadap fluktuasi harga komoditas global. Negara-negara ini kemudian berada di persimpangan jalan: mereka tidak bisa lagi bersaing berdasarkan biaya, tetapi belum memiliki kapasitas untuk bersaing berdasarkan inovasi. Inilah saat mereka jatuh ke dalam jebakan.

Ciri-ciri Negara yang Terperangkap dalam Middle Income Trap

Beberapa ciri-ciri umum seringkali terlihat pada negara-negara yang terjebak dalam middle income trap. Salah satunya adalah rendahnya produktivitas. Meskipun upah pekerja meningkat, produktivitas tidak ikut naik secepatnya. Ini berbeda dengan negara maju yang terus berinvestasi pada teknologi dan inovasi untuk meningkatkan efisiensi dan nilai tambah.

Kemudian, ada masalah kurangnya inovasi dan diversifikasi ekonomi. Ekonomi negara-negara ini masih terlalu bergantung pada sektor-sektor manufaktur dasar atau ekspor komoditas. Mereka gagal mengembangkan sektor-sektor berteknologi tinggi, industri kreatif, atau layanan bernilai tambah tinggi yang menjadi ciri khas negara maju. Mereka tidak berhasil naik kelas dalam rantai nilai global.

Masalah lain adalah ketidaksetaraan pendapatan yang tinggi. Pertumbuhan ekonomi yang pesat di awal tidak dinikmati secara merata oleh semua lapisan masyarakat. Kesenjangan antara si kaya dan si miskin semakin melebar. Hal ini bisa memicu ketidakstabilan sosial dan politik, yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi lebih lanjut.

Selain itu, negara yang terjebak juga sering menghadapi tantangan institusional, seperti korupsi, birokrasi yang lambat, dan sistem pendidikan yang tidak relevan dengan kebutuhan pasar kerja modern. Institusi yang lemah ini menghalangi investasi, menghambat inovasi, dan membuat transisi ke ekonomi yang lebih kompleks menjadi sangat sulit.

Upaya Keluar dari Jebakan: Strategi untuk Naik Kelas

Untuk keluar dari middle income trap, sebuah negara harus melakukan transformasi besar-besaran. Ini bukan tugas yang mudah, tapi beberapa negara seperti Korea Selatan dan Taiwan berhasil membuktikannya. Kuncinya terletak pada investasi masif pada inovasi dan sumber daya manusia.

Pemerintah harus berinvestasi besar-besaran di sektor pendidikan dan penelitian. Sistem pendidikan harus disesuaikan untuk menghasilkan tenaga kerja yang terampil dan kreatif, mampu bersaing di era digital. Dukungan terhadap riset dan pengembangan (R&D) harus diperkuat, baik di sektor swasta maupun publik, untuk mendorong terciptanya inovasi baru.

Diversifikasi ekonomi juga sangat penting. Negara harus mengurangi ketergantungan pada ekspor komoditas atau manufaktur dasar dan mulai fokus pada pengembangan industri bernilai tambah tinggi. Ini bisa mencakup teknologi informasi, industri kreatif, layanan keuangan, atau pariwisata premium.

Pemberantasan korupsi, penyederhanaan birokrasi, dan penciptaan iklim investasi yang stabil dan transparan akan menarik investor asing yang bukan sekadar mencari upah murah, tetapi juga mencari ekosistem yang kondusif untuk inovasi.

Terakhir, pemerintah harus memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi bersifat inklusif. Kebijakan sosial yang efektif, seperti program pelatihan keterampilan, jaring pengaman sosial, dan akses setara terhadap layanan kesehatan dan pendidikan, akan membantu mengurangi ketidaksetaraan dan membangun fondasi masyarakat yang lebih kokoh.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved