Antam Percepat Menyelesaikan Penilaian Kemungkinan Pabrik Baterai CATL - IBC
Tanggal: 23 Jul 2024 18:22 wib.
PT Aneka Tambang (TBK) telah mengonfirmasi bahwa penilaian kemungkinan pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik bersama Contemporary Amperex Technology Co.Ltd. (CATL) dan PT Indonesia Battery Corporation (IBC) telah memasuki tahap akhir.
Pabrik tersebut direncanakan akan terhubung dengan tambang nikel milik Antam. Dana investasi untuk pabrik baterai mobil listrik tersebut diprediksi mencapai US$ 5,97 miliar atau sekitar Rp 85,77 triliun.
"Kami saat ini tengah mempersiapkan lahan untuk kawasan industri. Tahapan perencanaan tengah berlangsung," ungkap Nicolas Kanter, Direktur Utama Antam, di Kantor Kementerian Keuangan pada Senin (22/7).
Nicholas belum menyebutkan lokasi pembangunan atau target operasional pabrik baterai kendaraan listrik tersebut. Diketahui bahwa saat ini terdapat dua lokasi yang berpotensi menjadi tempat pembangunan pabrik tersebut, yaitu Jawa Tengah dan Kalimantan Utara.
Sebelumnya, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan CATL akan memulai pembangunan pabriknya pada tahun ini. CATL memiliki dua jenis investasi, yaitu pabrik baterai mobil listrik dan pabrik mobil listrik.
Investasi pertama yang akan dibangun oleh CATL adalah pabrik integrasi baterai kendaraan listrik senilai US$ 6 miliar. Investasi tersebut juga melibatkan PT Aneka Tambang pada tahun 2022.
"Kepercayaan investor global kepada pemerintah kita tetap kuat hingga saat ini. Beberapa perusahaan yang sebelumnya menunggu sekarang mulai menyatakan akan segera memulai proyek," ungkapnya.
Prospek Penjualan Mobil Listrik
Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia, Kukuh Kumara, memperkirakan penjualan kendaraan berkarbon rendah atau LCEV akan meningkat pada tahun ini, terutama untuk mobil listrik berbasis baterai dan hybrid.
Kukuh menandai dua faktor yang akan mendorong peningkatan penjualan LCEV tahun ini. Pertama, meningkatnya kesadaran konsumen akan emisi dan hemat energi yang dimiliki LCEV.
"Misalnya, biaya bensin untuk mobil konvensional dapat mencapai Rp 2 juta per bulan, sementara biaya listrik untuk LCEV hanya sekitar Rp 150.000 per bulan. Perbedaannya cukup signifikan," ujar Kukuh di Kementerian Perindustrian pada Rabu (10/7).
Kukuh memperkirakan penjualan LCEV menjelang akhir tahun ini dapat melebihi jumlah tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 71.358 unit. Namun, Kukuh mengakui bahwa produk LCEV yang tersedia di dalam negeri masih belum sesuai dengan preferensi konsumen dalam negeri.
Dia menilai konsumen di dalam negeri lebih cenderung untuk membeli mobil dengan harga di bawah Rp 300 juta yang dapat mengangkut tujuh orang. Selain itu, penjualan kendaraan emisi rendah masih terkendala oleh kekhawatiran konsumen terhadap performa LCEV.