80 Ribu Koperasi Merah Putih, Hati-Hati Jadi Monster Baru Negeri Ini
Tanggal: 30 Mei 2025 21:28 wib.
Presiden Prabowo Subianto ingin membangun 80 ribu unit Koperasi Merah Putih (KMP) di seluruh penjuru Indonesia. Inisiatif ini bertujuan untuk memperkuat perekonomian rakyat, terutama dalam mendukung Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Namun, di tengah semangat besar ini, terdapat sejumlah tantangan dan ketidakjelasan yang mengancam keberhasilan program tersebut.
Yusuf Rendy, ekonom dari Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, menyoroti bahwa meskipun pemerintah berkomitmen untuk memimpin inisiatif ini, banyak elemen yang hingga saat ini belum diperjelas. Ketidakjelasan ini mencakup berbagai aspek, mulai dari skema pendanaan hingga struktur organisasi KMP itu sendiri. Ketiadaan rincian yang jelas mengenai cara kerja koperasi ini berpotensi menghambat pelaksanaannya, sehingga menjadikan KMP lebih berisiko untuk menjadi “monster” baru yang bukan hanya tidak efektif, tetapi juga mengancam kestabilan ekonomi di tingkat lokal.
Salah satu aspek yang paling penting dalam pelaksanaan program ini adalah skema pembiayaan. Pemerintah menyebutkan bahwa pendanaan koperasi akan bersumber dari pinjaman kredit bank-bank Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) serta dukungan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, Yusuf menekankan bahwa rincian lebih lanjut mengenai mekanisme ini perlu segera dipublikasikan. Tanpa kejelasan dan transparansi, akan muncul keraguan di kalangan masyarakat dan calon anggota koperasi tentang sejauh mana dana ini dapat diakses dan dikelola dengan baik.
Target 80 ribu unit koperasi tentunya juga menuntut strategi yang matang. Dalam konteks ini, penting untuk mempertimbangkan bagaimana tiap koperasi akan beroperasi dan bersaing di pasar. Koperasi mestinya tidak hanya bertujuan untuk bertahan, tetapi juga harus mampu berinovasi dan berkembang. Hal ini membutuhkan lebih dari sekadar dukungan dana; edukasi, pelatihan, dan akses terhadap teknologi juga harus menjadi bagian dari rencana implementasi.
Selain itu, pembentukan KMP ini juga harus diimbangi dengan sistem pengawasan yang ketat. Tanpa pengawasan yang baik, ada risiko besar bahwa koperasi justru akan disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu, yang dapat merugikan anggota dan masyarakat luas. Di sini, peran pemerintah dan institusi terkait sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang aman dan produktif bagi koperasi.
Sedangkan dari sudut pandang organisasi, struktur kepengurusan KMP harus dirancang sedemikian rupa agar inklusif dan partisipatif. Anggota harus diberikan ruang untuk terlibat dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan koperasi. Jika tidak, KMP berpotensi menjelma menjadi entitas yang birokratis, yang jauh dari semangat gotong royong yang seharusnya menjadi fondasi koperasi.
Dengan waktu yang kian mendekat menuju peluncuran resmi pada 12 Juli 2025, tantangan-tantangan ini harus segera diatasi pemerintah dan para pemangku kepentingan. Apakah Koperasi Merah Putih akan mampu menjawab harapan rakyat atau justru menjadi sebuah monster baru yang menambah beban ekonomi, masih menjadi pertanyaan besar yang harus dijawab bersama. Melalui pendekatan yang hati-hati dan terencana, mungkin harapan untuk merevitalisasi ekonomi lokal melalui koperasi bisa terwujud. Namun, sampai saat itu tiba, semua mata akan tertuju pada bagaimana langkah-langkah nyata diambil untuk mencapai tujuan tersebut.