Sumber foto: Google

Wilayah Paling Rentan Perubahan Iklim di Jakarta Ditinggali Masyarakat Miskin

Tanggal: 27 Sep 2024 18:39 wib.
Peneliti Greenpeace Indonesia, Talitha Aurellia Alfiansyah, telah menyoroti kerentanan yang dihadapi oleh masyarakat pesisir di Indonesia terhadap perubahan iklim. Wilayah perkotaan, terutama di Jakarta, rentan terhadap fenomena pemanasan global. Secara khusus, wilayah pesisir di utara Jakarta menjadi pusat perhatian dalam hal ini.

Perubahan iklim telah diakui sebagai ancaman serius bagi kelangsungan hidup manusia. Di tengah permasalahan ini, Indonesia menjadi salah satu negara yang paling terpengaruh. Seperti yang dikatakan oleh Talitha Aurellia Alfiansyah, peneliti Greenpeace Indonesia, "Masyarakat pesisir, terutama mereka yang berada dalam kondisi ekonomi miskin, menjadi kelompok yang paling rentan merasakan dampak perubahan iklim."

Wilayah pesisir di utara Jakarta, seperti Muara Angke dan Penjaringan, dihuni oleh banyak masyarakat miskin. Mereka bergantung pada sumber daya alam laut untuk mencari nafkah, dan ketika perubahan iklim terjadi, sumber daya ini menjadi semakin tidak stabil. Kenaikan permukaan air laut menyebabkan abrasi pantai dan banjir rob yang mengancam kehidupan sehari-hari masyarakat pesisir.

Selain itu, peningkatan suhu udara dan curah hujan yang tidak teratur juga berdampak pada pertanian dan produksi pangan di wilayah ini. Masyarakat miskin yang menggantungkan hidup dari hasil pertanian akan mengalami kesulitan mendapatkan pangan yang cukup akibat ketidakpastian musim dan cuaca ekstrem.

Tidak hanya itu, ancaman perubahan iklim juga mempengaruhi kesehatan masyarakat. Peningkatan suhu udara berpotensi meningkatkan penyebaran penyakit, sedangkan banjir rob memicu timbulnya penyakit yang berhubungan dengan air. 

Menurut Talitha, hasil riset memperlihatkan wilayah paling berat mengalami dampak krisis iklim di Jakarta justru merupakan daerah yang ditinggali oleh masyarakat miskin kota. Padahal, mereka merupakan kelompok yang paling sedikit menyumbangkan emisi gas rumah kaca (GRK), faktor utama penyebab krisis iklim.

Dalam konteks ini, perlu adanya dukungan dari pemerintah dan lembaga terkait untuk memberikan perlindungan dan pemulihan bagi masyarakat pesisir yang rentan. Upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim perlu diintegrasikan dalam kebijakan pembangunan yang berkelanjutan, dengan memperhatikan kebutuhan dan kearifan lokal.

Selain itu, kesadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan juga perlu ditingkatkan dalam rangka mengurangi emisi gas rumah kaca. Langkah-langkah konkret seperti pengelolaan sampah yang lebih baik, penanaman mangrove, serta penguatan infrastruktur tanggul dan penanggulangan banjir perlu diimplementasikan untuk meredakan dampak perubahan iklim di wilayah pesisir.

Sekali lagi, penting untuk memastikan bahwa masyarakat miskin yang tinggal di wilayah pesisir Jakarta mendapatkan perlindungan dan akses yang adil terhadap sumber daya dan informasi terkait perubahan iklim. Keterlibatan aktif dari berbagai pihak dalam menangani permasalahan ini menjadi kunci dalam menciptakan solusi yang berkelanjutan.

Dengan menyadari kerentanan yang dihadapi oleh masyarakat pesisir di wilayah paling rentan terhadap perubahan iklim di Jakarta, diharapkan upaya-upaya yang terintegrasi dan berkelanjutan dapat dilakukan demi melindungi dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Melalui kesadaran dan tindakan nyata, kita dapat memberikan perlindungan yang layak bagi mereka yang paling rentan terdampak oleh perubahan iklim.

Dengan demikian, perluasan wawasan dan langkah konkret dalam menangani permasalahan ini menjadi sebuah kebutuhan mendesak bagi pemerintah, lembaga terkait, dan seluruh individu yang peduli terhadap masa depan yang berkelanjutan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved