Sumber foto: iStock

Tragedi di Puncak Dunia: Misteri dan Risiko Maut Gunung Everest

Tanggal: 26 Jan 2025 21:21 wib.
Gunung Everest, yang membentang di perbatasan antara Nepal dan Tibet, China, adalah simbol keagungan alam sekaligus tantangan besar bagi para pendaki. Berdiri megah dengan ketinggian mencapai 29.035 kaki atau lebih dari 8.800 meter di atas permukaan laut, gunung ini menyimpan pesona sekaligus bahaya yang tak terelakkan. Tak heran jika Everest selalu menjadi tujuan para pendaki dari seluruh dunia, meskipun banyak yang gagal mencapai puncaknya.

Lapisan salju tebal yang menyelimuti Everest tidak hanya membuat perjalanan semakin menantang, tetapi juga menyembunyikan risiko besar yang mengintai. Pendakian menuju titik tertinggi di bumi memerlukan perjalanan berhari-hari, penuh perjuangan fisik dan mental, serta bahaya yang terus mengintai di setiap langkah.

Risiko Maut di Gunung Everest

Sejak eksplorasi pertama pada awal abad ke-20, lebih dari 310 pendaki kehilangan nyawa mereka di Everest. Tingginya angka kematian menjadikan pemandangan jenazah di jalur pendakian sebagai sesuatu yang "biasa." Kenyataan ini diungkapkan oleh pembuat film Everest, Elia Saikaly, dalam unggahan Instagramnya pada Mei 2019:
"Sulit dipercaya apa yang saya lihat di atas sana—kematian, pembantaian, kekacauan. Antrean panjang dan mayat di sepanjang perjalanan," tulisnya.

Pada tahun 2015, longsoran salju besar melanda Everest dan merenggut nyawa setidaknya 19 orang. Insiden ini menjadi salah satu tragedi terbesar dalam sejarah pendakian Everest. Namun, jumlah korban jiwa sepanjang tahun 2023 bahkan melampaui angka tersebut. Musim pendakian tahun ini menjadi yang paling sibuk dalam sejarah, dengan rekor jumlah pendaki yang mencoba menaklukkan puncak dunia.

Everest dan Rekor Pendakian

Pada tahun 2023, pemerintah Nepal telah mengeluarkan 463 izin pendakian, yang mencatat jumlah terbanyak sepanjang sejarah. Jika setiap pendaki ditemani oleh satu atau lebih sherpa—pemandu lokal yang memiliki peran penting dalam ekspedisi—diperkirakan ada sekitar 900 orang yang akan mendaki Everest tahun ini. Angka ini mencerminkan popularitas Everest yang terus meningkat, meskipun risikonya sangat besar.

Namun, semakin banyak pendaki yang mencoba mencapai puncak, semakin besar pula kemungkinan terjadinya insiden. Padatnya jalur pendakian dan kondisi cuaca yang sulit diprediksi sering kali menjadi penyebab utama kecelakaan fatal.

Sulitnya Memulangkan Jenazah dari Everest

Ketika seorang pendaki kehilangan nyawa di Everest, membawa jenazah mereka kembali bukanlah tugas yang mudah. Selain membutuhkan biaya yang sangat besar, proses pemulangan jenazah juga sangat berbahaya. Dalam beberapa kasus, biaya yang diperlukan untuk membawa pulang jenazah bisa mencapai sekitar 70.000 dolar AS atau setara dengan Rp1,1 miliar.

Selain itu, medan yang ekstrem dan suhu dingin membuat proses evakuasi menjadi sangat berisiko. Pada tahun 1984, dua pendaki asal Nepal tewas dalam upaya memulangkan jenazah pendaki lain. Hal inilah yang menyebabkan banyak jenazah tetap dibiarkan di gunung. Jenazah-jenazah tersebut, meskipun tak disengaja, menjadi "penanda" di sepanjang jalur pendakian Everest.

Bahaya dan Tantangan yang Mengintai

Pendakian Everest bukan hanya tentang menaklukkan ketinggian, tetapi juga melawan batas kemampuan manusia. Suhu ekstrem, kekurangan oksigen, dan bahaya longsoran salju adalah beberapa tantangan utama yang harus dihadapi. Bahkan pendaki yang berpengalaman pun tidak kebal terhadap risiko-risiko ini.

Tidak hanya itu, antrean panjang di jalur pendakian sering kali memperburuk situasi. Banyak pendaki yang harus menunggu giliran untuk melintasi bagian tertentu, meningkatkan risiko hipotermia atau kelelahan parah. Dengan segala bahaya yang ada, pendakian ke Everest adalah pilihan yang penuh dengan risiko maut.

Daya Tarik Gunung Everest

Meskipun risikonya tinggi, Everest tetap menjadi daya tarik luar biasa bagi para petualang. Gunung ini dianggap sebagai simbol pencapaian tertinggi, baik secara fisik maupun mental. Banyak pendaki yang rela menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mempersiapkan diri, baik dari segi fisik, mental, maupun finansial.

Namun, pendakian ke Everest bukan hanya soal mencapai puncak, melainkan juga tentang menghormati kekuatan alam dan mengakui keterbatasan manusia. Kisah-kisah sukses maupun tragedi di gunung ini selalu menjadi pengingat betapa rapuhnya manusia di hadapan alam.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved