Tradisi Grebeg Maulud di Yogyakarta: Perayaan Keseimbangan dan Kesejahteraan
Tanggal: 1 Jun 2025 09:53 wib.
Di jantung kebudayaan Jawa, di tengah hiruk pikuk kota yang masih memegang erat nilai-nilai luhur, terhampar sebuah perayaan yang telah berlangsung berabad-abad: Grebeg Maulud. Diselenggarakan setiap tahun di Yogyakarta, tradisi Grebeg Maulud adalah manifestasi agung dari perayaan keseimbangan antara kekuasaan spiritual dan temporal, sebuah doa kolektif untuk kesejahteraan rakyat, dan penanda identitas yang kuat bagi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Ini adalah puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang sarat makna dan dipadati ribuan pasang mata.
Sejarah dan Makna Filosofis: Kesultanan dan Rakyat
Tradisi Grebeg Maulud di Yogyakarta berakar pada masa kerajaan Islam Mataram, dan kemudian diteruskan oleh Kesultanan Yogyakarta hingga saat ini. Kata "Grebeg" sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti "ramai-ramai" atau "bersama-sama", menggambarkan keramaian dan kebersamaan yang hadir dalam perayaan ini. "Maulud" merujuk pada Maulid Nabi Muhammad SAW, tanggal kelahiran Nabi Islam yang diperingati setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam kalender Hijriah.
Grebeg Maulud adalah simbolisasi hubungan harmonis antara Sultan sebagai pemimpin spiritual dan duniawi dengan rakyatnya. Prosesi ini bukanlah sekadar arak-arakan; ia adalah sebuah persembahan syukur dan doa yang diwujudkan dalam bentuk gunungan—susunan hasil bumi dan makanan yang berbentuk kerucut. Filosofi di balik tradisi ini adalah sebuah perayaan keseimbangan:
Keseimbangan Spiritual dan Material: Gunungan melambangkan kemakmuran dan hasil bumi yang melimpah, merupakan wujud syukur atas rezeki dari Tuhan. Ini juga menunjukkan harapan agar rakyat selalu sejahtera.
Keseimbangan Pemimpin dan Rakyat: Sultan, melalui gunungan, memberikan berkah kepada rakyatnya. Rakyat, di sisi lain, hadir dan berebut gunungan sebagai bentuk doa dan harapan akan berkah tersebut. Ini adalah interaksi simbolis yang memperkuat legitimasi dan ikatan antara istana dan masyarakat.
Keseimbangan Alam dan Manusia: Gunungan yang tersusun dari hasil pertanian adalah bentuk penghormatan terhadap alam dan pengakuan atas rezeki yang diberikan bumi.
Prosesi dan Atraksi: Dari Keraton hingga Masjid
Perayaan Grebeg Maulud di Yogyakarta dimulai dengan persiapan yang matang dan serangkaian ritual:
Puncaknya adalah saat Gunungan dikeluarkan dari dalam Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Ada beberapa jenis gunungan, seperti Gunungan Lanang (laki-laki), Gunungan Wadon (perempuan), Gunungan Darat, Gunungan Gepak, dan Gunungan Pawuhan, masing-masing dengan makna simbolisnya sendiri. Gunungan Lanang, yang terbesar dan paling utama, biasanya dihiasi dengan sayuran, buah-buahan, dan hasil bumi lainnya, melambangkan kemakmuran dan kesuburan.
Para prajurit Keraton dengan pakaian adat lengkap, diiringi irama genderang dan musik gamelan, mengarak gunungan-gunungan ini dalam sebuah prosesi yang khidmat dan megah. Rute utama prosesi biasanya dari Keraton menuju Masjid Gedhe Kauman. Sepanjang jalan, ribuan orang tumpah ruah di tepi jalan untuk menyaksikan arak-arakan dan merasakan atmosfer magis yang tercipta.
Setibanya di halaman Masjid Gedhe Kauman, setelah didoakan oleh para ulama, ritual yang paling dinanti pun tiba: perebutan gunungan. Masyarakat berebut untuk mendapatkan bagian dari gunungan, karena dipercaya membawa berkah dan kesejahteraan. Meskipun terlihat seperti kericuhan, ada semangat kebersamaan dan antusiasme yang luar biasa dalam prosesi ini. Potongan-potongan hasil bumi dari gunungan akan dibawa pulang dan disimpan sebagai pusaka atau dimakan, dengan harapan membawa keberuntungan dan rezeki.
Warisan Budaya dan Pesan Kesejahteraan
Tradisi Grebeg Maulud di Yogyakarta tidak hanya berfungsi sebagai peringatan keagamaan; ia adalah sebuah perayaan budaya yang menjaga nilai-nilai luhur Jawa tetap hidup. Ini adalah momen untuk merefleksikan identitas, sejarah, dan nilai-nilai yang membentuk masyarakat Yogyakarta.
Di era modern, tradisi ini terus menjadi daya tarik wisata yang unik, menarik pengunjung dari berbagai penjuru dunia untuk menyaksikan keindahan upacara adat Jawa yang otentik. Grebeg Maulud adalah pengingat abadi tentang pentingnya keseimbangan dalam hidup, syukur atas karunia, dan doa kolektif untuk kesejahteraan bersama—sebuah warisan yang terus berdenyut di jantung bumi Mataram.