Terungkap Makam “Pangeran Es” Berusia 1.300 Tahun: Bayi Bangsawan dengan Sutra, Salib Emas, dan Misteri Kematian Mengejutkan
Tanggal: 5 Jun 2025 06:38 wib.
Sebuah penemuan arkeologis mengejutkan terjadi di Jerman ketika tim peneliti menemukan makam seorang anak laki-laki berusia 1.300 tahun yang kini dijuluki "Pangeran Es dari Mattsies." Penemuan yang penuh misteri dan bernilai sejarah tinggi ini ditemukan oleh Kantor Negara Bagian Bavaria untuk Pelestarian Monumen (BLfD) pada tahun 2021 di dekat desa Mattsies, Bavaria.
Makam tersebut menjadi sangat menarik karena tidak hanya memperlihatkan sisi arkeologis semata, tetapi juga menyingkap teknik pengawetan modern dan barang-barang mewah yang menyertainya. Hasil temuan ini kemudian dianalisis oleh sejumlah peneliti dan hasilnya mengungkap kisah tragis sekaligus kaya nilai budaya dari seorang anak bangsawan kecil pada abad ke-7.
Temuan Makam yang Memukau
Dari hasil ekskavasi, ditemukan jasad seorang anak laki-laki berusia sekitar 1,5 tahun saat meninggal dunia, yang dimakamkan dengan penuh penghormatan dan kemewahan. Barang-barang yang ditemukan di makamnya mencerminkan status sosial tinggi sang anak. Ada pedang kecil, salib emas, dan pakaian dari sutra yang merupakan kain eksklusif pada masa itu. Sutra dikenal hanya digunakan oleh kalangan elit Kekaisaran Bizantium, sehingga keberadaannya dalam makam ini mengisyaratkan bahwa keluarga anak tersebut merupakan bangsawan kaya raya.
Selain itu, arkeolog juga menemukan baskom perunggu, sisir, mangkuk kayu, serta cangkir minum lengkap dengan hiasan perak. Semua barang ini ditempatkan dengan rapi di atas tikar anyaman di bagian kaki jenazah, menunjukkan adanya prosesi pemakaman yang penuh kehormatan.
Teknik Pembekuan dan Pemindahan Ilmiah
Proses penggalian makam ini tak kalah menarik dari isinya. Karena kondisi makam yang sangat tertutup dan rapat oleh sedimen, para arkeolog memutuskan untuk menggunakan metode pembekuan dengan nitrogen cair. Ruangan makam dibekukan dalam waktu singkat, dan seluruh isi makam kemudian dipindahkan dalam satu blok beku selama 14 jam. Inilah asal mula julukan “Pangeran Es” diberikan pada anak kecil tersebut.
Teknik ini merupakan pertama kalinya diterapkan dalam proses pemindahan makam anak dari abad ke-7 secara ilmiah, dan menjadi salah satu tonggak penting dalam dunia arkeologi modern.
Hasil Penelitian: Sosok Anak dan Penyebab Kematian
Penelitian anatomi dan genetik terhadap jasad anak itu menunjukkan bahwa ia memiliki mata biru dan rambut berwarna terang. Analisis radiokarbon menyebutkan bahwa kematiannya diperkirakan terjadi antara tahun 670 hingga 680 Masehi. Sedangkan analisis isotop strontium pada email giginya mengungkap bahwa ia memang lahir dan dibesarkan di wilayah tersebut. Ia pun diperkirakan masih menyusu sebelum meninggal.
Penyebab kematian anak laki-laki ini pun berhasil diidentifikasi melalui studi ilmiah terbaru: infeksi telinga kronis yang dideritanya diduga menjadi pemicu utama. Meski terdengar sederhana, infeksi telinga pada masa itu bisa sangat mematikan, terutama tanpa adanya pengobatan medis modern seperti sekarang.
“Kematian anak laki-laki ini pasti sangat mengguncang keluarganya, yang diduga merupakan salah satu keluarga terpandang di wilayah itu,” ungkap salah satu pernyataan resmi peneliti. “Mereka seolah ingin memberikan pemakaman terbaik untuk menunjukkan rasa hormat dan cinta yang besar.”
Keanggunan Makam dan Simbol Status
Yang membuat penemuan ini makin luar biasa adalah kondisi pengawetan jenazah serta benda-benda yang begitu baik. Anak itu ditemukan berbaring di atas selimut bulu, dan mengenakan pakaian linen lengan panjang yang dihiasi dengan potongan kain sutra. Dalam konteks sejarah, penggunaan sutra pada pakaian anak-anak sangatlah langka dan menjadi simbol kemewahan luar biasa.
Di samping jasad, ditemukan juga sisa-sisa makanan seperti buah kemiri, apel, dan pir, yang kemungkinan besar merupakan bagian dari upacara perjamuan pemakaman. Bahkan, tulang babi yang awalnya dikira tulang anjing juga ditemukan sebagai bagian dari ritual tersebut.
Situs yang Dikenang Sepanjang Masa
Penelitian lebih lanjut mengungkap bahwa bangunan makam anak tersebut sempat direnovasi dua kali dalam beberapa tahun setelah pemakaman. Ini menunjukkan bahwa tempat itu digunakan dalam jangka panjang sebagai tempat penghormatan, kemungkinan besar untuk mengenang dan mendoakan sang anak. Situs ini menjadi simbol duka, warisan budaya, dan pengingat akan bagaimana kematian sekaligus cinta keluarga di masa lampau diperlakukan dengan penuh hormat.