Temuan Komnas HAM Terkait Ledakan di Garut Tewaskan 13 Orang: Pekerja Dibayar Rp150 Ribu per Hari
Tanggal: 26 Mei 2025 11:51 wib.
Tampang.com | Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan hasil penyelidikan terkait ledakan amunisi kedaluwarsa yang terjadi di Garut pada tanggal 23 Mei 2025. Dalam konferensi pers yang disampaikan oleh Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM, Abdul Haris Semendawai, terungkap bahwa peristiwa tragis tersebut menewaskan 13 orang, termasuk anggota TNI Angkatan Darat (TNI AD) dan warga sipil.
Di Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, sekitar 21 orang dipekerjakan untuk membantu pemusnahan amunisi tidak layak pakai atau kedaluwarsa yang disimpan oleh TNI. Ironisnya, pekerja yang terlibat dalam proses berisiko tinggi ini hanya mendapatkan imbalan sebesar Rp150 ribu per hari. Hal ini menunjukkan adanya potensi pelanggaran hak asasi manusia dalam penanganan amunisi tersebut, terutama terkait keselamatan dan kesejahteraan pekerja.
Abdul Haris Semendawai menjelaskan bahwa ledakan yang terjadi bukan hanya mengakibatkan kerugian jiwa, tetapi juga menimbulkan dampak psikologis dan sosial yang mendalam bagi masyarakat sekitar. “Temuan ini menegaskan pentingnya prosedur keselamatan dalam penanganan amunisi, serta perlunya perlindungan bagi pekerja yang terlibat,” ujarnya. Komnas HAM menekankan bahwa tidak seharusnya masyarakat sipil dijadikan sebagai tenaga kerja dalam kegiatan berisiko tinggi tanpa adanya pelatihan dan perlindungan yang memadai.
Melalui investigasi yang dilakukan, Komnas HAM menemukan bahwa para pekerja tersebut tidak memiliki pelatihan yang cukup untuk menangani amunisi berbahaya. Situasi ini sangat mengkhawatirkan, mengingat ledakan tersebut bukanlah kejadian pertama. Di masa lalu, sejumlah insiden serupa telah menewaskan banyak orang, baik dari kalangan militer maupun sipil, menunjukkan bahwa ada kekurangan dalam prosedur keamanan yang harus diperbaiki.
Komnas HAM juga merespons bahwa keberadaan prosedur yang tidak memadai dalam pemusnahan amunisi kedaluwarsa sangat berisiko dan mencerminkan kurangnya perhatian terhadap standar operasional yang seharusnya diterapkan oleh pihak TNI. Kata Abdul Haris Semendawai menegaskan bahwa “penanganan amunisi tidak hanya soal teknis, tetapi juga berkaitan dengan hak asasi manusia, termasuk hak atas hidup dan perlindungan dari bahaya kerja.”
Dalam temuan tersebut, Komnas HAM merekomendasikan Presiden RI untuk melakukan audit menyeluruh terhadap prosedur pemusnahan amunisi kedaluwarsa. Selain itu, mereka juga mendesak TNI untuk mengevaluasi kebijakan ketenagakerjaan yang lebih memprioritaskan keselamatan para pekerja. Pengawasan yang ketat dan pelatihan untuk semua individu yang terlibat dalam kegiatan berisiko tinggi juga menjadi poin penting dalam rekomendasi ini.
Kasus ledakan di Garut ini menjadi sorotan di berbagai kalangan, baik masyarakat sipil maupun aktivis hak asasi manusia. Mereka berharap agar temuan-temuan Komnas HAM ini bisa mendorong perbaikan dalam sistem pemusnahan amunisi di Indonesia. Banyak yang khawatir jika tindakan tegas tidak diambil, insiden serupa akan terus berulang, dan nyawa manusia akan menjadi taruhan dalam proses yang seharusnya aman dan terjamin.
Inisiatif untuk mendorong perubahan positif di bidang hak asasi manusia sangat diperlukan, terutama terkait tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan yang berbahaya. Komnas HAM berkomitmen untuk terus mengawasi dan memastikan bahwa rekomendasi yang telah disampaikan dapat diimplementasikan demi melindungi hak dan keselamatan setiap individu di Indonesia.