Sumber foto: pinterest

Shinto Jepang: Menghormati Kami (Dewa) di Setiap Sudut Alam

Tanggal: 24 Mei 2025 08:18 wib.
Di antara lanskap Jepang yang memesona, dengan gunung-gunung megah, hutan lebat, dan sungai-sungai yang mengalir jernih, terdapat sebuah kepercayaan kuno yang terjalin erat dengan alam: Shinto. Lebih dari sekadar agama dalam pengertian Barat, Shinto () adalah jalan spiritual yang berpusat pada penghormatan terhadap Kami (), yaitu dewa atau roh suci yang diyakini mendiami segala sesuatu. Bagi penganut Shinto, Kami hadir di setiap sudut alam, dari puncak gunung tertinggi hingga kerikil terkecil di sungai, membentuk ikatan yang mendalam antara manusia, alam, dan spiritualitas.

Kami: Lebih dari Sekadar Dewa

Kata "Kami" dalam Shinto memiliki makna yang lebih luas dari sekadar "dewa" atau "tuhan". Kami bisa berupa:

Roh Alam: Pohon-pohon kuno, bebatuan unik, gunung-gunung (seperti Gunung Fuji), sungai, air terjun, dan fenomena alam seperti angin, guntur, dan matahari seringkali dianggap sebagai tempat tinggal Kami.
Roh Leluhur: Roh para kaisar, pahlawan, atau individu penting yang telah meninggal dunia juga dihormati sebagai Kami, terutama mereka yang telah berkontribusi besar bagi Jepang.
Roh Pencipta: Ada juga Kami yang terkait dengan penciptaan dan kesuburan, seperti Izanagi dan Izanami (dua Kami primordial yang menciptakan kepulauan Jepang), serta Amaterasu Omikami (Dewi Matahari, leluhur mitologis keluarga Kekaisaran Jepang).
Esensi Suci: Bahkan kualitas atau esensi suci yang inheren dalam objek atau tempat tertentu bisa dianggap sebagai Kami.

Shinto tidak memiliki pendiri tunggal atau kitab suci yang terpusat seperti agama-agama Abrahamik. Sebaliknya, ia adalah serangkaian praktik, ritual, dan kepercayaan yang telah berkembang secara organik seiring waktu, beradaptasi dengan kehidupan masyarakat Jepang.

Kuil Shinto (Jinja): Pintu Gerbang Menuju Kami

Kuil-kuil Shinto, atau Jinja (), adalah tempat-tempat suci yang didedikasikan untuk menghormati Kami. Setiap Jinja memiliki ciri khasnya:

Torii: Gerbang tradisional berwarna merah yang menandai pintu masuk ke area suci kuil. Melewati torii adalah tindakan simbolis memasuki alam yang berbeda, dari dunia profan ke dunia sakral.
Honden: Bangunan utama kuil tempat Kami diyakini bersemayam atau diwakili oleh sebuah objek suci (shintai).
Tempat Pemandian: Seringkali ada tempat pemandian kecil di dekat pintu masuk untuk membersihkan tangan dan mulut (temizuya atau chozuya) sebelum mendekati area suci, sebagai bentuk pemurnian.

Ritual di Jinja melibatkan persembahan (makanan, sake, koin), doa, dan tarian sakral (kagura). Tujuannya adalah untuk berkomunikasi dengan Kami, memohon berkah, atau menunjukkan rasa syukur.

Shinto dalam Kehidupan Sehari-hari dan Filosofi

Pengaruh Shinto meresap ke dalam budaya Jepang sehari-hari:

Perayaan Musiman: Banyak festival tradisional Jepang (matsuri) berakar pada ritual Shinto untuk merayakan panen, memohon perlindungan, atau menghormati Kami tertentu.
Kehidupan Berkelanjutan: Rasa hormat terhadap Kami di alam seringkali mendorong praktik yang berkelanjutan dan apresiasi terhadap keindahan alam.
Kemurnian dan Kebersihan: Konsep kegare (kekotoran spiritual) dan harai (pemurnian) sangat penting dalam Shinto. Ini tidak hanya merujuk pada kebersihan fisik tetapi juga kebersihan moral dan spiritual.
Saling Ketergantungan: Shinto menumbuhkan rasa saling ketergantungan antara manusia, alam, dan Kami. Manusia adalah bagian dari alam dan memiliki peran untuk menjaga keseimbangan.

Shinto Jepang adalah sebuah kepercayaan yang unik, yang menyoroti keindahan dan kesucian yang inheren dalam dunia di sekitar kita. Ini adalah pengingat bahwa di setiap tiupan angin, setiap tetesan embun, dan setiap bayangan pohon, mungkin ada kehadiran ilahi yang menunggu untuk dihormati. Ini adalah jalan hidup yang mengajarkan kita untuk melihat keajaiban dalam hal-hal sederhana dan menemukan spiritualitas di setiap sudut alam.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved