Sastra untuk Semua, dari Penjual MIi Sampai Komisaris
Tanggal: 3 Jan 2025 15:10 wib.
Tampang.com | Sastra tak mengenal kelas sosial yang hanya digeluti para pujangga. Di balik semangat berkarya, terselip ironi mereka yang tak bisa selalu menyandarkan hidupnya pada sastra. Maka, memandang wajar apabila sastrawan juga menekuni macam-macam profesi. Seiring perkembangan zaman, semakin banyak orang dari berbagai latar belakang yang tertarik dengan dunia sastra. Bahkan, para penjual mie sampai komisaris pun turut merasakan manfaat sastra untuk kehidupan mereka.
Di tengah kesibukan sebagai penjual mie, seorang pemuda dari desa di Jawa Tengah, menemukan ketenangan lewat sastra. Meskipun sehari-hari ia sibuk mengelola usaha mie ayam warungnya, namun ia selalu menyempatkan waktu untuk membaca kumpulan puisi karya Chairil Anwar yang ia simpan di saku celananya. Bagi Ahmad, sastra menjadi pelipur lara dan sumber inspirasi. Bahkan tanpa gelar sarjana sastra, ia mampu menikmati dan meresapi makna sastra dalam kehidupannya.
Sementara itu, di kota besar, Nindy, seorang eksekutif muda yang bekerja sebagai manajer pemasaran di perusahaan ternama, menemukan kesenangan dalam menulis cerita pendek. Meskipun ia dikejar deadline dan harus menangani berbagai rapat bisnis, Nindy selalu mencari waktu untuk menyalurkan bakat menulisnya. Sastra memberikan ruang bagi Nindy untuk menuangkan ekspresi dan emosi yang sulit ia ungkapkan dalam aktivitas sehari-hari. Bagi Nindy, sastra menjadi katalisator bagi keseimbangan hidupnya.
Tidak hanya itu, bahkan para pejabat negara dan komisaris pun tak jarang memiliki kegemaran pada sastra. Abdullah, seorang komisaris di sebuah perusahaan besar, senang membaca karya sastra klasik pada waktu senggangnya. Bagi Abdullah, sastra bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga sumber pengetahuan yang mendalam. Sastra memberikan pandangan baru bagi Abdullah dalam melihat dunia dan memperdalam pemahamannya terhadap beragam nilai dan budaya.
Melalui kisah-kisah di atas, kita dapat melihat bahwa sastra tak mengenal batasan kelas sosial. Baik penjual mie, eksekutif muda, maupun komisaris, semuanya bisa menikmati manfaat yang sama dari sastra. Sastra memberikan kebebasan kepada siapa pun untuk meresapi dan mengekspresikan diri tanpa harus terbelenggu oleh status sosial atau profesi yang dijalani.
Ketika kita memahami bahwa sastra adalah milik semua orang, tanpa terkecuali, kita juga akan menyadari bahwa keindahan sastra dapat dinikmati oleh siapa pun. Sastra bukan hanya hak para pujangga atau penulis sastra, melainkan hak semua orang untuk menikmati dan merasakan keajaiban sastra dalam hidup mereka. Semoga semakin banyak orang yang terinspirasi untuk menjelajahi dunia sastra, tanpa terhambat oleh profesi atau latar belakang sosial.