Sumber foto: iStock

Salah Hitung Posisi Bulan, Misteri Karamnya Titanic yang Belum Terungkap Sepenuhnya

Tanggal: 25 Mei 2025 01:01 wib.
Tragedi tenggelamnya kapal legendaris Titanic menjadi salah satu kisah paling memilukan dan misterius dalam sejarah maritim dunia. Banyak aspek dan teori telah dibahas tentang apa yang sebenarnya menyebabkan kapal raksasa itu karam di tengah Samudra Atlantik lebih dari satu abad lalu. Namun, satu fakta mengejutkan muncul dari penelitian para sejarawan dan ilmuwan modern: kesalahan dalam menghitung posisi bulan ternyata berkontribusi besar pada bencana tersebut.

Pada 31 Maret 1912, perusahaan pembuat kapal Harland and Wolff dengan bangga mengumumkan selesainya pembangunan Titanic, sebuah kapal penumpang raksasa yang dianggap sebagai mahakarya teknologi pada zamannya. Dengan panjang mencapai 269 meter dan lebar 28,19 meter, kapal ini dilengkapi dengan teknologi paling mutakhir yang membuatnya disebut-sebut sebagai kapal terbesar, termahal, dan tercanggih di dunia. Kesempurnaan kapal ini bahkan melahirkan mitos bahwa Titanic tidak mungkin tenggelam, dengan pernyataan terkenal, "Tuhan pun tak akan bisa menenggelamkan kapal ini."

Sembilan hari setelah penyelesaian pembangunan, Titanic memulai pelayaran perdananya dari Southampton, Inggris, menuju New York, Amerika Serikat. Ribuan penumpang, mayoritas kalangan elit dan orang-orang kaya Eropa, menaiki kapal ini dengan membawa harapan besar akan perjalanan yang aman dan nyaman. Mereka tidak hanya membawa diri mereka sendiri, tetapi juga harta benda berharga, termasuk emas, berlian, dan mobil mewah. Nilai total harta yang dibawa diperkirakan mencapai US$250 juta saat ini atau sekitar Rp4 triliun.

Namun, harapan tersebut hancur empat hari setelah keberangkatan. Pada malam yang tenang dan berbintang, Titanic menabrak gunung es besar yang merobek lambung kapal sepanjang 90 meter. Akibatnya, air laut segera mengalir deras ke dalam tubuh kapal, menyebabkan bencana yang tak terelakkan.

Pada tanggal 15 April 1912, tepat 113 tahun lalu, Titanic akhirnya tenggelam di kedalaman Samudra Atlantik. Dari 2.208 penumpang yang ada, hanya 707 orang yang berhasil selamat, sementara sisanya meninggal dunia, sebagian tenggelam bersama kapal di kedalaman sekitar 4 kilometer dan lainnya meninggal akibat hipotermia di permukaan air yang sangat dingin.

Cerita tragis Titanic tidak hanya memicu rasa duka mendalam, tetapi juga memicu ketertarikan besar dari berbagai pihak untuk menggali lebih jauh mengenai kapal dan barang-barang yang hilang bersamanya. Banyak ekspedisi dilakukan untuk menyelidiki bangkai kapal yang kini menjadi situs bersejarah dan penuh misteri. Barang-barang peninggalan seperti jam saku, lukisan, berlian, parfum, dan guci-guci menjadi saksi bisu kejadian tersebut dan bernilai tinggi di mata kolektor. Namun, sebagian besar barang tersebut kini disimpan di museum sebagai bagian dari upaya pelestarian sejarah. Direktur Koleksi RMS Titanic, Tomasina Ray, menegaskan pentingnya menjaga artefak tersebut agar masyarakat tetap bisa mengenang tragedi itu.

Selain fokus pada barang-barang peninggalan, perhatian juga tertuju pada penyebab sebenarnya dari tenggelamnya Titanic. Di balik keyakinan bahwa kapal tersebut tidak bisa tenggelam, para ahli terus mencari penjelasan rasional dan ilmiah atas bencana itu. Salah satu teori menarik datang dari sejarawan Tim Maltin yang menulis dalam bukunya Titanic: A Very Deceiving Night pada 2012.

Menurut Maltin, faktor penting yang menyebabkan kecelakaan itu adalah fenomena air pasang laut yang dipengaruhi oleh posisi bulan yang sedang berada sangat dekat dengan bumi. Pada saat itu, pasang laut mencapai puncaknya dan menyebabkan gunung es yang biasanya mengapung jauh di utara tiba-tiba terbawa arus hingga masuk ke jalur pelayaran Titanic. Jalur tersebut sebenarnya merupakan rute umum yang biasanya bebas dari gunung es, sehingga awak kapal tidak mengantisipasi bahaya tersebut.

Karena posisi bulan yang tidak diperhitungkan secara akurat, perubahan pasang laut ini menjadi faktor tak terduga yang membuat gunung es muncul tepat di jalur Titanic. Hal ini menyebabkan tabrakan fatal yang akhirnya menghancurkan kapal. Maltin menegaskan bahwa kejadian ini bukan semata kesalahan manusia, melainkan kombinasi faktor alam yang sulit diprediksi saat itu. Oleh karena itu, tidak seharusnya ada pihak yang disalahkan secara penuh atas tragedi tersebut.

Meskipun teori ini menambah pemahaman baru, penyebab tenggelamnya Titanic tetap menjadi misteri yang terus diperdebatkan dan diteliti hingga saat ini. Banyak teori lain yang juga diajukan, mulai dari kesalahan navigasi, konstruksi kapal, hingga faktor cuaca dan kecepatan berlayar. Namun, keterkaitan antara posisi bulan dan pengaruhnya terhadap pasang laut yang membawa gunung es ke jalur Titanic membuka perspektif baru dalam memahami bencana ini.

Kisah tenggelamnya Titanic bukan hanya sebuah tragedi kemanusiaan, tetapi juga pelajaran penting mengenai keterbatasan pengetahuan manusia dalam menghadapi kekuatan alam. Bahkan kapal yang dianggap terhebat sekalipun bisa kalah oleh fenomena alam yang tak terduga. Oleh karena itu, mengenal faktor-faktor alam seperti pengaruh posisi bulan terhadap pasang laut sangat krusial dalam dunia navigasi dan maritim.

Pengungkapan fakta ini juga mempertegas pentingnya riset dan teknologi modern dalam mencegah bencana serupa di masa depan. Dengan kemajuan teknologi satelit dan prediksi astronomi saat ini, fenomena pasang laut dan pergerakan gunung es bisa dipantau lebih baik, sehingga kapal-kapal modern dapat menghindari jalur berbahaya dengan lebih akurat.

Dengan demikian, cerita Titanic tetap hidup sebagai pengingat abadi bahwa walaupun teknologi dan kepercayaan manusia bisa mencapai puncaknya, alam selalu menyimpan kekuatan yang tak terduga dan harus dihormati. Salah hitung posisi bulan yang berimbas pada naiknya air pasang dan keberadaan gunung es di jalur pelayaran menjadi salah satu babak paling menarik dalam misteri Titanic yang terus memikat perhatian dunia.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved