Rahasia di Balik Sukses Keturunan Tionghoa dalam Dunia Bisnis: Bukan Sekadar Warisan, Tapi Warisan Nilai
Tanggal: 21 Apr 2025 08:28 wib.
menjadi pengusaha, terutama di luar negeri? Pertanyaan ini sering muncul, terutama ketika melihat fakta bahwa dalam daftar Indonesia's 50 Richest versi Forbes, posisi lima besar miliarder terkaya di Indonesia didominasi oleh keturunan Tionghoa. Bukan hanya di Indonesia, fenomena ini juga terjadi di berbagai negara lain di dunia. Apa yang sebenarnya menjadi rahasia kesuksesan mereka?
John Kao, peneliti yang melakukan studi untuk Harvard Business Review, memberikan jawabannya. Ia melakukan wawancara terhadap lebih dari 150 pengusaha keturunan Tionghoa dari berbagai penjuru dunia. Hasil temuannya menunjukkan bahwa kunci utama kesuksesan mereka bukan hanya soal modal atau keberuntungan, melainkan nilai-nilai hidup yang diwariskan secara turun-temurun, terutama yang bersumber dari filosofi Konfusianisme.
Konfusianisme merupakan sistem nilai yang banyak dianut di kawasan budaya Asia Timur seperti China, Jepang, Korea, Vietnam, Taiwan, Hong Kong, dan Singapura. Inti dari ajaran ini adalah pentingnya keharmonisan, saling menghargai, dan menjalani hidup dengan etika serta dedikasi tinggi.
Dari 150 pengusaha yang diteliti Kao, 90 persen di antaranya adalah generasi pertama dari keluarga imigran yang meninggalkan China saat kondisi negara tersebut dilanda perang dan konflik. Lebih dari 40 persen responden mengalami dampak revolusi kebudayaan, 32 persen pernah kehilangan tempat tinggal, dan 28 persen kehilangan kekayaan akibat krisis ekonomi.
Pengalaman kelam ini menciptakan ketahanan mental yang luar biasa. Mereka terlatih untuk bertahan dalam kondisi sulit dan mampu membentuk bisnis sebagai sarana bertahan hidup. Maka tidak mengherankan jika generasi ini terkenal sangat ulet, hemat, dan pekerja keras.
Prinsip dan nilai yang dipegang oleh banyak pengusaha keturunan Tionghoa pun cukup unik dan kuat. Beberapa di antaranya adalah:
Mengutamakan penghematan sebagai langkah antisipatif terhadap masa sulit.
Menyimpan tabungan sebanyak mungkin sebagai jaring pengaman.
Bekerja tanpa henti agar tetap selangkah di depan potensi risiko.
Keluarga menjadi satu-satunya pihak yang benar-benar dapat dipercaya.
Pendapat keluarga, bahkan yang tidak berkompeten, lebih penting daripada saran profesional luar.
Patriarki masih menjadi sistem dominan demi menjaga stabilitas dan arah perusahaan.
Investasi lebih diutamakan berdasarkan relasi kekerabatan dibandingkan pertimbangan rasional bisnis.
Fokus pada kepemilikan aset berwujud, seperti properti dan emas, dibanding aset tidak berwujud seperti hak kekayaan intelektual.
Dengan prinsip-prinsip tersebut, tidak mengherankan jika banyak bisnis yang dimiliki oleh keturunan Tionghoa bergerak di bidang yang menghasilkan produk nyata, seperti real estate, industri pelayaran, perdagangan ekspor-impor, dan manufaktur.
Karakteristik bisnis mereka juga cenderung eksklusif. Banyak perusahaan dikelola secara ketat oleh anggota keluarga, sehingga lingkup pengendaliannya lebih efisien. Dalam banyak kasus, perusahaan ini diwariskan secara langsung ke anggota keluarga yang dianggap mampu, meskipun terkadang belum tentu memiliki kompetensi bisnis secara profesional.
Uniknya, pendekatan ini justru berhasil. Banyak pengusaha keturunan Tionghoa mengadopsi prinsip kuno, "Lebih baik menjadi kepala ayam daripada ekor sapi besar." Prinsip ini mencerminkan semangat kewirausahaan tinggi: lebih baik memiliki usaha kecil milik sendiri daripada menjadi karyawan di perusahaan besar.
Filosofi ini mendorong mereka untuk terus mencoba, membangun, dan memperluas bisnis dari nol. Kebebasan dalam mengambil keputusan serta rasa kepemilikan penuh terhadap usaha yang dirintis menjadikan bisnis mereka tumbuh kuat dan bertahan lama.
Mereka juga tidak segan untuk berinvestasi dalam properti atau komoditas yang jelas wujudnya, karena hal itu dianggap sebagai simbol kekayaan dan keamanan finansial yang nyata. Risiko terhadap aset tidak berwujud dianggap terlalu besar, terutama bagi mereka yang berasal dari latar belakang keluarga penyintas krisis ekonomi.
Dalam dunia modern, pendekatan tradisional ini mungkin terkesan konservatif. Namun, terbukti bahwa prinsip-prinsip yang mereka pegang mampu bertahan dan bahkan melahirkan generasi pengusaha sukses yang kaya secara materi dan kuat secara nilai.
Dengan memahami nilai-nilai ini, kita bisa belajar bahwa sukses bukan hanya soal modal besar atau kecerdasan intelektual. Ada banyak pelajaran hidup yang bisa dipetik dari perjuangan dan filosofi hidup pengusaha keturunan Tionghoa, yang mengajarkan pentingnya kerja keras, kebersamaan, loyalitas pada keluarga, serta ketangguhan dalam menghadapi tantangan hidup.