Purnawirawan TNI Harus Usul Pemakzulan Wapres Lewat DPR Bukan Presiden
Tanggal: 29 Apr 2025 11:33 wib.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari, menyoroti langkah sejumlah purnawirawan TNI yang mengajukan tuntutan pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Menurut Feri, jika ingin menempuh jalur konstitusional, purnawirawan TNI seharusnya mengajukan usulan pemberhentian tersebut melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), bukan langsung kepada presiden.
Feri menjelaskan bahwa mekanisme pemberhentian presiden dan wakil presiden telah diatur secara rinci dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Dalam ketentuan tersebut, disebutkan bahwa pemberhentian presiden atau wakil presiden harus berdasarkan usulan DPR kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
"Jadi, purnawirawan TNI mestinya tidak hanya menyampaikan ke presiden saja, tetapi juga menyampaikan tuntutan itu ke DPR agar DPR menindaklanjuti dalam bentuk usulan resmi," ujar Feri, seperti dikutip dari akun YouTube resminya pada Senin (28/4/2025).
Menurut Feri, langkah ini penting untuk menjaga proses hukum dan demokrasi tetap berjalan sesuai koridor. Ia mengingatkan bahwa dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, presiden bukanlah lembaga yang berwenang menindaklanjuti tuntutan pemakzulan tanpa melalui prosedur yang sah.
Berdasarkan Pasal 7A dan 7B UUD 1945, presiden dan wakil presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya jika terbukti melakukan pelanggaran hukum seperti pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela. Namun, proses pemberhentian ini harus dimulai dari DPR, yang kemudian meminta Mahkamah Konstitusi untuk menguji kebenaran dugaan pelanggaran tersebut sebelum akhirnya diputuskan oleh MPR.
"Jika purnawirawan TNI benar-benar serius, mereka harus menggalang dukungan politik di DPR. Tanpa itu, tuntutan hanya akan menjadi tekanan moral semata tanpa kekuatan hukum," kata Feri.
Pentingnya Mematuhi Prosedur Konstitusional, Feri menegaskan, dalam negara hukum seperti Indonesia, segala tindakan termasuk upaya pemberhentian pejabat negara harus mengikuti prosedur yang diatur konstitusi. Hal ini bertujuan untuk menghindari ketegangan politik dan memastikan stabilitas nasional tetap terjaga.
Ia juga menilai, mengabaikan prosedur formal hanya akan melemahkan demokrasi dan menciptakan preseden buruk dalam penyelenggaraan pemerintahan. “Demokrasi bukan hanya soal suara terbanyak, tetapi juga soal kepatuhan terhadap hukum dan prosedur," tambahnya.
Isu tuntutan pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memicu beragam reaksi di tengah masyarakat. Ada yang mendukung dengan alasan kekecewaan politik, namun banyak pula yang menyerukan pentingnya menjaga stabilitas pemerintahan serta menempuh jalur hukum yang benar.
Sebagai penutup, Feri Amsari menekankan bahwa ketidakpuasan terhadap pejabat negara sebaiknya disalurkan melalui mekanisme yang sah. "Kalau kita ingin negara ini tetap berjalan dalam koridor demokrasi dan hukum, maka semua pihak, termasuk purnawirawan TNI, harus menghormati prosedur yang sudah ditetapkan konstitusi," pungkasnya.