Pulau Migingo: Kehidupan di Pulau Terpadat Dunia yang Diperebutkan Dua Negara
Tanggal: 24 Des 2024 09:13 wib.
Tampang.com | Pulau Migingo, sebuah daratan kecil yang berukuran kurang dari setengah lapangan sepakbola, menjadi sorotan sebagai pulau terpadat di dunia. Pada tahun 2019, lebih dari 500 orang tinggal di pulau tersebut.
Pulau ini terletak di Danau Victoria di perbatasan antara Kenya dan Uganda, dan kehidupan di sana terasa cukup suram. Meskipun ukurannya kecil, Migingo diperebutkan oleh kedua negara yang mencoba mengklaim kepemilikan pulau ini.
Menurut laporan Al Jazeera, pulau yang dipenuhi gubuk-gubuk kecil ini memiliki kondisi yang memprihatinkan. Sebagian gubuk digunakan sebagai bar, rumah bordil, dan bahkan kasino terbuka. Namun, di balik kondisi yang tidak layak, Migingo menjadi pusat perhatian bagi kedua negara yang saling berseteru di wilayah kecil ini.
Awalnya, pulau ini tidak lebih dari sekadar batu yang menjorok keluar dari permukaan air saat Danau Victoria mulai surut pada awal 1990-an. Peneliti senior dari Institut Studi Keamanan Pretoria, Emmanuel Kisiangani, menjelaskan bahwa hasil tangkapan ikan di sekitar Danau Victoria terus berkurang karena penangkapan ikan berlebihan dan invasi tanaman eceng gondok yang menghalangi transportasi di danau dan akses ke pelabuhan.
Namun, di sekitar Migingo, spesies tertentu seperti ikan Nil atau dikenal juga sebagai ikan Barramundi Afrika masih melimpah di perairan dalam, menjadikan pulau ini pusat penangkapan ikan yang berharga dan unik.
Komite bersama antara Kenya dan Uganda pun dibentuk untuk menentukan perbatasan di pulau ini pada tahun 2016. Kedua negara mengandalkan peta yang berasal dari tahun 1920-an, namun tidak ada hasil yang memuaskan dari pertemuan tersebut. Sejak itu, pulau Migingo dikelola bersama oleh kedua negara, meskipun kadang-kadang ketegangan masih muncul di antara mereka.
Sejumlah nelayan lokal bahkan menyebutnya sebagai "perang terkecil" di Afrika. Mereka menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada keputusan dari kedua negara mengenai kepemilikan pulau ini. Hal ini menimbulkan ketegangan yang mungkin berakibat buruk bagi kedua belah pihak.
Tidak hanya itu, perlakuan dari pemerintah Uganda terhadap nelayan Migingo juga menimbulkan kecaman. Pemerintah Uganda mengerahkan polisi bersenjata dan marinir ke pulau tersebut, bahkan menetapkan pajak bagi nelayan di sana.
Di sisi lain, nelayan Kenya juga merasa dilecehkan oleh pasukan Uganda atas berbagai tuduhan, termasuk penangkapan ikan ilegal di perairan Uganda. Sebagai respons, pemerintah Kenya pun mengerahkan marinir ke pulau Migingo, hampir mengakibatkan pertikaian antara dua negara tersebut.
Pada akhirnya, pulau Migingo menjadi bukti betapa adanya ketidakpastian dalam penentuan kepemilikan wilayah. Sementara itu, ekspor ikan barramundi terus berlanjut ke Uni Eropa, sementara permintaan ikan tersebut juga melonjak di Asia, menjadikan pulau ini sebagai sumber ekspor yang bernilai jutaan dolarlebih.