Polisi di Sumenep Dihukum PTDH karena Selingkuh dan Menelantarkan Keluarga
Tanggal: 1 Mei 2024 22:16 wib.
Seorang anggota kepolisian di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, bernama Bripka W, dijatuhi sanksi pemecatan tidak dengan hormat (PTDH) setelah terbukti berselingkuh dan tidak memperhatikan keluarganya.
Wakapolres Sumenep, Kompol Trie Sis Biantoro, menyampaikan bahwa upacara PTDH tersebut dilaksanakan secara absentia, tanpa kehadiran Bripka W.
"Upacara PTDH diadakan tanpa kehadiran Bripka W," kata Biantoro di Mapolres Sumenep, Senin (29/4/2024).
Biantoro menjelaskan bahwa kasus ini bermula ketika istri Bripka W, Nur Halifah, mengaku ditinggalkan olehnya sejak Agustus 2020 hingga Agustus 2023. Akibat perilaku tersebut, Nur Halifah terpaksa membesarkan tiga orang anaknya seorang diri tanpa adanya dukungan dari suaminya.
Setelah tiga tahun tanpa kabar, Nur Halifah kemudian mendapat informasi bahwa Bripka W telah memiliki hubungan dengan wanita lain, bahkan dalam status ikatan pernikahan. Atas kejadian ini, Nur Halifah melaporkannya ke Polres Sumenep.
Bripka W terbukti melanggar Pasal 12 ayat 1 huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia jo pasal 11 huruf C. Selain itu, dia juga melanggar Kode Etik Profesi Polri berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.
"Atas pelanggaran yang dilakukan, secara resmi Bripka W telah diberhentikan sebagai anggota Polri di Polres Sumenep dan kembali menjadi anggota masyarakat," kata Biantoro.
Ia juga menegaskan agar seluruh anggota di jajaran Polres Sumenep senantiasa mematuhi aturan yang berlaku. Biantoro menambahkan bahwa anggota Polri harus memberikan contoh yang baik kepada masyarakat.
"Kejadian seperti ini seharusnya tidak terjadi jika anggota Polri melaksanakan tugas dengan baik dan mematuhi peraturan yang berlaku," ujarnya.
Biantoro menekankan bahwa peristiwa ini perlu menjadi perhatian bagi semua pihak, guna mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan di lingkungan Polres Sumenep.
Dalam konteks ini, pembicaraan mengenai penyimpangan perilaku anggota kepolisian harus ditingkatkan. Hal ini penting untuk menjaga profesionalisme dan moralitas di tubuh kepolisian demi mendapatkan kepercayaan masyarakat.
Kasus ini juga seharusnya menjadi peringatan bagi anggota kepolisian lainnya untuk tidak melanggar kode etik profesi Polri agar dapat menjaga nama baik institusi kepolisian. Dengan demikian, anggota kepolisian diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif dalam masyarakat.
Selain itu, perlindungan terhadap keluarga adalah kewajiban moral yang harus dijunjung tinggi oleh setiap individu, terlebih lagi bagi seorang anggota kepolisian yang diharapkan menjadi contoh dan teladan bagi masyarakat.
Keberadaan Kode Etik Profesi Polri juga harus selalu dipegang teguh oleh setiap anggota kepolisian, karena melalui implementasi kode etik tersebut diharapkan dapat memberikan landasan moral yang kokoh dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai anggota kepolisian.
Melalui kedisiplinan dan penegakan hukum internal, diharapkan anggota kepolisian dapat selalu menjunjung tinggi kode etik profesi dan menjalankan tugas dengan penuh integritas serta menjaga keharmonisan keluarga sebagai bagian dari tanggung jawab sosial sebagai warga negara dan anggota kepolisian.