Perang Rating Bintang 1: Netizen Indonesia vs Brasil Gara-Gara Gunung Rinjani dan Hutan Amazon
Tanggal: 30 Jun 2025 22:15 wib.
Dunia maya kembali dihebohkan oleh aksi saling balas antar warganet Indonesia dan Brasil. Kali ini, yang jadi “medan pertempuran” bukan media sosial, melainkan fitur rating lokasi di Google Maps. Netizen Indonesia ramai-ramai memberi rating bintang 1 pada Hutan Amazon, sebagai respons atas ulah warganet Brasil yang lebih dulu menyerbu Gunung Rinjani dengan rating rendah.
Peristiwa ini bermula dari tragedi yang menimpa seorang pendaki asal Brasil, Juliana Marins, yang mengalami kecelakaan tragis saat mendaki Gunung Rinjani. Insiden tersebut memicu amarah warganet Brasil yang kemudian menyerang rating Gunung Rinjani di Google Maps, dengan memberikan nilai rendah dan komentar bernada emosional, menyalahkan pihak pengelola wisata atas insiden tersebut.
Sebagai balasan, netizen Indonesia melakukan hal serupa terhadap ikon alam milik Brasil, Hutan Amazon. Pantauan tim CNBC Indonesia pada 30 Juni 2025 menunjukkan bahwa sejumlah besar pengguna Google Maps dari Indonesia telah menuliskan ulasan negatif dan memberi bintang satu pada lokasi "Amazon Rainforest". Komentar-komentar tersebut sebagian besar ditulis dengan gaya bercanda, sindiran, atau bentuk kemarahan yang ditujukan pada ulah warganet Brasil.
Salah satu komentar berbunyi, “Tidak bagus, banyak ular konda dan banyak memakan korban,” merujuk pada keberadaan ular anaconda yang memang hidup di wilayah hutan hujan tropis terbesar di dunia itu. Sementara yang lain menulis, “Jelek, takut lagi berenang tiba-tiba di perut anaconda,” sebagai bentuk sarkasme terhadap pemberian rating buruk oleh netizen Brasil.
Komentar lain dengan nada lebih langsung menyatakan, “Hati-hati dimakan anakonda, sangat tidak dianjurkan datang ke sini. Kenapa Anda memberikan rating 1 untuk Gunung Rinjani?”
Aksi saling balas ini membuat rating Hutan Amazon di Google Maps mendapat gelombang penurunan drastis dalam waktu singkat, dan banyak ulasan dari netizen Indonesia yang masih berstatus “baru ditambahkan” atau “belum ditinjau.”
Sementara itu, rating Gunung Rinjani juga mengalami penurunan setelah banyak komentar dari netizen Brasil yang diunggah dalam bahasa Portugis. Mereka menuding bahwa pengelola taman nasional lalai dalam penanganan kasus Juliana Marins, dan bahkan menuntut agar taman wisata tersebut ditutup untuk umum.
Salah satu warganet Brasil menulis, “Jangan mengunjungi tempat ini. Mereka membiarkan Juliana Marins mati kedinginan, kehausan, dan kelaparan. Mereka lalai. Taman ini harus ditutup!!”
Komentar lain berbunyi, “Jika Anda mengalami kecelakaan, tim penyelamat tidak akan siap atau bersedia membantu. Juliana dari Brasil jatuh dan menderita selama empat hari sebelum meninggal.”
Kedua pihak tampaknya sama-sama tergerak oleh emosi, dan sayangnya, fitur ulasan publik yang seharusnya informatif digunakan sebagai ajang balas dendam digital.
Meski aksi saling serang ini mungkin terasa “kocak” bagi sebagian orang, namun hal ini juga menyoroti lemahnya moderasi platform ulasan digital, di mana penilaian terhadap destinasi wisata bisa sangat dipengaruhi oleh sentimen sosial, bukan pengalaman nyata.
Pakar media digital menyebut fenomena ini sebagai bentuk "review bombing," yaitu praktik pemberian ulasan negatif secara massal yang tidak relevan dengan pengalaman langsung terhadap produk atau lokasi tersebut.
Dalam konteks ini, Gunung Rinjani sebagai objek wisata alam di Indonesia bisa terdampak secara reputasi global, terutama bagi wisatawan internasional yang mencari informasi lewat Google Maps. Hal yang sama juga bisa terjadi pada Hutan Amazon di Brasil.
Di sisi lain, pengelola wisata seharusnya juga lebih transparan dan cepat tanggap dalam mengomunikasikan penanganan insiden. Jika memang ada kesalahan prosedur atau keterlambatan dalam pertolongan, maka klarifikasi resmi dan evaluasi internal harus dilakukan, agar peristiwa tragis tidak kembali terulang.
Pemerintah, baik di Indonesia maupun Brasil, juga perlu menyoroti bagaimana teknologi dan platform digital kini menjadi ruang baru yang bisa memicu konflik internasional skala mikro. Akses publik terhadap fitur digital seperti review lokasi bisa menjadi alat promosi, tetapi juga senjata serangan balik, seperti yang terjadi pada kasus ini.
Sampai berita ini ditulis, belum ada pernyataan resmi dari pihak Google terkait review bombing yang terjadi di dua tempat ikonik tersebut. Umumnya, Google akan melakukan pembersihan atau penangguhan ulasan massal yang dianggap tidak valid atau tidak relevan, namun proses ini bisa memakan waktu.
Terlepas dari drama rating ini, para wisatawan dan netizen diimbau untuk menggunakan fitur review secara bertanggung jawab. Memberikan penilaian seharusnya didasarkan pada pengalaman pribadi yang autentik, bukan untuk melampiaskan kemarahan akibat insiden di luar kendali.
Kisruh digital antara dua negara ini menjadi bukti bahwa di era internet, perang opini bisa terjadi tanpa batas geografis, hanya dengan satu klik di kolom review.