Patwal Dinilai Bikin Tambah Stres Pengguna Jalan, Pejabat Diminta Naik Transportasi Umum
Tanggal: 28 Jan 2025 12:03 wib.
Tampang.com | Layanan patroli dan pengawalan (patwal) bagi pejabat negara kembali menjadi sorotan publik. Patwal sering kali dianggap sebagai biang kerok kemacetan, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta. Tidak sedikit pengguna jalan yang mengeluhkan keberadaan iring-iringan kendaraan pejabat yang membuat lalu lintas semakin padat dan menambah stres di jalan raya.
Menurut Djoko Setijowarno, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), layanan patwal yang diberikan kepada pejabat di luar presiden dan wakil presiden dinilai tidak perlu. Dalam pandangannya, penggunaan patwal justru memberikan dampak negatif terhadap kenyamanan pengguna jalan lain dan menciptakan ketimpangan dalam penggunaan ruang publik.
Patwal dan Kemacetan di Jakarta
Djoko menjelaskan bahwa Jakarta, sebagai ibu kota negara, sudah cukup padat dengan berbagai aktivitas dan kendaraan pribadi yang memenuhi jalan. Penambahan iring-iringan patwal yang memprioritaskan pejabat tertentu malah memperparah situasi tersebut.
“Penggunaan patwal, terutama untuk pejabat yang tidak terlalu mendesak, justru membuat jalan makin macet. Pengguna jalan lain harus menepi dan mengalah, sementara pejabat yang seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat malah membuat perjalanan mereka menjadi lebih sulit,” ujar Djoko.
Ia juga menambahkan bahwa layanan patwal sering kali menimbulkan frustrasi dan ketegangan di kalangan pengguna jalan. Klakson sirine, jalan yang ditutup sementara, dan kecepatan tinggi iring-iringan membuat pengemudi lain merasa tidak nyaman dan terpinggirkan.
Usulan Penggunaan Transportasi Umum untuk Pejabat
Sebagai solusi, Djoko mengusulkan agar pejabat negara membiasakan diri menggunakan angkutan umum, terutama di kota besar seperti Jakarta yang memiliki jaringan transportasi publik yang semakin baik. Dengan menggunakan transportasi umum, pejabat dapat memberikan contoh positif kepada masyarakat serta mengurangi beban lalu lintas.
“Para pejabat harus mulai membiasakan diri menggunakan transportasi umum seperti MRT, LRT, atau TransJakarta. Selain lebih hemat, ini juga akan membantu mengurangi kemacetan dan memberikan contoh kepada masyarakat tentang pentingnya menggunakan angkutan umum,” lanjut Djoko.
Menurut Djoko, langkah ini akan memberikan banyak manfaat, termasuk meningkatkan efisiensi perjalanan pejabat dan mengurangi beban kerja petugas yang harus mengawal mereka. Ia juga menegaskan bahwa pejabat negara, selain presiden dan wakil presiden, sebenarnya tidak memerlukan layanan patwal.
“Prioritas penggunaan patwal sebaiknya diberikan hanya kepada presiden dan wakil presiden, sementara pejabat lainnya bisa beradaptasi dengan kondisi lalu lintas seperti masyarakat umum,” katanya.
Respon Masyarakat dan Media Sosial
Pernyataan Djoko Setijowarno ini menuai beragam tanggapan di media sosial. Banyak warganet yang setuju dengan usulan agar pejabat mulai menggunakan transportasi umum. Mereka merasa pejabat harus merasakan pengalaman sehari-hari masyarakat agar lebih memahami kondisi sebenarnya di lapangan.
“Saya setuju! Kalau pejabat naik MRT atau bus, mereka bisa lihat langsung bagaimana kondisi transportasi kita. Jangan hanya memanfaatkan patwal dan bikin jalan makin macet,” tulis seorang pengguna Twitter.
Namun, ada juga yang mempertanyakan apakah pejabat bersedia meninggalkan kenyamanan kendaraan pribadi mereka dan beralih ke transportasi umum. Beberapa warganet pesimistis bahwa usulan ini dapat diterapkan secara nyata.
Meningkatkan Kesadaran Publik dan Pemerintah
Djoko menekankan bahwa penggunaan transportasi umum oleh pejabat tidak hanya sebagai solusi kemacetan, tetapi juga sebagai bentuk tanggung jawab moral untuk memberikan teladan kepada masyarakat. Selain itu, langkah ini juga dapat mendorong pemerintah untuk terus meningkatkan kualitas dan aksesibilitas transportasi publik.
“Kita harus mulai dari diri sendiri. Pejabat negara seharusnya menjadi role model dalam upaya mengatasi masalah transportasi di perkotaan,” pungkas Djoko.
Layanan patwal bagi pejabat memang sering kali menjadi polemik, terutama di kota besar seperti Jakarta yang sudah penuh sesak oleh kendaraan. Usulan untuk mengurangi layanan patwal dan mengganti kebiasaan menggunakan kendaraan pribadi dengan transportasi umum patut dipertimbangkan.
Jika pejabat dapat memberikan contoh nyata dalam menggunakan transportasi publik, maka masyarakat pun akan semakin percaya bahwa pemerintah serius dalam menangani masalah kemacetan. Langkah ini juga menunjukkan empati dan solidaritas pejabat terhadap masyarakat yang setiap hari menghadapi tantangan di jalan raya.