Ngaku Polisi, Penipu Minta Rp 5 Juta Untuk Biaya Investigasi Penyebab Kebakaran Pasar
Tanggal: 13 Mei 2025 23:45 wib.
Kebakaran yang terjadi di Pasar Desa Mojoduwur pada 9 Mei 2025 menyisakan duka dan kerugian bagi para pedagang. Namun, kejadian tragis ini ternyata juga dimanfaatkan oleh oknum penipu yang mengaku sebagai polisi. Hanya sehari setelah kebakaran, pelaku melakukan aksinya dengan meminta uang sebesar Rp 5 juta kepada kepala pasar dengan dalih untuk biaya investigasi penyebab kebakaran tersebut.
Kepala Desa Mojoduwur, Imam Baihaqi, menerima telepon dari nomor yang tidak dikenal. Di ujung telepon, seseorang yang mengaku sebagai kepala satuan dari Polres Jombang meminta agar kepala pasar menyerahkan uang tersebut. Pelaku dengan cerdik menyusun narasi bahwa uang tersebut diperlukan untuk mendanai penyelidikan mengenai penyebab kebakaran yang melanda pasar. Taktik ini menggunakan situasi darurat dan ketidakpastian yang ditimbulkan oleh kebakaran untuk menekan kepala pasar dalam pengambilan keputusan.
Keberanian pelaku untuk mengaku sebagai aparat penegak hukum jelas menunjukkan bahwa dia tidak hanya berniat mengeksploitasi situasi tetapi juga berusaha menghadirkan diri sebagai sosok yang dapat diandalkan. Dalam situasi pasca-kebakaran, di mana para pedagang masih menderita kerugian dan kebingungan, banyak yang mungkin merasa tertekan dan lebih mudah percaya pada klaim-klaim yang dibuat oleh penipu tersebut.
Beruntung, kepala pasar yang menerima telepon tersebut tidak langsung terperdaya. Sebelum mengambil tindakan lebih lanjut, dia melaporkan kejadian ini kepada aparat kepolisian yang sebenarnya. Pihak kepolisian pun segera bertindak cepat untuk menelusuri identitas dari pelaku yang mengaku sebagai polisi ini. Upaya pencarian informasi yang lebih mendalam dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada pihak lain yang menjadi korban dari penipuan serupa.
Kebakaran pasar di Desa Mojoduwur memang menjadi sorotan, baik oleh warga setempat maupun pihak berwenang. Situasi ini membuka peluang bagi penipu untuk beraksi, memanfaatkan ketidakpastian dan kepanikan masyarakat. Penipuan dengan modus mengaku polisi adalah praktik yang semakin marak dan menjadi keprihatinan di banyak daerah. Hal ini menuntut kewaspadaan dari masyarakat dalam menerima informasi, terutama ketika informasi tersebut datang dari nomor yang tidak dikenal.
Modus operandi seperti ini sering kali menggunakan pendekatan psikologis untuk menakut-nakuti korban agar cepat memberikan apa yang diminta pelaku. Dalam kasus di Mojoduwur, permintaan uang dengan dalih untuk investigasi dijadikan sarana bagi penipu untuk meraup keuntungan secara ilegal.
Pihak Kepolisian Jombang pun menghimbau masyarakat agar lebih berhati-hati terhadap telepon atau komunikasi dari pihak yang tidak dikenal, terutama yang meminta uang dengan dalih tertentu. Sosialisasi mengenai penipuan seperti ini harus ditingkatkan agar masyarakat sadar akan adanya modus-modus penipuan yang semakin bervariasi. Dari kasus ini, jelas terlihat bahwa penipuan dapat terjadi kapan saja dan di mana saja, bahkan dalam situasi yang mengakibatkan kepedihan dan kerugian bagi masyarakat.
Kejadian ini adalah pengingat bahwa masyarakat perlu waspada dan kritis terhadap setiap permintaan yang tidak biasa, terutama ketika ditujukan kepada situasi darurat. Penipuan yang mengaku sebagai polisi hanya salah satu dari sekian banyak praktik penipuan yang masih marak dan menunggu kesempatan untuk beraksi. Masyarakat sangat diharapkan untuk selalu melaporkan setiap tindakan mencurigakan kepada pihak berwajib agar penipuan tidak merajalela.