Sumber foto: Google

Negara Ini Terlilit Utang Rp218 T, Presidennya Bingung Mau Bayar Pakai Apa

Tanggal: 23 Jun 2025 11:42 wib.
Bolivia kini tengah berjuang melawan krisis ekonomi berisiko gagal membayar utang luar negeri mereka. Hal ini menjadi perhatian utama, terutama setelah utang negara tersebut tembus US$ 13,3 miliar atau setara Rp 218,06 triliun (kurs Rp 16.396/dolar AS). Besaran utang ini mewakili lebih dari 37% dari pendapatan nasional bruto Bolivia, sebuah angka yang memprihatinkan dan menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat.

Utang Bolivia sebagian besar berasal dari lembaga keuangan internasional seperti Bank Pembangunan Inter-Amerika, Bank Pembangunan Amerika Latin dan Karibia (CAF), Bank Dunia, serta pinjaman dari China. Pinjaman tersebut awalnya diharapkan dapat membantu mendanai proyek pembangunan dan infrastruktur, namun kini justru menjadi beban berat bagi perekonomian negara.

Tepatnya, utang ini sudah mulai mengancam stabilitas ekonomi Bolivia, yang mengalami pertumbuhan yang lambat pasca pandemi COVID-19. Masyarakat kini merasakan dampak dari berbagai langkah penghematan yang diambil pemerintah, menciptakan keresahan sosial yang semakin meningkat. Tandanya, keinginan rakyat untuk mendapatkan perbaikan kehidupan sehari-hari terhambat oleh utang yang menggantung di leher negara.

Presiden Bolivia kini berada di posisi sulit. Dalam sebuah wawancara, ia mengungkapkan kebingungannya dalam menentukan langkah strategis untuk menyelesaikan masalah utang ini. "Kami perlu menemukan cara untuk membayar utang ini tanpa menambah beban kepada rakyat. Namun, opsi-opsi yang kami miliki sangat terbatas," katanya. Ini menunjukkan betapa rumitnya situasi ini, baik secara ekonomi maupun sosial.

Sejarah mencatat bahwa negara ini pernah mengalami kegagalan bayar utang pada tahun 1984, suatu momen kelam yang menyebabkan krisis di mana banyak orang kehilangan pekerjaan, dan daya beli masyarakat melorot. Sebuah sejarah yang membuat banyak orang khawatir bahwa Bolivia bisa terjerumus kembali ke dalam kondisi serupa. Oleh karena itu, masyarakat berharap pemerintah dapat menemukan solusi yang tepat dan tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Bolivia berstatus sebagai negara dengan pertumbuhan yang bervariasi. Dalam beberapa tahun terakhir, laju pertumbuhan ekonomi menjadi lambat di tengah berbagai kesulitan yang dihadapi, termasuk konflik sosial dan ketidakstabilan. Banyak faktor yang menyebabkan ini, mulai dari krisis pandemi hingga ketergantungan pada komoditas yang fluktuatif di pasar global. Ini menambahkan lapisan kompleksitas dalam upaya pemerintah untuk mengatasi utang yang menumpuk.

Berkaca pada pengalaman negara-negara lain yang pernah mengalami krisis utang, langkah-langkah yang ditempuh Bolivia bisa sangat berisiko. Beberapa negara memilih untuk merestrukturisasi utang mereka, tetapi langkah ini sering kali diiringi dengan persyaratan yang ketat dari kreditor. Kemungkinan ini tentu saja menjadi perhatian bagi rakyat yang sudah merasa tertekan oleh kondisi ekonomi saat ini.

Ketika mempertimbangkan pilihan, pemerintah Bolivia dihadapkan pada tantangan untuk meningkatkan pendapatan nasional tanpa membebani masyarakat dengan pajak yang lebih tinggi. Situasi ini menuntut kreativitas dalam menciptakan solusi jangka pendek dan jangka panjang untuk memulihkan ekonomi yang sedang bergelut. Pengelolaan keuangan publik dan kebijakan investasi yang cermat menjadi kunci untuk mengatasi krisis ini.

Penting untuk dicatat bahwa perjuangan Bolivia dalam menghadapi krisis utang sangat relevan di tengah konteks global yang semakin mengkhawatirkan. Kejadian ini tidak hanya berdampak pada negara, tetapi juga berpotensi mempengaruhi stabilitas ekonomi di kawasan Amerika Latin. Hal ini menjadi tantangan besar tidak hanya bagi pemerintah Bolivia tetapi juga bagi masyarakat internasional yang memantau situasi ini dengan seksama.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved