Sumber foto: iStock

Musim Panas Terpanas Sejak Era Yesus: Sinyal Kiamat Iklim yang Semakin Nyata?

Tanggal: 23 Jun 2025 11:44 wib.
Musim panas tahun 2023 dinyatakan sebagai yang terpanas sepanjang sejarah modern manusia, bahkan melebihi panasnya suhu global dalam kurun waktu dua milenium terakhir. Temuan ini berasal dari sebuah studi ilmiah yang memberikan peringatan serius tentang semakin parahnya krisis iklim yang dihadapi dunia saat ini.

Penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan iklim Ulf Büntgen dari University of Cambridge dan timnya menggunakan metode berbeda untuk menelusuri sejarah suhu bumi. Mereka tidak hanya mengandalkan catatan suhu dari satelit—yang baru tersedia sejak sekitar 50 tahun lalu—atau catatan suhu tahunan yang baru tercatat sejak tahun 1850. Alih-alih, mereka memanfaatkan lingkaran pertumbuhan pohon (tree rings) sebagai sumber data iklim jangka panjang.

Lingkaran pohon ini mencatat kondisi lingkungan yang dialami oleh pohon setiap tahunnya. Dengan menganalisis ribuan data dari berbagai lokasi, para peneliti dapat menyusun kembali histori suhu global secara tahunan selama 2.000 tahun ke belakang. Hasilnya mencengangkan: musim panas 2023 adalah yang paling panas setidaknya dalam dua milenium terakhir, termasuk dibandingkan dengan periode kelahiran Yesus Kristus.

Jejak Pemanasan Global dalam Lingkar Pohon

Ukuran lingkaran pohon dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, termasuk suhu dan ketersediaan air. Di daerah dengan curah hujan stabil, perubahan suhu dari tahun ke tahun akan lebih mudah terbaca dari variasi lingkaran ini. Büntgen dan timnya menggunakan data tersebut untuk merekonstruksi suhu musim panas global dari tahun ke tahun.

Menurut hasil studi mereka, tahun 536 tercatat sebagai tahun dengan suhu musim panas terendah dalam 2.000 tahun terakhir. Saat itu, suhu global berada hampir 4 derajat lebih rendah dibandingkan dengan musim panas tahun 2023. Sementara itu, jika dibandingkan dengan masa sebelum revolusi industri (sekitar tahun 1850–1900), suhu musim panas 2023 tercatat naik lebih dari 2 derajat Celcius—tepatnya 2,2°C menurut data Büntgen.

Koreksi Atas Data Iklim yang Selama Ini Dandalkan

Data suhu yang digunakan dalam Perjanjian Paris tahun 2015 selama ini menyebutkan bahwa pemanasan global sejak era pra-industri mencapai 1,52°C pada 2023. Namun, hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa estimasi tersebut terlalu rendah. Perbedaan 2,2°C dari masa pra-industri mengisyaratkan bahwa target batas aman 1,5°C sudah terlampaui, dan dampaknya jauh lebih besar dari yang selama ini diprediksi oleh kebijakan internasional.

Penelitian ini sekaligus memperkuat kekhawatiran bahwa bencana iklim besar seperti gelombang panas ekstrem, kekeringan berkepanjangan, hingga krisis pangan dan air bisa terjadi lebih cepat dari yang dibayangkan sebelumnya.

Pengaruh Gas Rumah Kaca dan El Niño

Menurut peneliti lain dalam tim tersebut, Jan Esper dari Johannes Gutenberg University Mainz, perubahan iklim yang terjadi saat ini tidak hanya bagian dari siklus alamiah. Esper menegaskan bahwa musim panas 2023 yang sangat ekstrem merupakan gabungan dari dua faktor besar: penumpukan gas rumah kaca akibat aktivitas manusia dan fenomena iklim El Niño.

Gabungan keduanya menciptakan rekor suhu tinggi yang memecahkan semua catatan sejarah iklim sebelumnya. Dampaknya pun nyata: banyak wilayah di dunia mengalami kekeringan, kebakaran hutan besar-besaran, gelombang panas yang mematikan, dan ancaman kerusakan permanen pada ekosistem.

Alarm Kiamat Iklim Semakin Nyaring

Temuan Büntgen memberikan pesan kuat bahwa perubahan iklim saat ini bukan lagi ancaman masa depan, tetapi realitas yang tengah terjadi. Jika tidak segera diambil langkah-langkah radikal untuk mengurangi emisi karbon dan polusi udara lainnya, maka masa depan manusia akan menghadapi konsekuensi yang jauh lebih mengerikan.

Peristiwa musim panas 2023 menjadi semacam titik balik dalam sejarah iklim. Ketika data suhu yang direkonstruksi dari pohon-pohon yang berumur ratusan tahun menyatakan bahwa bumi belum pernah sepanas ini selama 2.000 tahun terakhir, maka tak ada lagi alasan untuk menunda aksi iklim.

Dunia internasional kini dihadapkan pada pilihan sulit: melanjutkan gaya hidup dan konsumsi bahan bakar fosil seperti sekarang, atau berkomitmen kuat untuk transisi energi bersih dan berkelanjutan.

Mengapa Temuan Ini Penting?



Validasi sejarah panjang: Studi ini memperluas pemahaman manusia terhadap sejarah suhu bumi jauh sebelum era digital.


Kritik terhadap metode pemantauan suhu konvensional: Mengingat data satelit baru tersedia sejak abad ke-20, hasil dari pohon membuka wawasan baru yang lebih panjang dan dalam.


Mempercepat urgensi aksi iklim: Target iklim global kini harus disesuaikan dengan realita terbaru, bukan hanya berdasarkan proyeksi konservatif.



Musim panas 2023 tak hanya sekadar panas luar biasa. Ia adalah pertanda serius bahwa bumi sedang berada dalam krisis yang tak bisa ditunda lagi penyelesaiannya. Jika kita tak segera merespons dengan pengurangan emisi yang drastis dan perubahan sistemik global, musim-musim berikutnya bisa lebih mematikan dan menghancurkan peradaban manusia itu sendiri.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved