Misteri “Kuburan di Langit”: Fakta Tragis di Balik Keindahan Gunung Everest yang Jarang Diketahui
Tanggal: 30 Jun 2025 10:10 wib.
Gunung Everest, nama yang menggema sebagai simbol keagungan alam sekaligus tantangan ekstrem, selalu menarik perhatian para petualang dari seluruh dunia. Berdiri megah di perbatasan antara Nepal dan Tibet, wilayah otonomi di China, puncak tertinggi Bumi ini menawarkan pemandangan yang luar biasa, sekaligus menyimpan kisah tragis yang tak banyak diketahui publik.
Meski tampak menakjubkan, Everest menyimpan sisi kelam: ia juga dijuluki sebagai “kuburan terbuka tertinggi di dunia”. Hingga akhir tahun 2024, lebih dari 335 orang tercatat meninggal saat mencoba mendaki atau menuruni gunung tersebut. Risiko besar, cuaca ekstrem, dan medan berbahaya menjadikan perjalanan ke puncak Everest bukan sekadar soal ambisi, tapi juga menyangkut nyawa.
Kematian di Jalur Pendakian: Fakta yang Tak Terelakkan
Fenomena mayat yang terbujur kaku di sepanjang jalur pendakian Everest bukanlah hal asing bagi para pendaki berpengalaman. Elia Saikaly, seorang sutradara film dokumenter yang pernah mengabadikan kehidupan di Everest, menyebutkan bahwa pemandangan kematian di gunung ini sangat mencengangkan. Ia bahkan menyebut Everest sebagai tempat yang penuh dengan antrean panjang, kekacauan, dan tubuh-tubuh tak bernyawa.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa jenazah para pendaki tidak segera dievakuasi?
Proses Evakuasi: Sulit, Mahal, dan Berisiko
Jawaban atas pertanyaan tersebut sangat masuk akal—karena biaya dan risiko nyawa yang sangat tinggi. Mengutip laporan dari Business Insider, untuk mengevakuasi satu jenazah dari Everest, dibutuhkan biaya yang sangat besar, bisa mencapai US$70.000 atau lebih dari Rp1 miliar. Jumlah tersebut mencakup logistik, tenaga sherpa, helikopter jika memungkinkan, serta perlengkapan khusus.
Namun, bukan hanya soal uang. Medan ekstrem dan cuaca yang tidak menentu membuat proses pemulangan jenazah sangat berbahaya. Bahkan pada tahun 1984, dua pendaki asal Nepal kehilangan nyawa saat mencoba menurunkan tubuh pendaki lain. Sejak saat itu, banyak tim penyelamat lebih memilih untuk tidak mengambil risiko tambahan, dan memilih membiarkan jenazah di tempat mereka terakhir ditemukan.
Kisah Tragis yang Jadi Penanda Jalur
Lhakpa Sherpa, pendaki wanita legendaris yang memegang rekor dunia sebagai perempuan dengan jumlah pendakian Everest terbanyak, mengungkapkan bahwa dalam satu perjalanan menuju puncak pada tahun 2018, ia menyaksikan tujuh jasad pendaki yang tergeletak di sepanjang rute. Mayat-mayat tersebut kini seolah menjadi penanda jalur alami bagi para pendaki lainnya.
Salah satu kisah paling terkenal adalah mengenai sosok yang dijuluki “Green Boots”. Jenazah ini diyakini merupakan tubuh seorang pendaki India bernama Tsewang Paljor, yang meninggal dalam ekspedisi pada tahun 1996. Tubuhnya ditemukan di dalam sebuah gua kecil di ketinggian sekitar 8.500 meter di atas permukaan laut, hanya beberapa ratus meter dari puncak. Sepatu bot hijau mencolok yang dikenakannya membuatnya dikenal luas dan dikenang oleh banyak pendaki.
Everest: Antara Kebanggaan dan Ancaman Nyawa
Pendakian ke Everest kerap dianggap sebagai puncak pencapaian hidup bagi banyak orang. Namun, medan yang keras, suhu ekstrem, serta ketinggian yang menguras oksigen menjadikannya medan yang sangat mematikan. Setiap tahun, ratusan orang mencoba mencapai atap dunia ini, namun tidak semuanya kembali hidup.
Tidak sedikit yang tersesat, jatuh karena kelelahan, terkena serangan frostbite, atau mengalami penyakit ketinggian akut seperti HAPE (High Altitude Pulmonary Edema) atau HACE (High Altitude Cerebral Edema). Bahkan, kesalahan kecil atau keputusan yang terlambat bisa mengubah ekspedisi menjadi tragedi.
Dalam ekspedisi di zona yang disebut “death zone”—area di atas 8.000 meter—kondisi tubuh manusia perlahan-lahan mulai gagal menjalankan fungsinya. Di sini, tubuh mulai kekurangan oksigen, sistem imun melemah, dan pendaki menghadapi tantangan mental serta fisik yang sangat berat. Oleh karena itu, keberhasilan mencapai puncak tidak menjamin keselamatan saat menuruni gunung.
Everest: Refleksi Tentang Risiko dan Ketangguhan Manusia
Gunung Everest bukan hanya tempat yang menyajikan keindahan alam luar biasa, tapi juga menjadi simbol kekuatan, kegigihan, dan konsekuensi. Setiap pendaki yang mencapai puncak membawa cerita heroik, namun sebagian lainnya membawa kisah duka. Mereka yang tidak kembali hidup menjadi bagian dari sejarah Everest, mengingatkan dunia bahwa alam semesta tidak bisa ditaklukkan begitu saja.
Mereka yang ingin menantang batas di Everest harus memahami bahwa pendakian ini bukan sekadar tentang mendaki naik, tetapi juga tentang kemampuan bertahan dan kembali pulang dengan selamat. Sebab, di puncak tertinggi dunia itu, kesalahan kecil bisa berujung pada hilangnya nyawa.
Kesimpulan: Everest, Keindahan yang Penuh Harga
Gunung Everest akan selalu menjadi magnet bagi mereka yang mengejar petualangan dan pencapaian luar biasa. Namun di balik megahnya salju abadi, tersimpan kenyataan pahit yang perlu diketahui: bahwa setiap langkah menuju puncak selalu diiringi oleh potensi risiko yang nyata dan tak termaafkan.