Mengapa Orang Indonesia Tidak Fasih Berbahasa Belanda? Ini Alasannya
Tanggal: 2 Des 2024 19:21 wib.
Indonesia, Malaysia, dan Singapura, merupakan negara bekas jajahan bangsa lain. Malaysia dan Singapura merupakan bekas jajahan Inggris, sementara Indonesia merupakan bekas jajahan Belanda. Penjajahan ini meninggalkan berbagai pengaruh dalam aspek hukum, politik, mentalitas, kebudayaan, dan bahasa.
Meskipun Indonesia dijajah oleh Belanda selama berabad-abad, hampir seluruh masyarakat Indonesia tidak bisa berbahasa Belanda. Hal ini berbeda dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, meskipun juga pernah dijajah oleh Inggris, namun penduduknya memiliki kefasihan dalam berbahasa Inggris.
Indonesia tetap memiliki pengaruh bahasa Belanda, terutama dalam bentuk kata serapan seperti gordijn menjadi gorden, bioscoop menjadi bioskop, dan kantoor menjadi kantor. Namun, mengapa masyarakat Indonesia tidak mampu berbahasa Belanda?
Perbedaan corak kolonialisme antara Belanda dan Inggris menjadi sebuah alasannya. Kolonialisasi Inggris sengaja melakukan "invasi" kultural Barat ke masyarakat Melayu, sehingga kebudayaan lokal tercampur dengan kebudayaan barat atau bahkan menghilang. Dampaknya, orang Melayu cukup pandai berbahasa Inggris.
Sementara Belanda tidak melakukan hal yang sama kepada penduduk Indonesia. Kolonialisme Belanda tidak mendorong kefasihan berbahasa Belanda di kalangan masyarakat Indonesia. Menurut peneliti sejarah dari Nanyang Technological University, Christopher Reinhart, Belanda bersikap berbeda terhadap kebudayaan lokal dengan dua alasan utama.
Pertama, dalam struktur kolonialisme Belanda, orang Belanda dan masyarakat lokal ditempatkan dalam struktur yang berbeda. Orang Belanda menganggap diri mereka sebagai kelas paling atas, sementara penduduk lokal ditempatkan di kelas paling bawah.
Orang Belanda menganggap yang terbaik adalah mempertahankan struktur tersebut, tidak merusak struktur tersebut dengan menyebarkan kebudayaan serupa, yang akan menghilangkan perbedaan tersebut.
Kedua, Belanda melihat perspektif eksploitasi ekonomi sebagai ciri negara kolonial. Mereka lebih fokus pada aspek ekonomi dan tidak terlalu memperhatikan penyebaran kebudayaan. Dua sikap tersebut berlangsung dari fase eksploitasi tanam paksa dari 1830-1900 hingga penerapan politik balas budi di tahun 1900.
Namun, bukan berarti penduduk lokal tidak boleh mengadopsi kebudayaan barat. Belanda juga tidak tertutup terhadap adopsi kebudayaan barat oleh penduduk lokal. Dari alasan-alasan tersebut, bahasa lokal, bahasa Melayu, dan bahasa Indonesia pun tumbuh dan berkembang hingga kini.