Sumber foto: Google

Mahasiswa Pembuat Meme Jokowi dan Prabowo Tak Ditahan Lagi: Kontras Nilai Penangkapan Itu Tunjukan Bahwa Negara Anti Kritik

Tanggal: 13 Mei 2025 23:39 wib.
Mahasiswa yang membuat meme tentang mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden Prabowo Subianto akhirnya tidak ditahan lagi setelah menjalani proses hukum yang cukup panjang. Mahasiswi tersebut ditangkap oleh penyidik pada 7 Mei 2025 dan menghabiskan waktu yang cukup lama dalam tahanan. Keputusan untuk tidak melanjutkan penahanan ini jika dilihat dari konteks hukum, menjadi pembahasan hangat mengenai kebebasan berpendapat di Indonesia.

Penyidik mempertimbangkan penyesalan mahasiswi tersebut dan permohonan maaf yang disampaikan kepada Jokowi dan Prabowo. Dalam permohonan maafnya, “Penangguhan penahanan ini diberikan tentu mendasari pada aspek atau pendekatan kemanusiaan dan memberi kesempatan yang bersangkutan untuk melanjutkan perkuliahannya,” ujar Karopenmas Mabes Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko di Bareskrim Polri, Minggu (11/5/2025) malam. Trunoyudo mengatakan, penyidik juga mempertimbangkan penyesalan mahasiswi tersebut, iktikad baiknya, dan permohonan maaf kepada Presiden ke-7 Joko Widodo dan Presiden Prabowo Subianto.

Mahasiswi tersebut ditahan sejak 7 Mei 2025 setelah ditangkap penyidik. Ia disangkakan dengan pasal-pasal Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Sementara itu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai, polisi melakukan krimininalisasi lantaran menangkap mahasiswi tersebut. “Kasus ini menunjukan bahwa negara anti-kritik,” ucap Kepala Divisi Hukum Kontras Andrie Yunus, Sabtu (10/5/2025). Andrie menyebut, Bareskrim Polri telah menyimpang dari tugasnya sebagai pelindung masyarakat. Pasalnya, penangkapan ini bertentangan dengan hak atas kebebasan berpendapat yang tertulis dalam UUD 1945.

Kasus ini mengangkat isu krusial mengenai bagaimana negara menjawab kritik dari masyarakat, terutama generasi muda yang aktif di media sosial. Dalam era digital saat ini, meme menjadi salah satu bentuk ekspresi yang umum digunakan untuk menyampaikan pendapat. Namun, reaksi dari aparat penegak hukum menunjukkan bahwa ruang untuk bersuara bebas di Indonesia masih dipertanyakan.

Penangkapan mahasiswi ini menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat. Banyak yang beranggapan bahwa tindakan tersebut menunjukkan sikap negara yang anti kritik. Seolah-olah ada ketakutan terhadap suara-suara yang berbeda, terutama bagi mereka yang menggunakan medium baru seperti meme. Di sisi lain, pemerintah harus juga memberikan batasan untuk menjaga ketertiban, terutama ketika kritik tersebut disampaikan dengan cara yang bisa dianggap merendahkan martabat individu.

Di dalam UUD 1945, hak atas kebebasan berpendapat merupakan hak asasi yang dilindungi. Namun, dalam praktiknya, hak tersebut sering kali terhambat oleh berbagai kebijakan yang menganggap kritik sebagai tindakan yang bisa memicu ketidakstabilan. Hal ini menunjukkan bahwa ada ketidaksesuaian antara deklarasi kebebasan berpendapat dan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari. Penangkapan mahasiswi ini, meskipun akhirnya tidak berlanjut, menjadi simbol dari kompleksitas situasi ini.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pemerintah dan publik harus mempertimbangkan suatu keseimbangan antara kebebasan berpendapat dan tanggung jawab sosial. Penyesalan yang diungkapkan mahasiswi tersebut bisa memberikan pelajaran berharga tentang dampak dari kebebasan berpendapat dan bagaimana cara menyampaikannya. Selain itu, momen ini bisa mendorong diskusi yang lebih mendalam tentang batasan-batasan yang seharusnya ada dalam berekspresi, tanpa harus mengorbankan hak asasi manusia.

Masyarakat perlu mengedukasi diri mereka tentang pentingnya kebebasan berpendapat dan batasan yang mungkin ada. Dalam konteks ini, penangkapan mahasiswa ini bisa menjadi pemicu untuk meningkatkan kesadaran akan hak-hak civil lainnya yang perlu dilindungi. Dengan demikian, ke depan, diharapkan akan ada pemahaman yang lebih baik mengenai bagaimana negara dapat memberikan ruang bagi setiap individu untuk berpendapat, tanpa harus merasa terancam atau takut akan konsekuensi hukum.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved