KKP Dorong Pembudidayaan Teripang di Tual Maluku
Tanggal: 5 Jun 2024 05:10 wib.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kini mulai mendorong pembudidayaan teripang dengan menetapkan Kota Tual, Maluku Tenggara sebagai Kampung Perikanan Budidaya Teripang pertama di Indonesia. Langkah ini diambil untuk memberikan fasilitas kepada kelompok nelayan dan mengembangkan potensi besar yang dimiliki oleh Kota Tual dalam produksi komoditas teripang.
Menurut Penyuluh Perikanan KKP, Frits Ricardo, Kota Tual memiliki potensi yang signifikan dalam mengembangkan komoditas teripang. Namun, sebelumnya tidak ada praktik budidaya teripang, sehingga panen teripang hanya tergantung pada musim.
"Faktanya, dengan adanya budidaya teripang, kita dapat meningkatkan hasil tangkapan dan memperbesar ukuran teripang yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Selain itu, praktik budidaya ini tidak terpengaruh oleh musim serta waktu, karena kita bisa menyesuaikan jenis teripang yang akan dibudidayakan," ujar Frits Ricardo di Kota Tual, Maluku, Selasa.
KKP secara aktif terlibat dalam pendampingan budidaya teripang di Desa Taar, Pulau Dullah Selatan, Kota Tual, serta menyediakan sarana dan prasarana mulai dari alat transportasi hingga waring. Dalam hal ini, KKP memberikan penyuluhan kepada masyarakat pesisir Desa Taar tentang pentingnya praktik budidaya teripang yang dapat dilakukan secara mandiri.
Menariknya, tidak hanya nelayan perorangan, Desa Taar juga terdapat beberapa kelompok budidaya teripang, salah satunya adalah kelompok Salterai yang secara berkelanjutan menyebar 1.000 benih setiap tiga bulan sekali.
Pendamping kelompok Salterai, Pitjont Tomatala, menjelaskan bahwa kelompok ini aktif dalam praktik budidaya teripang mulai dari pemeliharaan benih hingga proses panen. Pitjont menekankan pentingnya perlunya pembudidayaan teripang untuk menjaga populasi karena praktik penangkapan yang tidak berkesinambungan.
Lebih jauh, Pitjont menjelaskan bahwa nilai jual teripang cukup tinggi. Untuk teripang berkualitas baik, harga jualnya berkisar antara Rp1,3 juta hingga Rp1,8 juta per kilogram. Sedangkan untuk teripang dengan kualitas lebih rendah, harganya berkisar antara Rp300 ribu hingga Rp400 ribu per kilogram.
"Saat ini, proses penjualan teripang hanya terbatas pada tahap pengumpulan. Namun, kami berharap dengan Kampung Budidaya Teripang, dapat terjadi peningkatan ekspor teripang tidak hanya ke pengumpul, tetapi juga ke luar daerah seperti Jawa. Dan jika ini berhasil, maka kegiatan ekspor teripang dari Maluku dapat terus berlanjut," ucap Pitjont.
Pitjont juga berharap bahwa kelompok nelayan Salterai dapat mengembangkan teknologi untuk mempercepat pertumbuhan teripang di perairan Desa Taar. Dengan demikian, praktik budidaya teripang dapat lebih berkembang dan mampu meningkatkan ekspor.
"Dalam praktik budidaya teripang, kami sudah siap dengan sistem yang ada, namun tantangannya adalah bagaimana mempercepat pertumbuhan teripang di lapangan. Biasanya, teripang membutuhkan waktu tumbuh 8-14 bulan sebelum dapat dipanen. Oleh karena itu, kami berharap dapat melakukan rekayasa teknologi agar pertumbuhan teripang lebih cepat," ujar Pitjont.