Sumber foto: iStock

Kisah Jannus Theodorus Bik: Miliarder Batavia yang Bingung Mewariskan Hartanya

Tanggal: 8 Jun 2025 18:31 wib.
Jannus Theodorus Bik (1796–1875) merupakan salah satu tokoh terkaya di Batavia, yang kini dikenal sebagai Jakarta. Sebagai seorang perantau asal Belanda, perjalanan hidupnya di Hindia Belanda penuh dengan pencapaian gemilang, terutama di bidang seni dan investasi properti. Namun, di balik kesuksesannya, Jannus menghadapi dilema besar: kepada siapa ia akan mewariskan kekayaannya yang melimpah, mengingat ia tidak memiliki keturunan langsung.

Awal Perjalanan di Batavia

Pada awal dekade 1810-an, Jannus bersama kakaknya, Andrianus Johannes Bik, memutuskan merantau ke Batavia dengan harapan memperbaiki nasib. Bakat seni Jannus membawanya bekerja sebagai pelukis untuk pemerintah Hindia Belanda. Keahliannya dalam melukis membuatnya menjadi figur penting di komunitas seni saat itu. Bahkan, maestro seni Indonesia, Raden Saleh, tercatat pernah berguru langsung padanya. cnbcindonesia.com

Strategi Investasi dan Akumulasi Kekayaan

Selain mengandalkan pendapatan dari melukis, Jannus menunjukkan kecerdasan finansial dengan menginvestasikan penghasilannya pada sektor properti. Ia membeli berbagai lahan strategis di Batavia, seperti di Tanah Abang, Pondok Gede, Cilebut, Ciluar, hingga Cisarua. Lahan-lahan tersebut dimanfaatkan untuk perkebunan padi, kopi, dan teh, yang semakin menambah pundi-pundi kekayaannya.

Pernikahan dan Tantangan Pewarisan

Pada era 1840-an, Jannus menikahi Wilhelmina Reynira Martens, seorang janda dari pengusaha sukses Van Riemswijk. Pernikahan ini semakin memperkokoh posisi finansialnya. Namun, kebahagiaan mereka tidak lengkap karena tidak dikaruniai anak. Situasi ini menimbulkan kebingungan bagi Jannus mengenai siapa yang layak menerima warisan hartanya.

Keputusan Mewariskan Harta kepada Keponakan

Menjelang akhir hayatnya pada 1870-an, Jannus memutuskan untuk mewariskan kekayaannya kepada dua keponakannya, Bruno dan Jan Martinus, yang merupakan anak dari adiknya. Pada saat itu, keduanya masih berusia 30-an tahun. Warisan yang mereka terima bukanlah jumlah kecil; mereka mendapatkan tanah di Cisarua seluas 17.500 bau atau sekitar 14.000 hektare. Bruno mengelola 9.000 bau, sementara sisanya dikelola oleh Jan Martinus. insertlive.com

Pengelolaan Tanah Warisan oleh Bruno dan Jan Martinus

Di bawah pengelolaan Bruno dan Jan Martinus, lahan warisan tersebut berkembang pesat. Bruno dikenal sebagai sosok yang membiarkan petani lokal mengelola lahan tanpa tekanan, asalkan kerja sama tersebut saling menguntungkan. Ia juga dikenal dermawan, aktif dalam kegiatan sosial, dan memilih tidak membuka hutan secara masif untuk perluasan lahan. Kontribusinya dalam pembangunan fasilitas umum, seperti rumah sakit dan masjid, membuatnya dihormati masyarakat lokal sebagai "orang Belanda yang baik hati."

Akhir Perjalanan dan Warisan yang Berlanjut

Selama 50 tahun, Bruno dan Jan Martinus mengelola tanah di Cisarua. Bruno wafat pada 31 Maret 1921, disusul oleh Jan Martinus lima tahun kemudian, tepatnya pada 15 Maret 1926. Setelah kepergian mereka, lahan tersebut dilanjutkan pengelolaannya oleh keturunan mereka sebelum akhirnya dijual ke berbagai pihak. cnbcindonesia.com

Kisah Jannus Theodorus Bik memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya perencanaan pewarisan harta, terutama bagi mereka yang tidak memiliki keturunan langsung. Keputusan bijaknya dalam memilih penerus dan strategi pengelolaan aset yang dilakukan oleh keponakannya menunjukkan bagaimana warisan dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan banyak pihak.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved