Sumber foto: Pinterest

Kalau Temen Ngelucu Tapi Ngejekin Kamu, Itu Masih Bercanda Nggak?

Tanggal: 17 Apr 2025 08:47 wib.
Kita semua pasti pernah ngalamin momen bareng temen-temen, ketawa bareng, saling lempar candaan. Tapi, pernah gak sih, kamu diem karena gak ikut ketawa? Soalnya, kamu yang jadi bahan lucunya. Dan meski semua orang ngakak, kamu malah nyengir kaku sambil mikir,
“Ini masih bercanda gak sih, atau emang dia beneran ngejek?”

Batas antara candaan dan ejekan itu tipis. Sayangnya, gak semua orang sadar kapan dia udah kelewatan. Buat Gen Z dan remaja, yang kehidupannya sering banget dipenuhi interaksi di dunia nyata dan media sosial, penting banget ngerti soal ini.

1. Bercanda Itu Harus Sama-Sama Ketawa

Prinsip paling dasar dari bercanda yang sehat adalah: semua orang yang terlibat harus bisa ketawa.
Kalau cuma satu pihak yang ketawa, sementara yang jadi bahan justru ngerasa malu, sakit hati, atau terintimidasi—itu udah bukan bercanda. Itu ngejek, bahkan bisa mengarah ke bullying verbal.

Bercanda yang sehat nggak akan bikin orang lain ngerasa kecil, insecure, atau minder sama dirinya sendiri.

2. “Cuma Bercanda, Jangan Baper” Itu Bukan Alasan

Kalimat ini sering banget dipakai buat nutup kesalahan setelah ngejek orang. Padahal, kalau lo harus bilang, “Eh, cuma bercanda kok,” setelah bikin orang lain nggak nyaman—itu artinya lo tahu apa yang lo bilang bisa nyakitin.
Jadi, justru itu bukan pembelaan, tapi bukti bahwa lo sadar dan tetap lanjut.

Dan yang lebih parah, ini bisa bikin korban merasa harus memaafkan dan diem aja, karena takut dibilang "nggak asik", "terlalu sensi", atau "baperan".

3. Tanda-Tanda Candaannya Udah Nggak Sehat

Lo sering jadi bahan olokan dengan topik yang sama (misal: fisik, keluarga, status sosial)

Lo udah bilang gak nyaman, tapi tetap diulang

Lo ngerasa malu, nggak dihargai, atau bahkan takut nongkrong karena takut “dijadikan bahan” lagi

Candaannya sering dilontarkan di depan orang banyak atau di media sosial buat dapet tawa atau likes

Kalau kamu mengalami beberapa dari itu, saatnya mulai pasang batas.

4. Gimana Harusnya Lo Merespons?

Kalau kamu berani, kamu bisa langsung ngomong:

“Eh, gue nggak nyaman sih dijadiin bahan bercanda soal itu.”
“Gue ngerti lo niatnya bercanda, tapi itu nyakitin buat gue.”

Ngomong kayak gini bukan berarti lo gak punya sense of humor. Justru, lo nunjukkin bahwa lo tahu hak lo untuk dihargai.

Kalau belum siap ngomong langsung, kamu bisa mulai dengan membatasi interaksi. Jaga jarak bukan berarti drama—kadang itu bentuk self-respect.

5. Teman yang Baik Akan Minta Maaf, Bukan Ngebela Diri

Teman yang tulus nggak akan ngebela diri dengan bilang, “Ah, lo aja yang sensi.”
Dia akan dengerin, minta maaf, dan mencoba nggak ngulangin. Karena buat orang yang benar-benar peduli, kenyamanan lo lebih penting daripada lucu-lucuan sesaat.

Tapi kalau dia malah ngeledek balik, marah karena lo "ngomelin", atau ngajak yang lain buat ngetawain lo lebih jauh—itu udah bukan candaan, itu perundungan.

6. Candaan Sehat: Ngetawain Situasi, Bukan Menjatuhkan Orang

Kalau lo mau bercanda sama orang lain, coba pakai prinsip ini:

Apakah lo juga mau dijadiin bahan dengan topik yang sama?

Kalau dia diem aja atau senyumnya kaku, apakah lo bakal tetap lanjut?

Apa candaannya menertawakan kejadian atau menjatuhkan kepribadian?

Kita bisa tetap lucu tanpa harus menyakiti. Humor itu seni, bukan alat untuk nunjukin siapa yang lebih "kuat".

 

Bercanda itu bagian dari kehidupan sosial kita. Tapi bercanda yang baik bukan soal siapa paling lucu—melainkan siapa yang tetap bisa lucu tanpa harus melukai.
Kalau kamu merasa gak nyaman dijadiin bahan lelucon, kamu berhak bilang “nggak lucu.” Dan kalau kamu lihat orang lain yang jadi korban candaan toxic, kamu juga bisa bantu dengan gak ikut-ikutan.

Karena, jadi asik nggak harus bikin orang lain tersakiti.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved