Ibunda Dokter Aulia Menangis Ceritakan Kasus Perundungan di Komisi III DPR
Tanggal: 20 Nov 2024 07:46 wib.
Minggu lalu, tangis Nuzmatun pecah saat mengungkapkan pengalamannya terkait proses penanganan kasus perundungan dan pemerasan yang menimpa anaknya, Dokter Aulia Risma Lestari, di hadapan anggota Komisi III DPR RI. Dokter Aulia, adalah seorang peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) di Universitas Diponegoro (Undip) yang meninggal dunia secara tragis. Dugaan kuat bahwa kematian beliau terjadi akibat bunuh diri setelah mengalami tekanan psikologis yang sangat berat akibat perundungan.
Tangisan ibu Dokter Aulia terdengar nyaring di ruang rapat Komisi III DPR RI pada Senin, 18 November 2024. Nuzmatun menggambarkan proses perundungan yang dialami oleh putrinya, yang akhirnya berujung pada kematian tragis Dokter Aulia. Kasus ini menimbulkan kecaman publik terhadap kekerasan dan perundungan yang terjadi di berbagai institusi, termasuk di dunia pendidikan dan profesi kesehatan.
Dalam ungkapannya, Nuzmatun menyampaikan bahwa Dokter Aulia telah menjadi korban perundungan tanpa ampun selama mengikuti pendidikan dokter spesialis di Undip. Ia mengalami intimidasi, pelecehan, dan bahkan pemerasan oleh sesama mahasiswa dan tenaga pendidik di lingkungan tersebut. Semua tekanan psikologis itu membuat beliau merasa terjebak dan tidak mampu lagi menghadapi situasi yang semakin sulit.
Proses penanganan kasus perundungan yang terjadi pada Dokter Aulia juga menjadi sorotan utama dalam pengaduan yang disampaikan Nuzmatun. Ia menilai bahwa pihak universitas dan lembaga terkait tidak mengambil tindakan tegas untuk melindungi putrinya dari tindakan kekerasan tersebut. Oleh karena itu, Nuzmatun menuntut keadilan dan perlindungan bagi korban-korban perundungan lainnya di lingkungan pendidikan dan profesi kesehatan.
Reaksi dari anggota Komisi III DPR RI sangatlah beragam. Beberapa anggota mengecam keras tindakan perundungan yang terjadi di lingkungan akademik, sementara yang lain menyoroti kurangnya perlindungan bagi korban-korban perundungan di Indonesia. Beberapa anggota juga menekankan perlunya pembaharuan kebijakan dan penegakan hukum yang lebih kuat untuk melindungi korban perundungan.
Kematian Dokter Aulia Risma Lestari menjadi momentum penting untuk menyoroti masalah perundungan dan kekerasan di lingkungan pendidikan, terutama dalam konteks pendidikan profesi. Kasus ini juga menunjukkan bahwa efektivitas perlindungan terhadap korban perundungan di Indonesia masih jauh dari memadai.
Tangis ibu Dokter Aulia Risma Lestari di hadapan Komisi III DPR RI menjadi simbol dari penderitaan dan kehancuran yang dialami oleh korban-korban perundungan. Kasus ini harus menjadi panggilan bagi seluruh pihak terkait, termasuk institusi pendidikan dan pemerintah, untuk bersatu dalam memerangi perundungan dan kekerasan di lingkungan pendidikan. Keadilan dan perlindungan bagi korban perundungan harus menjadi prioritas utama dalam membangun lingkungan pendidikan yang aman dan inklusif bagi semua.
Sejalan dengan ungkapan Nuzmatun, memastikan keadilan dan perlindungan bagi korban perundungan adalah tanggung jawab bersama seluruh masyarakat Indonesia. Kematian Dokter Aulia Risma Lestari harus menjadi momentum untuk mengakhiri kekerasan dan perundungan, serta membangun lingkungan pendidikan yang aman dan berkeadilan bagi semua.
Dengan demikian, kasus tragis ini seharusnya menjadi titik balik bagi perubahan yang nyata dalam upaya pencegahan dan penanganan perundungan di lingkungan pendidikan Indonesia. Tangis ibu Dokter Aulia Risma Lestari harus menjadi panggilan bagi kita semua untuk bersatu dan bergerak dalam memberikan perlindungan bagi para korban perundungan, serta mewujudkan lingkungan pendidikan yang lebih baik dan aman bagi generasi masa depan.