Sumber foto: Google

Harga Telur di Amerika Serikat Naik Dua Klai Lipat, Gara-Gara Flu Burung

Tanggal: 13 Feb 2025 20:42 wib.
Harga telur di Amerika Serikat melonjak ke rekor tertinggi akibat wabah flu burung yang masih berlangsung. Pada Januari 2024, harga rata-rata selusin telur mencapai $4,95 atau sekitar Rp 80 ribu. Bahkan, untuk telur organik, harganya bisa mencapai dua kali lipat, yakni sekitar Rp 160 ribu per lusin. Kenaikan harga ini terjadi secara signifikan, terutama setelah periode Natal 2024, dengan rata-rata kenaikan mencapai dua kali lipat dari harga normal.

Wabah flu burung di AS telah menyebabkan pemusnahan lebih dari 158 juta unggas, termasuk ayam petelur. Akibatnya, pasokan telur menurun drastis, yang berujung pada kenaikan harga. Situasi ini semakin diperparah dengan masih meluasnya wabah serta musim migrasi burung liar yang dapat mempercepat penyebaran virus. Dengan kondisi seperti ini, harga telur diperkirakan tidak akan turun dalam waktu dekat.

Departemen Pertanian AS memprediksi bahwa harga telur bisa naik hingga 20% lagi sepanjang tahun ini. Lonjakan harga diperkirakan akan semakin tajam menjelang perayaan Paskah, di mana permintaan terhadap telur meningkat drastis. Konsumen pun harus bersiap menghadapi harga yang lebih tinggi, terutama di tengah ketidakpastian pasokan akibat wabah yang belum mereda.

Selain flu burung, faktor lain yang turut memperburuk kondisi harga telur adalah inflasi dan kenaikan biaya produksi. Biaya pakan dan tenaga kerja yang meningkat turut berkontribusi terhadap lonjakan harga. Tak hanya itu, regulasi ketat terkait telur bebas kandang di beberapa negara bagian juga menambah tekanan bagi industri peternakan. Aturan ini memaksa peternak untuk menerapkan standar kesejahteraan hewan yang lebih tinggi, yang pada akhirnya berdampak pada kenaikan harga produksi dan harga jual telur di pasaran.

Kenaikan harga telur ini memberikan dampak besar bagi masyarakat AS, terutama bagi rumah tangga dengan pendapatan menengah ke bawah. Banyak konsumen yang harus mencari alternatif sumber protein yang lebih terjangkau. Sementara itu, pelaku industri makanan yang sangat bergantung pada telur sebagai bahan baku juga mulai mengalami kesulitan dalam menekan biaya produksi.

Meski situasi masih belum menentu, beberapa langkah mitigasi telah dilakukan untuk mengatasi krisis ini. Pemerintah AS dan para peternak berusaha meningkatkan produksi dengan mempercepat pembiakan ayam petelur baru. Namun, proses ini memerlukan waktu, sehingga solusi jangka pendek masih terbatas. Di sisi lain, beberapa negara bagian juga tengah mempertimbangkan kebijakan impor untuk menstabilkan harga di pasaran.

Dengan berbagai faktor yang memperburuk kondisi pasokan dan harga telur, masyarakat AS harus bersiap menghadapi periode kenaikan harga yang lebih panjang. Flu burung yang masih meluas, kenaikan biaya produksi, serta regulasi baru menjadikan krisis telur ini sebagai tantangan besar bagi ekonomi rumah tangga dan industri pangan di Amerika Serikat.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved