Sumber foto: Google

Gono-Gini dan Perjanjian Pra-Nikah: Perlindungan Hak Perempuan dalam Perkawinan

Tanggal: 10 Mei 2025 06:43 wib.
Tampang.com | Banyak yang belum menyadari bahwa aturan hukum mengenai gono-gini—yakni pembagian harta bersama dalam perkawinan—dibentuk bukan semata untuk mengatur, tetapi untuk melindungi hak perempuan, terutama para istri yang selama ini dianggap “hanya” sebagai ibu rumah tangga.

Dalam sejarahnya, perempuan seringkali tidak memiliki akses ekonomi mandiri. Setelah menikah, banyak yang memilih atau diharuskan berhenti bekerja untuk fokus mengurus rumah dan anak. Di sinilah letak pentingnya hukum gono-gini. Harta yang diperoleh selama masa perkawinan dianggap sebagai hasil kerja bersama, meskipun secara formal hanya salah satu pihak yang bekerja menghasilkan uang.

Menurut Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, kecuali ada perjanjian lain sebelumnya. Dengan kata lain, istri yang mengurus rumah tangga tetap berhak atas setengah bagian harta bersama ketika terjadi perceraian, karena kontribusinya tidak kalah penting dibanding suami yang bekerja di luar rumah.

Konsep ini mempertegas bahwa mengurus rumah, membesarkan anak, dan mengelola keuangan rumah tangga merupakan bentuk kerja keras yang bernilai. Bukan hanya pekerjaan dengan gaji yang layak dihargai. Dengan gono-gini, hukum hadir untuk mencegah perempuan terpinggirkan secara ekonomi setelah perceraian.

Namun, selain aturan gono-gini, masyarakat juga mulai terbuka terhadap konsep perjanjian pra-nikah atau prenuptial agreement. Perjanjian ini bersifat legal dan sah menurut hukum di Indonesia jika dibuat sebelum pernikahan, sesuai Pasal 29 UU Perkawinan dan diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 yang membolehkan perjanjian ini juga bisa dibuat dan diubah selama masa pernikahan.

Perjanjian pra-nikah biasanya digunakan untuk memisahkan harta bawaan masing-masing pihak agar tidak menjadi harta bersama. Ini penting, terutama bagi pasangan yang telah memiliki aset pribadi sebelum menikah, memiliki usaha sendiri, atau ingin menjaga kestabilan keuangan pasca-pernikahan jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti perceraian atau utang.

Melalui perjanjian ini, baik suami maupun istri sama-sama dilindungi. Misalnya, jika salah satu pihak memiliki utang usaha, maka utang tersebut tidak akan dibebankan kepada pasangannya. Atau jika pernikahan berakhir, aset pribadi yang dimiliki sebelum menikah tidak ikut dibagi.

Namun penting untuk digarisbawahi: perjanjian pra-nikah bukan tanda ketidakpercayaan, melainkan bentuk perlindungan hukum yang adil dan terbuka. Sama seperti asuransi, kita membuatnya bukan karena ingin terjadi hal buruk, tapi untuk berjaga-jaga.

Jadi, baik aturan gono-gini maupun perjanjian pra-nikah, keduanya punya tujuan yang sama: menciptakan keadilan dan perlindungan hukum dalam hubungan pernikahan. Karena dalam rumah tangga, baik laki-laki maupun perempuan memiliki peran, hak, dan tanggung jawab yang setara.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved