Geser Depok, Pare-Pare Kini Jadi Kota Paling Intoleran
Tanggal: 30 Mei 2025 21:29 wib.
Hasil riset Setara Institute menyebut Kota Pare-Pare jadi kota paling intoleran tahun 2024, dengan poin terendah yakni 3,945. Posisi Pare-Pare ini menggeser Kota Depok yang dinobatkan sebagai kota terintoleran pada 2023 lalu. Hal tersebut diungkap Setara Institute saat merilis Indeks Kota Toleran (IKT) Tahun 2024. Dalam laporan tersebut, Pare-Pare menempati posisi teratas dalam kategori kota paling intoleran, diikuti oleh Cilegon dengan skor 3,994, Lhokseumawe dengan 4,140, dan Banda Aceh dengan 4,202.
Tingkat intoleransi suatu kota tidak hanya diukur dari peristiwa-peristiwa konkret yang mencerminkan ketidakbersamaan atau pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan. Skor yang rendah dalam indeks toleransi juga dapat diakibatkan oleh ketiadaan fokus dan inovasi dalam memajukan toleransi di masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa tantangan yang dihadapi oleh kota-kota tersebut dalam menciptakan atmosfir toleran sangat kompleks dan tidak bisa dianggap sepele.
Dalam kasus Pare-Pare, terdapat sejumlah faktor yang dapat menjelaskan mengapa kota ini meraih skor terendah dalam indeks toleransi. Antara lain adalah kurangnya inisiatif dari pemerintah setempat dalam mempromosikan nilai-nilai kebersamaan, serta minimnya program-program yang mendukung keberagaman dan kesetaraan di kalangan warganya. Lemahnya dialog antaragama, serta kurangnya edukasi mengenai pentingnya toleransi, turut berkontribusi pada rendahnya skor Pare-Pare.
Setara Institute dalam laporan tersebut mencatat, bahwa Indeks Kota Toleran ini penting sebagai alat ukur untuk mengevaluasi kondisi sosial dan politik di berbagai daerah di Indonesia. Dalam hal ini, Upaya untuk memajukan toleransi bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat sipil, lembaga pendidikan, dan pihak berwenang lainnya. Dengan adanya kolaborasi yang baik antara berbagai pihak, diharapkan dapat menghasilkan suasana yang lebih kondusif bagi semua penganut agama dan keyakinan.
Kota Depok, yang pada tahun 2023 menduduki peringkat terburuk, kini dapat dikatakan telah mencoba untuk memperbaiki situasi toleransi di wilayahnya. Ini membuktikan bahwa peringkat indeks toleransi dapat berubah seiring dengan dinamika sosial dan politik yang terjadi di masyarakat. Namun, pergeseran ini menunjukkan bahwa kota-kota lain, seperti Pare-Pare dan Cilegon, perlu lebih banyak upaya dalam meningkatkan solidaritas dan saling menghargai antarwarganya.
Adapun, situasi yang terjadi di Pare-Pare menjadi sebuah refleksi dari pentingnya membangun budaya dialog dan kerjasama antar berbagai elemen masyarakat. Di tengah banyaknya tantangan yang ada, keterbukaan untuk saling memahami dan mendengarkan satu sama lain merupakan langkah awal yang baik. Tanpa adanya upaya yang signifikan dalam memperbaiki situasi ini, kota-kota di Indonesia berisiko mengalami stagnasi bahkan kemunduran dalam aspek toleransi sosial.
Diharapkan dengan terbitnya laporan Indeks Kota Toleran ini, pemerintah dan masyarakat Pare-Pare berkenan untuk menelaah serta merefleksikan kondisi mereka. Mengambil tindakan proaktif dalam mengatasi masalah intoleransi sangatlah penting bagi kemajuan kota dan kesejahteraan bersama. Dengan demikian, semoga inisiatif-inisiatif untuk menciptakan kota yang lebih toleran dan harmonis bisa segera diwujudkan.