Sumber foto: Google

E-Meterai Pada Seleksi CPNS Tampak Sekali Yang Dipentingkan Adalah pemasukan Negara

Tanggal: 10 Sep 2024 13:20 wib.
Lebih dari 3,2 juta orang sudah mendaftarkan diri menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS), per Sabtu (07/09). Namun dari jumlah itu, kurang dari setengahnya yang telah menuntaskan prosedur pendaftaran.

Portal pembelian meterai elektronik milik Perum Peruri yang sempat tidak bisa diakses selama beberapa hari dalam pekan ini menjadi salah satu persoalan terbesar bagi para pendaftar. Banyak dari mereka urung memasukkan lamaran karena tak bisa memenuhi kewajiban membubuhkan meterai elektronik pada surat lamaran dan surat pernyataan data diri.

Persoalan ini memunculkan kecaman terhadap Perum Peruri yang dinilai tidak mampu menjual meterai elektronik. Di media sosial, warganet juga membandingkan layanan pemerintah dengan pendapatan negara dari penjualan meterai kepada jutaan pendaftar CPNS.

Pemerintah memproyeksikan pendapatan belasan hingga puluhan triliun rupiah dari penjualan meterai elektronik, sejak diluncurkan pada 2021. Bagaimana pengalaman yang dialami para CPNS? Dan bagaimana pemerintah meraup keuntungan dari meterai elektronik yang menentukan kekuatan hukum sebuah dokumen?

Sudah bayar tapi tak dapat meterai, Para pendaftar CPNS membagikan pengalaman mereka menghadapi persoalan meterai elektronik di X nama baru Twitter. Sebagian dari mereka menyertakan pula bukti visual persoalan tersebut.

”Yang benar saja, tolong lah sudah tengah malam masa masih begini? Masa gagal beli e-meterai sementara saya sudah scan barcode?”

Ungkapan di atas adalah salah satu pernyataan seorang CPNS di X. Si pemilik akun itu mengunggah tangkapan layar seraya mengeklaim bahwa dia telah membayar lima meterai elektronik seharga Rp62.500.

Alih-alih mendapatkan meterai yang dia beli, si pemilik akun menyebut situs itu justru memunculkan jendela notifikasi yang menyatakan “waktu pembayaran telah berakhir” dan “pembelian telah gagal”.

Seorang pengguna X lainnya mengeklaim dia juga gagal membeli meterai elektronik di situs milik Pos Indonesia dan Pospay.

“Bahkan saat aku coba membuat transaksi membeli satu keping e-meterai, e-meterai tidak tersedia,” tulisnya. “Aku sudah cek di aplikasi Pospay untuk personal juga, sayangnya error,” lanjutnya.

Pada tangkapan layar yang dia unggah, situs Pospay menyatakan “mohon maaf, e-meterai sedang tidak tersedia, silakan cek secara berkala untuk melihat ketersediaan e-meterai”.

Pada tangkapan layar lainnya tertulis, “500 internal server error.”

Persoalan bukan hanya dialami mereka yang hendak membeli, tapi juga yang telah mendapatkan meterai elektronik. Seorang warganet bingung, apakah dia telah berhasil membubuhkan meterai elektronik pada dokumen yang akan dia masukkan ke portal pendaftaran.

“Ini hitungannya lagi proses pembubuhan atau tidak ya? Soalnya waktu submit muncul tulisan gagal. Waktu refresh halaman, waiting gitu. Terus kuota e-meterai juga berkurang,” tulisnya.

Pada tangkapan layar yang dia unggah, muncul jendela notifikasi bertuliskan: “Kami informasikan bahwa saat ini sedang terjadi gangguan di sistem EMET & ESIGN PERURI yang berdampak pada aktivitas seputar penggunaan EMET dan ESIGN di Platform Meteraiku.”

Tim Peruri sedang menangani kendala ini. Informasi selanjutnya akan kami sampaikan secepatnya jika sistem sudah dijalankan kembali. Mohon maaf atas ketidaknyamanan yang dialami, begitu pernyataan dalam jendela notifikasi itu.

Pengajar ilmu hukum di Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansah, menilai syarat meterai pada dokumen pendaftaran CPNS tidak tepat. Alasannya, kata Trubus, pemerintah selama ini belum secara maksimal melakukan sosialisasi meterai elektronik kepada masyarakat. Sistem penjualan meterai elektronik pun dia sebut selama ini belum pernah menghadapi permintaan pembelian dari jutaan orang dalam kurun waktu yang sama.

“Selama ini alasan dari Peruri adalah keterbatasan infrastruktur dan sumber daya, selain keterbatasan anggaran,“ kata Trubus via telepon.

“Minim kolaborasi juga dengan pemerintah daerah untuk mengedukasi masyarakat menggunakan e-meterai. Peruri seperti lebih suka menggunakan meterai tempel,“ ujarnya.

Pada 5 September lalu, Peruri menyebut lonjakan pengguna membuat akses pembelian meterai elektronik di situs meterai-elektronik.com mengalami perlambatan. Peruri dalam keterangan resminya juga menyatakan, kuota meterai elektronik yang telah dibeli tidak akan hilang atau berkurang jika pendaftar CPNS gagal membubuhi dokumen.

Menanggapi persoalan yang terjadi, Badan Kepegawaian Negara memundurkan tenggat pendaftaran CPNS, dari 6 September menjadi 10 September. Sebagai alternatif, pemerintah juga mengizinkan pendaftar untuk menggunakan meterai tempel.

Deputi Bidang Sistem Informasi Kepegawaian BKN, Suharmen, menyebut kendala pembelian e-meterai oleh masyarakat di seluruh plaform tidak dapat dibebankan kepada para calon pelamar. Atas dasar itu, kata dia, Panitia Seleksi Nasional CPNS “memberikan tambahan waktu pendaftaran selama empat hari, maksimal 10 September 2024 pukul 23:59 WIB.

Wakil Menteri BUMN, Kartika Wiroatmodjo, berjanji bahwa pemerintah akan mengembalikan uang para pembeli yang gagal mendapatkan meterai elektronik walau telah menyelesaikan pembayaran. Kartika mengakui, pemerintah juga harus membenahi sistem penjualan meterai elektronik yang saat ini menghadapi persoalan.

Pada 2021, atau setahun setelah UU 10/2020 disahkan, pemerintah memproyeksikan penerimaan pajak dari bea meterai dan penjualan benda meterai sebesar Rp10,6 triliun naik 57% dari tahun 2020. Proyeksi itu muncul dalam Nota Keuangan Rancangan APBN 2020 yang disampaikan pada 18 Agutus 2021 di DPR.

Direktorat Jenderal Pajak memproyeksikan potensi penerimaan negara sebesar Rp30 triliun, hanya dari penjualan meterai elektronik. Bonarsius Sipayung, Kabsubdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa, dan PTLL, mengatakan proyeksi itu pada keterangan tertulis, Mei 2023. Dia berujar, pendapatan itu akan signifikan bagi program pemerataan pembangunan.

Bonarsius berkata, pungutan meterai elektronik adalah kegiatan gotong royong karena pungutan biaya tidak membedakan antara si kaya dan si miskin. Aspek penerimaan negara inilah, yang menurut pakar hukum Trubus Rahardiansah, membebani para pendaftar seleksi CPNS termasuk proses penyediaannya yang berpotensi menghambat nasib “calon pegawai negeri”.

“Kepentingan di balik ini adalah pendapatan negara, ada cuan yang masuk ke kas negara,” kata Trubus.

“Kalau mau adil, seharusnya pembubuhan meterai diwajibkan saat yang bersangkutan telah dipastikan diterima, bukan saat mendaftar.

“Terlihat sekali negara mengharapkan keuntungan dari proses seleksi CPNS ini. Kepentingannya tentang pemasukan negara, bukan soal pelayanan publiknya,” ujar Trubus.

“Jadi memang kami terus meningkatkan kapasitas digital di berbagai BUMN termasuk Peruri. Peruri kan menjadi distributor e-Meterai, memang kapasitas kami kemarin terkendala saat terjadi antrean besar waktu orang mendaftar CPNS,“ ujarnya kepada pers di Jakarta, 5 September lalu.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, telah meminta Peruri dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengedukasi masyarakat terkait penggunaan meterai elektronik. Itu setidaknya dia katakan pada awal Oktober 2021, pada seremoni bertajuk Peluncuran Meterai Elektronik di Jakarta. Sri ingin masyarakat akan semakin terbiasa dengan meterai digital ini dalam berbagai kegiatan.

“Saya berharap seluruh tim DJP melihat bagaimana implikasi penggunaan meterai elektronik dalam efisiensi, kenyamanan, dan keamanan transaksi,” ujarnya dalam acara itu.

“Jadi kita tidak melulu bicara berapa penerimaan negara dari meterai, tapi bagaimana transaksi material yang membutuhkan assurance itu bisa difasilitasi instrumen elektronik seperti e-meterai,” tuturnya.

Penggunaan meterai elektronik mendapat legitimasi hukum setelah pemerintah dan DPR mengesahkan UU 10/2020 tentang bea meterai. Beleid ini memperbarui UU 13/1985, secara khusus untuk memberi dasar hukum untuk meterai elektronik. UU 10/2020 menetapkan tarif tunggal bea meterai, untuk tempel dan elektronik, sebesar Rp10.000, yang berlaku mulai Januari 2021. Tarif meterai yang sebelumnya sebesar Rp3.000 dan Rp6.000 tidak lagi berlaku usai pengesahan UU 10/2020.

Informasi ini dikatakan Bonarsius Sipayung, Kabsubdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa, dan PTLL, Direktorat Peraturan Perpajakan di Kementerian Keuangan. Dia menuturkan itu dalam sesi sosialisasi bea meterai November 2020, tak lama setelah pengesahan UU Bea Meterai yang baru.

“Sebelumnya, UU 13/1985, obyek bea meterai itu hanya dokumen kertas. Padahal seiring perkembangan zaman, dunia dan bisnis sudah beralih dari konvensional ke digital,“ kata Bonarsius.

“Ketika bicara dunia digital, itu paperless nirkertas. Maka, dalam UU Bea Meterai yang baru, dokumen tidak hanya didefinisikan sebagai kertas, tapi juga dokumen elektronik.

“Dokumen yang tidak dicetak harus dikenakan bea meterai, kalau memang berdasarkan ketentuan, termasuk objek bea meterai,” tuturnya.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved