Donald Trump Teken Larangan Transgender di Militer Amerika Serikat
Tanggal: 31 Jan 2025 10:56 wib.
Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, pada Senin (27/1/2025) resmi menandatangani perintah eksekutif yang melarang keberadaan ideologi transgender di militer AS. Kebijakan ini menjadi pukulan besar bagi komunitas LGBT, terutama warga transgender yang ingin bergabung atau tetap bertugas di angkatan bersenjata AS.
Dalam pernyataannya, Donald Trump menegaskan bahwa larangan transgender di militer AS bertujuan untuk menciptakan kekuatan militer yang lebih efisien, disiplin, dan bebas dari radikalisme gender. Menurutnya, kebijakan ini penting demi menjaga stabilitas dan efektivitas angkatan bersenjata AS.
"Kita tidak bisa membiarkan ideologi gender mengganggu kesiapan tempur militer kita. Militer harus fokus pada pertahanan nasional, bukan pada isu-isu sosial yang justru menghambat efektivitas operasi," ujar Trump dalam pidatonya di Gedung Putih.
Keputusan Trump ini langsung mendapat respons keras dari berbagai kelompok hak asasi manusia (HAM) dan organisasi LGBT. Banyak yang menilai bahwa larangan ini diskriminatif dan merampas hak warga transgender untuk bertugas di militer AS.
"Ini adalah serangan langsung terhadap komunitas transgender. Banyak dari mereka telah mengabdi dengan gagah berani dalam militer, dan kini mereka diusir hanya karena identitas mereka," kata Sarah McBride, aktivis dari Human Rights Campaign.
Namun, pendukung Trump berpendapat bahwa kebijakan ini adalah langkah yang tepat untuk menjaga fokus militer. Beberapa tokoh konservatif bahkan menyatakan bahwa larangan transgender di militer akan menghemat anggaran negara, mengingat adanya biaya tambahan terkait perawatan medis bagi prajurit transgender, seperti operasi pergantian kelamin dan terapi hormon.
Kebijakan ini bukan pertama kalinya diberlakukan. Pada 2017, Donald Trump juga sempat menerapkan larangan transgender di militer, tetapi kebijakan tersebut dicabut oleh Presiden Joe Biden pada awal masa jabatannya di tahun 2021. Kini, dengan Trump kembali berkuasa, aturan tersebut dihidupkan kembali.
Pada era pemerintahan Barack Obama, warga transgender diberikan hak untuk terbuka dalam bertugas di militer. Namun, kebijakan tersebut menuai pro dan kontra, terutama di kalangan Republikan dan kelompok konservatif yang menilai bahwa isu gender seharusnya tidak mengganggu tugas utama militer.
Dengan diberlakukannya kebijakan baru ini, anggota militer yang mengidentifikasi diri sebagai transgender terancam dipecat atau dipaksa untuk kembali ke identitas gender sesuai dengan yang tertera dalam dokumen resmi mereka. Sementara itu, warga transgender yang ingin mendaftar ke militer AS kini tidak lagi memiliki kesempatan.
Para pakar hukum memperkirakan bahwa kebijakan ini akan menghadapi gugatan hukum dari berbagai kelompok advokasi, yang berupaya memperjuangkan hak komunitas transgender untuk tetap bertugas di angkatan bersenjata.
Larangan transgender di militer AS yang diteken oleh Donald Trump menambah daftar kebijakan kontroversial yang diambilnya sejak kembali menjabat sebagai presiden. Sementara pendukungnya menyambut baik kebijakan ini sebagai langkah untuk menjaga efektivitas dan kesiapan militer, banyak pihak mengecamnya sebagai bentuk diskriminasi terhadap komunitas transgender.
Keputusan ini diprediksi akan memicu perdebatan panjang di AS dan bisa berujung pada pertarungan hukum di pengadilan. Namun, satu hal yang pasti: kebijakan ini kembali menggarisbawahi polarisasi politik yang semakin tajam dalam masyarakat Amerika.