Demi Uang Rp200 Ribu, Siti Serahkan Data Retina ke WorldID Tanpa Tahu Risikonya
Tanggal: 7 Mei 2025 06:02 wib.
Bekasi, Jawa Barat, Siti (20), warga Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, tak pernah menyangka bahwa kebutuhan ekonomi akan membawanya terlibat dalam praktik digital yang belum ia pahami sepenuhnya. Ia memindai data retina mata miliknya ke WorldID, sebuah sistem identitas digital global, hanya karena tergiur imbalan uang tunai sebesar Rp200.000.
Siti, yang saat ini sedang kesulitan mencari pekerjaan, mendapatkan informasi soal program ini dari temannya. Menurut cerita temannya, seseorang bisa mendapatkan uang ratusan ribu hanya dengan memindai mata di gerai WorldID. Prosesnya pun disebutkan mudah dan cepat.
Tanpa banyak pertimbangan, Siti mengikuti langkah-langkah yang disampaikan oleh temannya. Ia mengunduh aplikasi bernama World App, aplikasi yang menjadi pintu masuk dalam proses pendaftaran dan verifikasi identitas digital.
"Awalnya saya pikir ini cuma aplikasi biasa, saya iseng saja karena butuh uang. Setelah install aplikasinya, saya isi semua data: nama lengkap, alamat rumah, dan juga NIK," ungkap Siti saat ditemui oleh media.
Setelah data pribadi diisi, Siti kemudian diarahkan ke salah satu gerai WorldID yang berada di wilayah Jabodetabek untuk melakukan pemindaian retina mata. Di lokasi itu, ia hanya diminta duduk dan menatap sebuah alat pemindai dalam hitungan detik. Setelah selesai, uang Rp200.000 pun diberikan secara tunai.
Yang menjadi pertanyaan, Siti tidak mengetahui secara pasti untuk apa data retina dan identitas pribadinya akan digunakan. "Saya nggak tahu itu buat apa. Teman saya bilang sih buat bikin identitas digital internasional. Tapi saya juga nggak ngerti itu maksudnya gimana," katanya polos.
Kasus Siti bukanlah yang pertama. Di beberapa daerah lain, fenomena serupa juga terjadi. Banyak warga, terutama anak muda dan pencari kerja, tergiur imbalan uang dengan menyerahkan data biometrik sensitif seperti retina mata tanpa memahami risiko jangka panjangnya.
Pakar keamanan data menilai tindakan ini sangat berisiko. Data retina termasuk dalam kategori biometrik paling unik dan sulit diganti. Jika data tersebut bocor atau disalahgunakan, konsekuensinya bisa jauh lebih parah dibandingkan dengan kebocoran data pribadi biasa.
"Kalau KTP bocor, kita bisa ganti. Tapi kalau retina bocor, kita tidak bisa mengganti mata. Ini data yang seharusnya dijaga sangat ketat," jelas seorang pakar keamanan siber dari Lembaga Riset Digital Nasional.
Belum ada regulasi jelas dari pemerintah Indonesia mengenai aktivitas WorldID ini. Namun, banyak pihak mendesak agar Kementerian Kominfo dan BSSN segera turun tangan menyelidiki praktik pengumpulan data biometrik yang dilakukan oleh entitas asing kepada warga negara Indonesia.
Kasus seperti yang dialami Siti membuka mata bahwa edukasi digital dan literasi privasi masih sangat rendah di kalangan masyarakat. Banyak yang rela menyerahkan data sensitif demi uang tanpa memahami risiko jangka panjangnya.