Tampang
BRIN Temukan Spesies Cecak Baru di Jawa Timur, Dinamai dari Kuliner Pecel Madiun
Sumber foto: iStock

BRIN Temukan Spesies Cecak Baru di Jawa Timur, Dinamai dari Kuliner Pecel Madiun

Tanggal: 25 Mar 2025 14:55 wib.
Tim peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah berhasil melakukan identifikasi dan mendeskripsi spesies cecak baru yang termasuk dalam genus Cyrtodactylus. Spesies yang ditemukan ini berasal dari wilayah Jawa Timur dan diberi nama C. pecelmadiun, terinspirasi dari kuliner khas daerah tersebut, yaitu "pecel madiun". Penamaan ini juga didasari oleh lokasi penemuan spesies baru tersebut, yang terjadi di sekitar kota Madiun, termasuk dua wilayah, yaitu Maospati dan Mojokerto.

Awal Riyanto, sebagai peneliti Ahli Madya di Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, menjelaskan bahwa proses penemuan cecak ini kebanyakan terjadi di lingkungan perkotaan. Mereka telah menemukan spesies ini di berbagai lokasi, seperti di sepanjang tanggul jembatan, tumpukan genteng, bahkan di kebun di sekeliling permukiman desa. Hal ini menunjukkan bahwa spesies ini beradaptasi dengan baik dalam habitat yang dekat dengan manusia.

Penelitian ini mencerminkan upaya para peneliti untuk mempromosikan dan memperkenalkan kekayaan kuliner Nusantara melalui dunia penelitian sains, mirip dengan yang sebelumnya dilakukan dalam deskripsi spesies C. papeda dari Pulau Obi dan C. tehetehe dari Kepulauan Derawan. "Kami ingin memperkenalkan ragam kuliner Nusantara melalui ilmiah," tambah Awal dalam keterangannya pada Minggu, 30 Maret 2025.

Secara morfologis, C. pecelmadiun menunjukkan warna dasar cokelat kehitaman, dengan ukuran tubuh yang mencolok. Cecak jantan dewasa dari spesies ini dapat mencapai panjang tubuh atau Snout-Vent Length (SVL) hingga 67,2 mm, sedangkan betina memiliki panjang mencapai 59,0 mm. 

Ciri khas lainnya termasuk 18 hingga 20 baris tuberkular dorsal yang tidak teratur dan 26 sampai 28 baris tuberkular antara ketiak dan selangkangan, serta 28 hingga 34 baris sisik perut. Salah satu ciri menarik dari spesies jantan adalah adanya ceruk precloacal yang dilengkapi dengan 32 hingga 37 pori precloacofemoral, sedangkan bagian subkaudal tidak memiliki sisik lebar.

Sementara itu, pengamatan lebih lanjut menunjukkan bahwa C. pecelmadiun cenderung bersifat generalis dalam segala hal mengenai habitatnya. Spesies ini biasanya ditemukan tidak lebih dari 40 cm di atas permukaan tanah, menunjukkan adaptasi yang baik di berbagai lingkungan yang berdekatan dengan aktivitas manusia. Hal ini memberikan informasi penting bagi penelitian ekologi dan pelestarian spesies di area perkotaan.

Cecak jarilengkung Jawa atau Cyrtodactylus marmoratus adalah spesies pertama yang berhasil dideskripsi oleh ilmuwan bernama Gray pada tahun 1831. Spesimen pertama yang dikoleksi oleh Heinrich Kuhl dan Johan Conrad van Hasselt kini tersimpan di Museum Naturalis, yang berada di Belanda. Setelah 84 tahun berlalu, pada tahun 1915, de Rooij melaporkan kehadiran spesies lain yang dikenal sebagai C. fumosus yang dideskripsi oleh Müller pada tahun 1895. Penemuan ini selanjutnya dikonfirmasi oleh Brongersma pada tahun 1934.

Perkembangan penelitian di bidang herpetologi di Indonesia, khususnya tentang spesies cecak, menunjukkan adanya banyak spesies baru di pulau Jawa. Beberapa di antaranya adalah C. semiadii yang dideskripsi pada tahun 2014, diikuti oleh C. petani pada tahun 2015 dan C. klakahensis pada tahun 2016. Pada tahun 2024, C. belanegara juga ditambahkan dalam daftar spesies baru. 

Namun, dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Mecke et al. pada tahun 2016, mereka menemukan bahwa populasi C. fumosus di Jawa sebenarnya merupakan variasi dari C. marmoratus. Sebuah kajian yang dilakukan oleh Riyanto et al. pada tahun 2020 juga berhasil mensinonimkan C. klakahensis dengan C. petani menggunakan pendekatan taksonomi integratif.

Ketika kita membahas aspek filogenetik dari C. pecelmadiun, terlihat bahwa spesies ini memiliki hubungan dekat dengan C. petani, yang memperlihatkan jarak genetik antara 0,1 hingga 1,6%. Penemuan C. pecelmadiun ini menjadi bukti kedua untuk keberadaan grup darmandvillei yang ditemukan di pulau Jawa setelah sebelumnya ada C. petani. 

Grup ini diketahui melimpah di kawasan Sunda Kecil. Secara keseluruhan, spesies Cyrtodactylus yang ada di Jawa terbagi dalam dua kelompok besar: grup darmandvillei dan grup marmoratus, yang masing-masing membentuk kompleks spesies tersendiri. Keberadaan beberapa kelompok ini semakin mendorong penelitian lebih lanjut untuk menggali keragaman tersembunyi dari Cyrtodactylus di pulau Jawa.

Dalam konteks keanekaragaman hayati, temuan spesies baru ini juga memberikan gambaran penting tentang tantangan yang dihadapi dalam penelitian dan konservasi. Upaya untuk memahami keragaman spesies dan ekosistem yang ada sangat penting, terutama dalam menghadapi perubahan iklim dan dampak aktivitas manusia yang semakin besar. Penemuan C. pecelmadiun dapat menjadi langkah awal untuk meningkatkan kesadaran akan perlunya melestarikan spesies-spesies lokal yang unik dan berharga ini.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved