BPOM Temukan 16 Kosmetik Mengandung Bahan Berbahaya, Puan Kritik Lemahnya Pengawasan
Tanggal: 27 Apr 2025 15:20 wib.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kembali mengungkap temuan mengkhawatirkan di industri kecantikan. Sebanyak 16 item kosmetik ditemukan mengandung bahan berbahaya seperti merkuri, asam retinoat, hidrokuinon, timbal, hingga pewarna merah K10. Dari jumlah tersebut, 10 di antaranya merupakan produk hasil kontrak manufaktur lokal, sementara 6 sisanya merupakan produk impor.
Temuan ini memicu keprihatinan publik, mengingat bahan-bahan berbahaya tersebut dapat menimbulkan dampak serius terhadap kesehatan, mulai dari iritasi kulit hingga risiko kanker. Meskipun regulasi terkait bahan kosmetik telah diatur secara ketat, faktanya masih banyak produk yang beredar tanpa memenuhi standar keamanan.
Ketua DPR RI Puan Maharani turut menyoroti lemahnya pengawasan terhadap peredaran produk kosmetik di Indonesia. Ia menilai bahwa temuan BPOM ini merupakan alarm keras bagi seluruh pihak, termasuk pemerintah, untuk memperketat pengawasan dan penindakan hukum terhadap pelanggar.
"Ini bukan sekadar pelanggaran regulasi biasa, tetapi merupakan ancaman nyata terhadap keselamatan konsumen. Jangan sampai keinginan tampil percaya diri justru mengorbankan kesehatan. Ini soal kesehatan, martabat, dan hak perlindungan warga negara," tegas Puan dalam keterangannya.
Selain masalah kosmetik, Puan juga mengomentari temuan lain dari BPOM dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), yakni adanya 9 batch produk pangan olahan yang mengandung unsur babi namun tidak mencantumkan informasi pada label produk. Ia menyebut hal ini sebagai pelanggaran serius yang tidak hanya merugikan konsumen, tetapi juga melukai kepercayaan masyarakat, terutama bagi umat beragama yang membutuhkan kepastian kehalalan produk.
Puan meminta pemerintah tidak hanya berhenti pada temuan, tetapi harus melakukan langkah korektif menyeluruh, mulai dari memperketat izin edar, meningkatkan inspeksi lapangan, hingga memperberat sanksi terhadap pelaku usaha nakal.
“Program pengawasan harus diperkuat. Edukasi kepada masyarakat juga harus ditingkatkan agar konsumen lebih waspada dalam memilih produk, baik kosmetik maupun pangan,” tambahnya.
Dalam kesempatan terpisah, BPOM menjelaskan bahwa produk-produk berbahaya tersebut kini telah ditarik dari peredaran dan akan dilakukan tindakan hukum sesuai peraturan yang berlaku. Masyarakat juga diimbau untuk lebih berhati-hati dan selalu memeriksa nomor izin edar sebelum membeli produk kosmetik maupun pangan olahan.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi semua pihak bahwa perlindungan konsumen harus menjadi prioritas utama. Industri kecantikan dan makanan yang berkembang pesat di Indonesia harus tetap berjalan dalam koridor keamanan dan transparansi.
Dengan pengawasan yang lebih ketat dan kesadaran konsumen yang meningkat, diharapkan ke depan kasus serupa dapat diminimalisasi. Karena pada akhirnya, kesehatan dan keselamatan konsumen adalah hal yang tidak boleh dikompromikan.