BI Tanggapi Kritik AS Soal QRIS dan Sistem Pembayaran RI
Tanggal: 23 Apr 2025 18:31 wib.
Bank Indonesia (BI) buka suara menanggapi keluhan Pemerintah Amerika Serikat (AS) terhadap sistem pembayaran domestik Indonesia, seperti Quick Response Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Pemerintah AS sebelumnya menyoroti kebijakan sistem pembayaran di Indonesia yang dinilai berpotensi membatasi akses penyedia layanan pembayaran asing.
Menanggapi hal tersebut, Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, menegaskan bahwa kerja sama sistem pembayaran lintas negara sangat bergantung pada kesiapan masing-masing negara. Ia menepis tudingan bahwa Indonesia menutup diri terhadap kerja sama dengan negara asing, termasuk AS.
"Intinya, QRIS ataupun fast payment lainnya, kerja sama kita dengan negara lain itu memang sangat tergantung dari kesiapan masing-masing negara. Jadi kita tidak membeda-bedakan. Kalau Amerika siap, kita siap, kenapa nggak," ujar Destry saat ditemui di Kompleks Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (21/4/2025).
QRIS dan GPN merupakan dua inovasi utama yang dikembangkan Indonesia untuk memperkuat kedaulatan ekonomi digital nasional. QRIS memungkinkan transaksi digital yang mudah, cepat, dan murah antar-penyedia layanan keuangan, sementara GPN bertujuan membangun sistem pembayaran domestik yang lebih efisien dan inklusif.
Destry menegaskan bahwa penerapan kedua sistem ini tidak dimaksudkan untuk menghambat pelaku asing, melainkan untuk membangun kemandirian dan efisiensi transaksi keuangan dalam negeri.
"Kita membangun ekosistem yang sehat. Sistem pembayaran harus efisien, aman, dan inklusif. Tapi bukan berarti kita menutup diri terhadap pemain asing," imbuhnya.
Destry juga mengungkapkan bahwa sampai saat ini perusahaan asing seperti Visa dan MasterCard asal AS masih mendominasi sistem pembayaran di Indonesia. Ini menunjukkan tidak ada hambatan berarti bagi perusahaan luar untuk beroperasi di pasar domestik.
"Buktinya, sampai hari ini Visa dan MasterCard masih dominan di Indonesia. Artinya kita tidak memblokir siapa pun, selama mereka memenuhi regulasi yang berlaku," tegasnya.
Bank Indonesia menyatakan siap membuka kerja sama dengan negara mana pun, termasuk Amerika Serikat, asalkan kedua pihak sama-sama siap secara teknis dan regulasi. Destry menekankan bahwa pembangunan sistem pembayaran digital adalah proses yang harus disesuaikan dengan konteks dan kapasitas masing-masing negara.
“Kita selalu terbuka untuk kerja sama. Tapi semua pihak harus sama-sama siap. Tidak bisa hanya satu arah,” ujarnya.
BI menekankan bahwa transparansi, kepatuhan terhadap regulasi, dan kesetaraan akses adalah prinsip utama dalam pengembangan sistem pembayaran nasional. Oleh karena itu, kritik dari negara manapun harus dilihat secara objektif dan dibangun atas dasar kerja sama, bukan tudingan sepihak.
Dengan demikian, pernyataan BI menjadi penegasan bahwa kebijakan sistem pembayaran Indonesia tetap inklusif dan terbuka terhadap kerja sama internasional, tanpa mengesampingkan prinsip kedaulatan digital dan kepentingan nasional.