150.000 Hektar Sawah Hilang Tiap Tahun, Berubah Jadi Rumah
Tanggal: 10 Des 2024 12:02 wib.
Menteri Agraria dan Tata Ruang ATR/BPN menyampaikan angka yang mengejutkan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Real Estat Indonesia (REI) di Kota Bandung pada 5 Desember 2024: lahan sawah seluas 100.000-150.000 hektar beralih fungsi menjadi perumahan setiap tahun. Hal ini menjadi perhatian serius mengingat pentingnya menjaga keseimbangan antara kebutuhan akan lahan untuk perumahan dengan mempertahankan luas lahan pertanian.
Fenomena ini menjadi sorotan karena mengindikasikan adanya ketidakseimbangan antara pembangunan perkotaan dengan keberlangsungan pertanian. Lahan subur yang seharusnya digunakan untuk bercocok tanam kini menjadi lokasi perumahan baru. Dampaknya sangat signifikan, terutama dalam konteks keamanan pangan dan kelestarian lingkungan.
Ketika lahan sawah dialihfungsikan menjadi perumahan, maka tidak hanya luas lahan pertanian yang berkurang, tapi juga produktivitas pertanian yang terganggu. Lahan pertanian yang semestinya menghasilkan padi, jagung, kedelai, dan komoditas pertanian lainnya kini menjadi rumah bagi manusia. Dampaknya, ketahanan pangan negara menjadi terganggu karena berkurangnya lahan untuk produksi pangan.
Selain itu, perubahan lahan dari sawah menjadi perumahan juga berpotensi merusak ekosistem dan lingkungan sekitarnya. Proses konversi lahan yang dilakukan secara tidak terkontrol dapat menyebabkan penurunan kualitas udara, air, dan tanah. Ini dapat berdampak buruk bagi keberlanjutan ekosistem dan kehidupan manusia secara keseluruhan.
Menghadapi fenomena ini, pemerintah perlu mengambil langkah yang tegas untuk mengendalikan konversi lahan pertanian menjadi perumahan. Regulasi yang lebih ketat perlu diterapkan untuk membatasi dan mengawasi konversi lahan. Pemerintah juga perlu mendorong para pengembang untuk memanfaatkan lahan-lahan terlantar atau bekas lahan industri untuk pembangunan perumahan, tanpa harus mengorbankan lahan pertanian yang subur.
Selain itu, penting juga untuk memberikan insentif kepada para petani agar tetap mempertahankan lahan pertaniannya dan tidak tergoda untuk menjualnya kepada pengembang. Pemberian insentif ini dapat berupa bantuan teknologi pertanian, akses pasar yang lebih baik, dan dukungan keuangan untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian.
Selain tindakan dari pemerintah, masyarakat juga perlu lebih sadar akan pentingnya pelestarian lahan pertanian. Pergeseran paradigma yang menganggap lahan pertanian hanya sebagai aset untuk dijual perlu diubah menjadi kesadaran akan peran kunci lahan pertanian dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan kelestarian lingkungan.