Sumber foto: iStock

10 Kota yang Diprediksi Hilang dari Peta, Jakarta dalam Bahaya!

Tanggal: 16 Mar 2025 14:06 wib.
Tampang.com | Perubahan iklim global yang semakin meningkat mengancam banyak kota di seluruh dunia. Salah satu yang paling mencolok di Indonesia adalah Jakarta, yang diramalkan akan tenggelam dan hilang dari peta di masa depan. Fenomena ini terjadi akibat mencairnya es di kutub yang menyebabkan kenaikan permukaan air laut secara signifikan. Menurut estimasi NASA, ketinggian air laut dapat meningkat antara 3 hingga 6 kaki pada tahun 2100. Ini berarti ratusan juta orang di berbagai belahan dunia berpotensi kehilangan tempat tinggal mereka akibat dampak perubahan iklim ini.

Laporan dari Sciencing menyoroti fakta bahwa beberapa kawasan pesisir yang padat penduduk sudah berada di ambang kepunahan, terjebak antara kehidupan sehari-hari dan ancaman banjir yang semakin sering terjadi. Jakarta sendiri merupakan salah satu kota yang paling cepat tenggelam di dunia, dengan laju peningkatan air yang mencapai 17 cm per tahun. 

Secara geografi, Jakarta terletak di dataran rendah bekas rawa, sehingga sangat rentan terhadap kenaikan permukaan air laut. Beroperasinya 13 sungai yang mengalir ke Laut Jawa menambah kerentanannya. Sejak pergantian abad, Jakarta telah mengalami peningkatan intensitas banjir yang signifikan. Banjir paling parah terjadi pada tahun 2007, merenggut 80 nyawa dan menimbulkan kerugian finansial yang sangat besar, hingga ratusan juta dolar.

Selain Jakarta, beberapa kota besar lainnya juga terancam tenggelam dalam waktu dekat. Salah satunya adalah Alexandria, kota terbesar kedua di Mesir. Dengan populasi yang ditaksir mencapai sekitar 5,7 juta pada tahun 2024, Alexandria berperan sebagai hub penting untuk perdagangan internasional. Kota ini menjadi titik penghubung antara Laut Merah dan Mediterania melalui pipa SUMED, yang sangat vital untuk pengangkutan minyak. Namun, dampak negatif dari eksplorasi minyak dan gas terlihat semakin memprihatinkan; Panel iklim PBB memperkirakan bahwa sebanyak 30% wilayah Alexandria dapat terendam air pada tahun 2050, memaksa sekitar 1,5 juta orang untuk mengungsi.

Kota Miami di Florida, Amerika Serikat, juga mengalami ancaman yang serupa. Diperkirakan memiliki populasi sekitar 460.000 orang pada 2024, Miami adalah salah satu area metropolitan terbesar di AS setelah New York dan Los Angeles. Namun, lebih dari setengah wilayah Miami-Dade County terletak pada ketinggian hanya 6 kaki di atas permukaan laut. Badan lingkungan mengindikasikan bahwa sekitar 60% area ini berisiko tenggelam pada tahun 2060. Dalam skenario terburuk, dampak dari perubahan iklim ini dapat menjadikan Miami sebagai bencana alam terburuk dalam sejarah, baik dari segi kerusakan ekonomi maupun sosial.

Selanjutnya, Lagos di Nigeria, yang merupakan kota terbesar di Afrika dengan populasi mencapai 16,5 juta orang pada 2024, telah menghadapi banjir yang kerap menghantam wilayahnya setiap musim hujan. Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh bencana ini mencapai miliaran dolar setiap tahun, sementara laju tenggelam di Lagos lebih dari 3 inci per tahun, menjadikannya salah satu kota yang paling terancam di dunia.

Dhaka, ibu kota Bangladesh, juga tidak luput dari ancaman perubahan iklim. Dengan populasi yang diperkirakan mencapai 23,9 juta orang pada 2024, Dhaka telah menjadi salah satu kota yang paling rawan bencana alam. Laporan PBB menunjukkan bahwa Bangladesh berada di antara sepuluh negara yang paling terdampak oleh perubahan iklim. Dhaka mengalami 'penenggelaman' sekitar setengah inci per tahun, yang meningkatkan potensi bencana banjir lebih lanjut, terbaik dalam konteks mencairnya gletser dan naiknya permukaan air laut.

Yangon, Myanmar, dengan populasi sekitar 5,7 juta orang di tahun 2024, juga saja memiliki ancaman banjir dan gempa bumi. Wilayah ini dekat dengan Sesar Sagaing, sehingga jika mengalami gempa besar, dapat mengakibatkan keruntuhan sistem air bawah tanah dan menenggelamkan sebagian besar kota.

Di Thailand, Bangkok diperkirakan akan sangat terpengaruh oleh kenaikan air laut. Dengan populasi sekitar 11,2 juta jiwa pada tahun 2024, Bangkok mengalami kehilangan daratan secara perlahan. Setiap tahun, garis pantainya dapat menjauh lebih dari satu kilometer. Jika laju ini terus berlanjut, dalam periode satu abad, Bangkok dapat menjadi kota yang hilang.

Kolkata, kota terbesar ketiga di India dengan populasi diperkirakan mencapai 15,6 juta pada 2024, juga terancam. Masalah kritis di Kolkata disebabkan oleh ekstraksi air tanah yang berlebihan dan banjir yang kerap terjadi di wilayah tersebut. Jika banjir semakin sering, lebih dari 10 juta orang mungkin harus mengungsi akibat kondisi yang tidak menguntungkan ini.

Di Filipina, Manila sudah memiliki populasi 14,9 juta pada 2024. Ekstraksi air tanah yang besar, bersama dengan aktivitas vulkanik dari Gunung Taal, menjadikan Manila sebagai area yang tidak stabil. Kota ini mengalami penenggelaman hingga 4 inci per tahun, lebih tinggi dari rata-rata kenaikan permukaan air laut secara global. Kerusakan hutan mangrove yang berfungsi sebagai pelindung dari erosi juga telah memperparah situasi ini.

Akhirnya, megapolis Guangdong-Hong Kong-Makau di Cina dengan populasi mencapai 86,9 juta pada tahun 2024, juga menghadapi ancaman serupa. Wilayah ini terletak di Delta Sungai Mutiara, yang diperkirakan akan mengalami kenaikan permukaan air laut hingga 5 kaki dalam satu abad ke depan. Tanpa langkah mitigasi yang efisien, mereka yang tinggal di kawasan ini bisa jadi menyaksikan rumah mereka terendam air dalam beberapa dekade mendatang.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved