Abdur SUCI :Idul Adha, Bukan Hanya Tentang Memotong Hewan Qurban

Tanggal: 1 Sep 2017 11:27 wib.
JAKARTA – Siapa yang tidak kenal dengan Abdur atau Abdurrahim Arsyad. Ia adalah pelawak tunggal (komika) muda Indonesia yang terlahir di tanah Indonesia Timur, tepatnya di Larantuka, Nusa Tenggara Timur. Nama Abdur melejit setelah menjadi runner up Stand Up Comedy Indonesia Kompas TV musim keempat, pada 2014.

Menjelang hari raya idul qurban, Abdur bercerita tentang masa kecilnya di Lamakera, NTT, Abdur bercerita, yang menandai Idul Adha di keluarga Abdur adalah larangan untuk keluar rumah dari sang nenek. Mengapa sang nenek melarang?

Kata Abdur, kasih sayang sang nenek kepada cucu-cucunya membuat nenek terlampau khawatir anak-cucunya menjadi kurban. Sebuah alasan yang lucu dan membuat terpingkal. Tapi, Abdur kini menyadari bahwa alasan sang nenek mungkin dulu maksudnya adalah takut anak cucunya dikejar hewan kurban yang lepas.

“Kami pun nurut saja, habis salat Idul Adha lhiat kambing cuma sebentar, kami takut dimarahi nenek. Setelah lihat kambing kami lalu pulang ke rumah, tidak boleh keluar lagi,” kata Abdur menahan geli.

 

Selain itu, memori masa kecil yang ingat Abdur saat kurban adalah tingkah dia dan saudara-saudaranya yang selalu berebut bagian terpenting dari potongan daging kurban. Mereka termakan cerita orang dulu bahwa bagian “torpedo” paling enak untuk dijadikan sate.

“Kalau hanya ada enam hewan kurban, berarti hanya enam anak yang berkesempatan dapat bagian 'torpedo'.Padahal, setelah sudah besar kami tahu kami dibohongi, karena ternyata rasanya sama saja,” tambah Abdur sembari tertawa lepas.

Adegan rebutan yang dikenang Abdur juga diiringi dengan kenangan paling seru sebagai anak laut. Kampung Abdur di Lamakera adalah wilayah eksotis yang dikelilingi Laut Sawu yang membentang. Abdur mengenang momen ‘membersihkan perut kambing ke laut bersama’. Itulah momen-momen yang paling Abdur rindukan tentang kurban di kampung halamannya, Lamakera.

Ketika ditanya ke mana Abdur ingin berkurban, ia langsung teringat dengan pengungsi Rohingya. Dia penasaran apakah pengungsi Rohingya di berbagai kantong pengungsian di Bangladesh maupun di Myanmar sudah mendapatkan cukup kurban?

Kalau belum, Abdur berniat ingin berkurban di daerah sana. Karena di desanya sendiri kurban sudah berlimpah, sampai bisa bagi-bagi ke desa sebelah.

“Menurut saya makna berkurban adalah sedekah bagi yang mampu. Dan karena saya otak kiri, orangnya hitung-hitungan, saya pengen tahu tuh seberapa dahsyat Allah akan bales kurban kita. Coba kita buktikan, sedikit dari tabungan kita dibelikan hewan kurban tahun ini. Balasannya akan menjadi minimal dua kali lipat di rekening kalian tahun depan, bahkan lima kali lipat. Allah sudah janji akan bales itu. Insya Allah,” jelas Abdur sambil bercanda.

Setelah mengenang semarak kurban, entah hal apa yang membuat Abdur tiba-tiba teringat penggalan cerita sirah (sejarah) Nabi. Sebuah fakta bahwa Nabi Muhammad, terlahir dari sejarah 2 laki-laki yang hampir dikurbankan. Pertama, cerita yang sudah banyak orang tahu, adalah Nabi Ismail, moyang Rasulullah jauh berabad sebelum Muhammad lahir. Tapi belum banyak yang tahu bahwa ayah kandung Rasulullah, Abdullah, adalah anak yang hampir dikurbankan oleh Kakek Rasulullah, Abdul Muthalib.

Abdur berbagi cerita, saat itu, Abdul Muthalib bernazar jikalau dia punya 10 putra dan tidak lahir lagi seorang putra, dia akan mengundi salah satu anak laki-lakinya untuk dikurbankan. Ternyata benar, dia hanya punya 10 putra.

Setelah diundi keluarlah nama Abdullah. Banyak warga Quraisy yang menahan niat sang Ayah untuk menyembelih sang Anak, Abdullah.

“Jika masih keluar nama Abdullah, tambahlah 10 unta, sampai yang keluar nama unta,” usul salah seorang kerabat. Berkali-kali nama Abdullah terus keluar di antara puluhan nama unta yang ada. Baru pada undian yang kesepuluh nama unta lah yang keluar. Sejumlah 100 unta dipersembahkan untuk Ka’bah sebagai ganti Abdullah yang tak jadi disembelih.

“Bayangkan saja kalau pada saat itu Abdullah jadi disembelih, bagaimana nasib kita? Nabi Muhammad tak akan lahir, tidak akan sampai di tengah-tengah kita risalahnya,” kata Abdur tersedan menahan isak. Ya, Abdur menangis mengenang cerita Rasulullah itu.

Pada titik cerita ini Abdur merefleksikan ceritanya. Wajahnya mulai memerah. Beberapa kru syuting di tempat itu pun bahkan ikut menangis.

Abdur bertutur bahwa kisah ini amat membekas di hatinya dalam memaknai kurban yang sesungguhnya. Kisah yang menggambarkan keikhlasan luar biasa antar anak dan ayah.

Bagi Abdur, kurban adalah sarana melatih keikhlasan. Karena keikhlasan akan hadir dengan jalan berkurban. Baik dengan berat hati maupun ringan hati. Abdur meyakinkan dalam dirinya,bahwa keikhlasan adalah perjalanan menuju keikhlasan itu sendiri.

Maka, sudah siapkah kita berkurban? Membersihkan harta dan hati, menjelma ikhlas dalam sebuah aksi untuk berbagi ke seluruh pelosok negeri, bahkan dunia. 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved