KPU Gagal Memberikan Keyakinan Kepada Rakyat, Pemilu 2019 Luber Jurdil

Tanggal: 5 Mei 2019 08:17 wib.
KPU sebagai penyelenggara pesta demokrasi setiap 5 tahun, kali ini di pemilu 2019 terlihat kurang professional. Sejak protes kotak suara memakai kardus, KPU tidak bergeming, tetap memakai kardus yang di segel menggunakan gembok besi.

Bawaslu, Badan Pengawas Pemilu, hanya bisa menegur tanpa ada kewenangan apapun, jika terjadi kejahatan demokrasi. Bawaslu bergerak jika ada laporan dari masyarakat. Bawaslu tidak dilengkapi intelijen uantuk mencegah hal-hal yang bisa membuat pemilu ini kurang dilegitimasi rakyat.

Bawaslu mengetahui, bahwa salah satu paslon, menggunakan kegiatan kampanyenya menggunakan fasilitas negara, hanya bisa diam saja. Pemberian sembako, pembusukan paslon lainnya dengan dibagi-bagikan di kampung-kampung, bukti sudah ada pun, tidak bisa apa-apa. Ketentuan paslon harus cuti, yang telah ditentukan tahun 2018, tidak bisa dijalankan, karena mengikuti keinginan salah satu paslon yag sedang menjabat.

Kesalahan fatal yang dilakukan KPU saat ini, yaitu KPU yang mengisi angka hasil kerja dari TPS disertai dengan saksi yang sudah tandatangan. Jadi saksi-saksi kurang bermanfaat jika kejahatan perubahan angka dilakukan oleh KPU. KPU memang menambah pekerjaan dengan turut serta mengisi hasil dari perhitungan. Tapi hal itu sangat tidak bisa disaksikan oleh saksi. Dan lucunya, pengisian angka seperti menggunakan kalkulator, tidak memakai “enter”. Jika memakai computer, pasti pengisian angka, setelahnya pasti mengklik “enter” jadi kemungkinan kesalahan input, rasanya tidak mungkin, kecuali data yang dimasukkan memakai kalkulator, bukan kkomputer.

KPU gagal memberikan keyakinan kepada masyarakat sebagai wasit yang netral dan bersih dari kejahatan demokrasi. KPU 2019 tidak belajar dari KPU sebelumnya. Seharusnya anggota KPU tahun sebelumnya selalu dipakai, sebagai proses transformasi system yang sukses. Untuk KPU 2019, jangan harap dijadikan contoh untuk KPU 2024.

KPU yang tidak bisa meyakinkan rakyat bahwa dirinya netral dan bersih, melaksanakan pemilu dengan luber jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil), akan mengakibatkan presiden terpilih menjadi kurang legitimasi dari rakyat. Karena rakyat tidak merasa KPU jujur dan adil.

Situng KPU diapresiasi sebagai bentuk transparansi ke public, tapi masalahnya, perhitungan di dalamnya dan pie chart, kok berbeda? Biaya 25 Trilyun kok perhitungan dan diagramnya saja berbeda. Sangat tidak professional, apakah ada maksud tertentu dalam rangka membuat opini paslon tertentu memenangkan pemilu?

Biaya 25 Trilyun menggunakan kotak suara kardus di tahun 2019, biaya 8 Trilyun untuk kotak suara dari plat besi di tahun 2014, 3x lipat biayanya, dengan kualitas jauh lebih rendah. Jika pemilu 2019 dengan biaya meningkat dan kualitas kotak suara dan keamanan suara rakyat yang pasti tidak dicurangi, biaya naik tidak masalah.

KPU harus bisa meyakinkan seluruh rakyat Indonesia, dengan semua perubahan yang telah dilakukan, apakah angka-angka tersebut telah diperbaiki, atau terjadi lagi perubahan-perubahan angka dilain tempat, hanya KPU yang bisa menjelaskan ke publik.

Di undang-undang, KPU harus menayangkan bukti penyelenggaraan pemilu selama 7 hari, agar bisa diakses oleh rakyat. Apakah bisa KPU meyakinkan rakyat?

Dengan banyaknya masalah di pemilu 2019, KPU 2019 sepertinya gagal untuk meyakinkan rakyat, dan ini akan berakibat 5 tahun yang akan datang, siapun presidennya, tidak mendapat legitimasi rakyat, karena rakyat tidak percaya dengan KPU.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved