Kenapa Rencana Pembentukan Negara Islam Harus Ditolak?

Tanggal: 24 Jul 2017 10:53 wib.
“Kok situ nolak negara Islam. Bukannya ente ngaku Islam”. Begitu komentar yang masuk di salah satu artikel yang saya tulis dua-tiga tahun yang lalu.

Komentar itu disampaikan oleh akun yang mengaku sebagai pendukung Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), ormas yang dikenal bercita-cita membangun negara Islam yang menurutnya sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran.

Okelah negara Islam yang dicita-citakan HTI itu berdasarkan pada Al Quran. Kata mereka, tidak ada hukum lain selain Al Quran yang menjadi rujukan dalam pengelolaan negara. Dan, jika menggunakan hukum lain selain Al Quran, maka termasuk golongan kafir.

Untuk menjalankan sebuah negara pastinya diperlukan satu pemahaman atas hukum. Tanpa itu, akan muncul beragam pemahaman atas satu produk hukum. Itulah Republik Indonesia membentuk Mahkamah Konstitusi. Lewat MK, segala perbedaan tafsir tentang produk hukum negara diputuskan.

Lantas, bagamana dengan negara Islam? Sepanjang perkembangan Islam, ada berbagai tafsir Al Quran. Dan setiap tafsir memiliki kebenarannya sendiri, dari sudut pandangnya sendiri. Dengan adanya berbagai penafsiran atas firman Allah dalam Al Quran, termasuk di dalamnya tafsir atas pengelolaan negara, siapakah yang berhak memutuskan kebenaran atas firman Allah?

Sebut saja soal aurat. Semua Ulama sepakat bahwa manusia harus menutupi auratnya. Tapi, tidak semua ulama sepakat dengan batas-batas aurat, khususnya bagi perempuan. Ada yang berpendapat aurat perempuan dari mata kaki sampai rambut, kecuali wajah. Tetapi, ada juga yang berpendapat aurat perempuan dari lutut sampai leher.

Masih soal aurat perempuan, Ada juga kelompok yang menyatakan wajah termasuk aurat perempuan. Karenanya perempuan wajib menggunakan cadar. Lalu, muncul lagi pendapat yang menilai mata perempuan pun termasuk bagian dari aurat. Lantas burqa pun diwajibkan dipakai oleh muslimah.

Dan itu baru seputar urusan aurat. Celakanya lagi, kepada yang berbeda pendapat, tudingan kafir selalu dilontarkan. Contohnya, karena perbedaan tafsir dalam soal aurat, Quraish Shihab disebut sebagai kafir. Menariknya, yang menuding Quraish sebagai kafir adalah kader dari kelompok yang dkenal sebagai pendukung negara Islam.

Bisa dibayangkan apa yang terjadi dengan ummat Islam, jika negara Islam terbentuk.

Di Afganistas, Preisen Rabbani yang tengah membangun negaraatas dasar Islam digulingkan Pendukungnya yang dikenal sebagai kelompok Mujahidin dibantai. Pelakunya adalah kelompok Taliban yang menganggap Rabbani telah menyimpang dari ajaran Islam, atau tidak sesuai dengan Al Quran dan Hadist.

Dalam pembantaiannya terhadap kelompok mujahidiin yang selama bertahun-tahun berjuang melawan penjajahan Uni Sovyet, Taliban dibantu oleh Al Qaida yang dipimpin oleh Osama bin Laden. Modus ini kemudian terulang dalam konflik Suriah. Di mana ISIS membantu Free Sirian Army (FSA) melawan rezim penguasa.

Di Mesir lain lagi. Pendukung Presiden Mesir Muhammad Mursi yang berasal dari kelompok Ikhwanul Muslimin membantai siapa pun yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam. Siapa pun yang dianggap berbeda dihajar habis. Tidak sedikit dari korbannya yang di lempar dari atas lantai teratas gedung bertingkat. Bahkan, kelompok Salafi yang tidak banyak berbeda paham pun tudak luput dari penghakiman.

Rakyat Mesir pun gerah. Kemudian, dengan dipimpim Jenderal Al Sisi, rakyat Mesir memberontak terhadap Presiden Mursi yang dipilih langsung secara demokratis pasca tumbangnya rezim Hosni Mubarak.

Memang benar, Hizbut Tahrir dan kelompok menggagas terbentuknya kekhalifahan Islam belum mengancam negara dan rakyat Indonesia secara fisik. Tetapi, paham yang mereka usung sangat membahayakan.

Dikatakan berbahaya karena paham ini intoleran kepada perbedaan paham, khususnya paham keagamaan. Kepada FPI pun, kelompok ini menuding kafir. Alasannya, karena mereka menganggap FPI menjalankan sejumah ritual yang mereka nilai bidah.

Demikian juga dengan kehidupan berbangsa dan bertanah air. Kelompok penggagas kekalifahan mengharamkan nasionalisme. Karenanya mereka menganggap negara-negara yang sekarang ini berdiri sebagai negara-negara thagut, tidak terkecuali Arab Saudi.

Permusuhan, kalau tidak mau diniali sebagai kebencian kelompok ini kepada negara Arab Saudi terlihat jelas saat terjadinya serangan teroris setahun lalu, Bukannya mengecam aksi teror, kelompok ini justru mengujat pemerintah Arab Saudi yang dianggap pro zionis.

Tidak heran jika beberapa negara Arab telah lama melarang aktivitas HT dan kelompok-kelompok sejenisnya. Dan kini, pemerintah Mesir kembali menetapkan Ikhanul Muslimin sebagai organisasi terlarang.

Jika melihat sikap negara-negara di Timur Tengah terkait dengan aktifitas HT dan kelompok sejenisnya, maka pembubaran HTI oleh pemerintah Jokowi sudah termasuk terlambat.

Sebenarnya, kalau mau menyimak sedikit saja, ada banyak visi dan misi HTI yang bikin ngakak ngablak. Contohnya, soal perdagangan bebas. Menurut HTI, perdagangan bebas tidak sesuai dengan Al Quran, karenanya perdagangan bebas diharamkan.

Menariknya, di sisi lain, HTI menyatakan kekhalifahan Islam dapat berdiri karena ditopang oleh dana dari hasil penjualan minyak bumi. Pertanyaannya, bagaimana bisa mendanai negara kalau tidak mau menjual minyak bumi ke pasar bebas dunia yang mengikuti tren penawaran dan permintaan.

Apakah minyak bumi itu hanya akan didistribusikan di kekhalifahan saja? Dengan demikian pemerintah khilafah dapat mengutip untuk dari hasil produksi minyak bumi yang dijual kepada rakyatnya.

Itu baru satu dari sekian banyak aturan main kekhalifahan yang bisa diperdebatkan. Dan, biasanya kader-kader penggusung negara Islam tidak bisa menjawab. Biasanya mereka mengatakan masih menyempurnakan gagasannya.

Jadi gagasan yang menurut mereka bersumber dari Al Quran itu belum sempurna. Padahal Al Quran dipercaya sebagai kitab yang paling sempurna. Lantas, di mana ketidaksempurnaannya? Pastinya, bukan pada kitab sucinya. Ketidaksempurnaan itu ada pada tafsirnya.

Pertanyaannya menjadi sangat begitu sederhana, apakah akan lahir tafsir atas firman Allah yang teramat sangat sempurna, yang tanpa celah, yang mutlak, yang absolut, sehingga sulit untuk melihat kekurangannya?

Lalu, bagaimana dengan PERPPU 2/2017 yang baru saja digelontorkan oleh pemerintah dan saat ini tengah digugat di MK?

PERPPU ini memang kontroversial. Ada beberap pasalnya yang berlebihan yang tidak mungkin diterapkan. Selain itu, PERPPU ini juga berpotensi mengekang kebebasan berpendapat yang telah dijamin oleh konstitusi.

Tetapi, di sisi lain, PERPPU ini dibutuhkan karena UU Ormas tidak memungkinkan pembubaran ormas yang dianggap tidak sejalan dengan Pancasila dan NKRI. Dalam UU Ormas, Ormas dianggap terlarang jika berpahamkan ateisme, komunisme, marxisme, dan lainnya. Sementara, ancaman yang sedang dihadapi bangsa Indonesia saat ini datang dari kelompok yang menghendaki terbentuknya negara Islam.

Melihat dari situasi ini, kemungkinan besar MK akan menerima sebagian gugatan dan menolak sebagian lagi.

Tetapi, ada atau tidak adanya PERPPU atau ada tidaknya keputusan pengadilan atas pembubaran HTI, rencana pembentukan negara Islam memang harus ditolak.

Sebab, dari sejumlah pengalaman sejarah, termasuk ternasuk terbentuknya kerajaan/negara Saudi Arabia, tidak mungkin negara Islam terbentuk tanpa adanya pertumpahan darah sesama muslim. 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved