ICW minta KPK Segera Limpahkan Berkas Setya Novanto ke Pengadilan Tipikor

Tanggal: 28 Nov 2017 08:40 wib.
Tampang.com – Banyak pihak yang mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera melimpahkan berkas perkara Setya Novanto, dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Kali ini desakan itu muncul dari Indonesian Corruption Watch (ICW) dan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).

ICW berpendapat, pelimpahan harus segera dilakukan, lantaran prapradilan yang kembali diajukan  Novanto hanya akan berhenti jika KPK melakukan percepatan penanganan perkara dan pelimpahan berkas pokok perkara ke Pengadilan Tipikor.

Anggota divisi hukum ICW Lalola Ester mengatakan, Salah satu dasar pertimbangan permohonan Praperadilan jilid dua yang disusun oleh kuasa hukum Setya Novanto adalah penyidikan yang dilakukan oleh KPK terhadap Novanto sudah termasuk sebagai nebis in idem, karena yang bersangkutan telah memenangkan sidang Praperadilan sebelumnya.

 Argumentasi dari Setya Novanto ini menurut dia,  sama sekali tidak berdasar Sebab aturan nebis in idem sendiri terdapat dalam Pasal 76 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi seseorang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang telah mendapat putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Selain itu, dalam ayat (2) disebutkan bahwa asas ne bis in idem berlaku dalam hal seseorang telah mendapat putusan bebas, lepas atau pemidanaan.

“Dua aturan di atas sebenarnya menjadi dasar untuk membantah argumen dari Novanto. Harus diingat bahwa perkara Novanto belum masuk dalam pokok perkara atau ranah pembuktian materiil, namun masih sebatas pembuktian formil melalui mekanisme Praperadilan. Pasal 77 KUHAP menjelaskan bahwa objek dari Praperadilan bersifat limitatif, yakni untuk sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan,” urainya.

“Jadi Praperadilan yang dijalankan oleh Novanto sama sekali tidak berbicara tentang pembuktian pokok perkara dan belum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap (incracht). Pembuktian materiil tentang sebuah perkara korupsi hanya dapat dilihat ketika perkara tersebut sudah disidangkan di Pengadilan Tipikor,” imbuhnya.

Ester mengatakan,  publik tentu tidak menginginkan Praperadilan Setya Novanto jilid kedua mendatang ini, mengulang seperti kejadian sebelumnya. ICW paling tidak mencatat ada enam kejanggalan proses praperadilan Setya Novanto jilid pertama yang saat itu dipimpin oleh Hakim tunggal Cepi Iskandar.

Terpisah, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengatakan hal senada. "Hari ini (Senin, 27/11) pemeriksaan KPK terkait Setnov (Setya Novanto, Red) telah memasuki babak akhir, yaitu pemeriksaan saksi dan ahli yang meringankan. Dengan demikian selesai sudah pekerjaan KPK dalam menangani perkara e KTP dengan tersangka Setnov," ujar Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman.

Boyamin berharap dengan pemeriksaan babak akhir tersebut, setelah selesai dan bisa langsung disusul dengan gelar perkara (ekspose) oleh lembaga pimpinan Agus Rahardjo cs tersebut. Dengan demikian, kelengkapan berkas perkara Ketua Umum Golkar non aktif itu bisa langsung ditentukan.  

"Jika sudah ditentukan lengkap (P21), maka jaksa yang ditunjuk KPK bisa langsung membuat surat dakwaan, Jika perlu dilembur semalaman. Sebaliknya, jika surat dakwaan bisa diselesaikan besok pagi (hari ini), maka berkas perkara tersebut bisa langsung dilimpahkan siang harinya ke Pengadilan Tipikor," ungkapnya.  

Dengan pelimpahan berkas perkara tersebut, Boyamin juga berharap persidangan kasus proyek e KTP bisa langsung digelar di pengadilan. Namun tak dipungkiri, hal ini juga akan berpacu dengan proses praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).

Namun berdasar ketentuan pasal 82 ayat 1 huruf d, maka praperadilan bisa gugur karena perkara pokoknya sudah mulai disidangkan. "Kami mendorong dan meminta langkah ini kepada KPK dalam rangka mengantisipasi proses praperadilan yang sulit ditebak. Langkah ini bukan langkah licik, namun langkah cerdas yang harus diambil KPK demi kebaikan bangsa dan negara," imbuhnya. 

Langkah yang sama sebelumnya pernah ditempuh KPK saat menghadapi gugatan praperadilan tersangka Sutan Bhatoegana terkait suap perencanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBNP) tahun 2013. Gugatan politisi demokrat ini pun gugur sehubungan  pokok perkara yang sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor.

"Langkah mempercepat ini tetap adil termasuk bagi Setnov, karena dalam persidangan pokoknya masih diberi kesempatan membela diri dan bisa saja mendapat putusan bebas," imbuhnya. 

Langkah ini dibenarkan oleh pasal 25 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dimana perkara korupsi diutamakan untuk mendapat penyelesaian secepatnya. 

"Jadi jika berkas sudah selesai maka kewajiban KPK untuk melimpahkan berkas perkara kepada Pengadilan Tipikor. Kami mendorong penanganan perkara diarahkan pada persidangan pokok perkara karena betul-betul mengadili dugaan tindak pidana korupsi dengan sistem yang lebih adil berupa sistem majelis hakim minimal 3 orang dengan hadirnya jaksa, terdakwa dan lawyernya dibandingkan praperadilan hanya satu hakim dan hanya menyidangkan prosedurnya," tukas Boyamin.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved