Gaji ASN dipotong untuk Zakat, Ternyata Begini Penjelasannya

Tanggal: 8 Feb 2018 09:55 wib.
Tampang.com - Beberapa waktu ini publik sempat diramaikan dengan pemberitaan mengenai aturan baru mengenai pemotongan zakat bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Sebagaimana yang banyak diberitakan, berkembang isu bahwa gaji ASN Muslim nanti akan dipotong langsung oleh pemerintah sebesar 2.5% sebagai bagian dari zakat. Apakah hal tersebut benar? Berikut ulasannya.

Pemotongan Zakat dari gaji ASN tidak bersifat wajib

Menanggapi pemberitaan yang terjadi, Menteri Agama (Menag), Lukman Hakim Saifuddin, angkat bicara. Dirinya mengatakan bahwa sebenarnya konteks pemotongan zakat yang akan dilakukan pemerintah hanyalah mencoba memfasilitasi bagi ASN dan bukanlah merupakan suatu hal yang wajib atau terpaksa. Hal ini lanjutnya, agar memudahkan ASN dalam menjalankan ibadah zakatnya. Sehingga, pemerintah hanya akan memfasilitasi bagi ASN muslim yang ingin berzakat langsung melalui potongan gajinya.

"Apa yang sedang kami persiapkan itu hakikatnya bukanlah barang baru, karena ini adalah upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang besar terkait dana zakat yang datang dari ASN muslim,” ujar Lukman kepada wartawan (09/02)  di Jakarta.

Perpres Zakat tidak berlaku bagi seluruh ASN

Lukman menjelaskan bahwa nantinya para ASN akan mendapatkan surat edaran yang berkaitan dengan perpres Zakat. Kemudian nanti ASN tersebut akan mengisi form kesediaan, apakah bersedia ataupun menolak mengikuti perpres tersebut.

Selain itu, aturan yang ada tidak diberikan kepada seluruh ASN, melainkan melihat pertimbangan gaji yang didapatkan oleh ASN tersebut.

"Prinsipnya kami Kemenag melakukan itu sesuai ajaran agama. Pegawai yang nonmuslim tidak diikutsertakan. Bahkan pegawai yang memiliki gaji di bawah kewajiban atau nishab tidak harus ikut," jelas Lukman. Saat ini Nishab yang menjadi patokan sekitar Rp 4.1 juta. Meski begitu dirinya menjelaskan batasan tersebut belum final karena masih menerima saran dari berbagai pihak.

Potensi Zakat ASN hingga Rp 10 triliun

Penerbitan mengenai pemotongan gaji untuk zakat ini bukan tanpa sebab. Menurut perhitungan yang ada, jikalau kebijakan ini jadi terealisasi akan mengoptimalkan potensi Rp 10 triliun per tahun. Melihat potensi yang begitu besar, zakat ini diharapkan dapat dioptimalkan baik dalam penerimaan maupun distribusinya. Nantinya, zakat tersebut akan dikelola dan diserahkan ke Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) serta lembaga-lembaga amil zakat dari ormas islam yang ada.

Pemotongan gaji untuk zakat sebenarnya bukan barang baru. Beberapa landasan yuridis sudah ada berkaitan dengan pemotongan zakat ini, diantaranya Undang-Undang No 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat, PP No 14/2014 tentang Pelaksanaan Zakat, dan Inpres No 3/2014 tentang Optimalisasi Pengumpulan Zakat.

Rofiq: Potensi zakat besar, namun baru terhimpun sangat kecil

Salah seorang pakar hukum Islam yang juga merupakan direktur Pascasarjana UIN Walisongo, Ahmad Rofiq, menjelaskan bahwa dirinya mendukung upaya pemerintah tersebut. Menurutnya, aturan yang dibuat mengenai zakat ini nantinya hanya dibatasi dalam pengaturan pengelolaan, bukan berkaitan dengan kewajiban berzakat. Apalagi menurutnya potensi penerimaan zakat di Indonesia sangatlah besar, mencapai hingga Rp 270 triliun per tahun. Namun, yang baru dapat dioptimasi oleh Baznas hanya Rp 6 Miliar saja per tahun.


"Potensi besar, tapi Baznas baru dapat menghimpun Rp6 miliar per tahun, itu kan sangat kecil," ujar nya.


Rofiq menambahkan bahwa merujuk kepada Al Quran yang tertera pada surat At-Taubah ayat 60, Amil memang diberikan kewenangan untuk mengatur dan juga menarik zakat yang ada. Namun menurutnya, masih banyak pekerjaan rumah yang belum dituntaskan dalam pengelolaan zakat ini. Salah satunya seperti penyaluran zakat yang disalurkan ke daerah lain, bukan di daerah pemungutan zakat. Hal ini yang biasanya menjadi alasan masyarakat untuk berpikir ulang saat mempercayakan zakatnya kepada lembaga amil zakat yang ada.


"Makanya sering orang bilang lebih baik zakat sendiri dari pada melalui Baznas, karena merasa lebih tepat sasaran," tandasnya.


Ahmad: Zakat masalah privat, bila berpotensi maladministrasi bila tetap dijalankan

Hal berbeda disampaikan oleh Ahmad Su'adi. Ahmad yang juga merupakan anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Bidang Agama, Sosial, dan Budaya menyatakan bahwa zakat merupakan hal privat dan bila rencana pemotongan gaji tetap dijalankan, akan berpotensi mengakibatkan adanya maladministrasi.


"Zakat itu masalah privat. Jadi negara tidak boleh mencampuri apalagi menarik zakat ke dalam pemerintahan," kata Ahmad.


Ahmad menambahkan bahwa bila rencana tersebut tetap dijalankan, maka perlu dijelaskan dengan baik mengenai perbedaan siapa yang berhak menerima dan siapa yang berhak memberi zakat. Penjelasan ini menurutnya perlu tercantum dalam undang-undang agar kemelut soal penarikan zakat tidak terjadi. Bahkan, sekitar beberapa tahun yang lalu, Ahmad menjelaskan kemelut mengenai hal ini pernah terjadi di lombok pada 2006-2007 yang lalu. Pada saat itu ASN yang bergolongan rendah angkat suara dan memprotes kebijakan yang telah disepakati antara Bupati dan juga DPRD. Para ASN menganggap bahwa mereka merasa dieksploitasi.

DPR: Kemenag untuk pertimbangkan dan kaji secara matang

Noor Achmad menjelaskan bahwa pemotongan gaji untuk zakat ini perlu melalui pengkajan dan pertimbangan yang matang. Achmad yang duduk sebagai Wakil Ketua Komisi VIII ini menegaskan bahwa bila rencana tersebut dilaksanakan, hanya diperuntukan untuk ASN yang memang sudah memenuhi standar atau kriteria untuk mengeluarkan zakat.


"Harus jelas bahwa Perpres tersebut hanya diperuntukkan untuk PNS yang gajinya memang sudah memenuhi syarat untuk mengeluarkan zakat atau hitungannya sudah sampai satu nishab,” kata Achmad {07/02).


Lebih lanjut Achmad menjelaskan bahwa penetapan gaji yang memenuhi syarat perlu menggunakan hitungan nishab yang jelas dimana analogi yang digunakan adalah nishab emas. Nishab emas ini setara dengan 85 gram setahun. Analogi lainnya adalah dengan zakat pertanian yang kemudian dikeluarkan saat panen tiba. Tidak hanya itu, perpres yang dibuat harus menjamin dan memastikan mengenai distribusi zakatnya. Selain itu, pelibatan distribusi zakat harus melibatkan orang-orang netral sehingga tidak digunakan untuk kepentingan tertentu.

Di tempat terpisah, Khotibul Umam Wiranu menyatakan bahwa rencana pemerintah mengenai pemotongan gaji tidak ada landasannya sama sekali. Umam yang merupakan anggota komisi VIII DPR RI ini mengatakan bahwa pemerintah tidak perlu mengatur persoalan zakat penghasilan, apalagi sampai menerbitkan undang-undang. Hal ini karena zakat profesi tersebut merupakan tanggung jawab masing-masing.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved